22. Prelude perjuangan

1.5K 704 52
                                    

Sekolah masih sepi, para pelajar belum berdatangan---begitu pun para guru.

Mentari masih terlelap dalam tidurnya, ia akan bangun jika sudah waktunya. Namun tekad yang kuat membuat orang-orang ini berlomba-lomba untuk bangun pagi, berangkat sekolah lebih awal dari yang lain.

Sekitar sembilan puluh orang lebih yang telah datang, dengan mengenakan seragam olahraga, sepatu skate, dan juga name tag dari potongan kardus yang diselempangkan di dada, dengan format biodata diri yang telah ditentukan.

Tidak lupa mereka juga memotong rambutnya. Karena persyaratannya sudah jelas; laki-laki cepak, perempuan tiga jari di bawah telinga atau rambut sebahu.

Tidak ada tawar menawar.

Untuk seragam ganti, mereka menyimpannya di dalam tas dan mengantinya setelah latihan, sebelum mulai pembelajaran.

Di tengah lapangan upacara, seluruh peserta CAPASKO berkumpul. Terhitung lima menit mereka menunggu kedatangan pelatih yang tak kunjung muncul.

Dari kejauhan terlihat tiga orang dengan seragam bertuliskan COACH berjalan ke arah mereka. Nampaknya, tiga orang itu adalah pelatih untuk pagi ini.

Air muka mereka seketika berubah gugup kala tiga orang itu tiba di depan barisan.

"Perhatian semua. Komando saya ambil alih-untuk seluruhnya, siaappp ... Grakk!" Rangkas berseru lantang, mengambil alih barisan.

Barisan terdiri dari tiga banjar, dengan shaf yang belum diketahui jumlahnya.

Rangkas diam sejenak, memandangi mereka dengan tatapan garang. Ini untuk pertama kalinya ia berdiri di depan juniornya. Ia sedang memperhitungkan tinggi badan yang masih acak-acakan.

"Lancang depan, grak!"

"Atur ketinggian." Rangkas memberi perintah untuk mereka.

Semua bergegas menoleh ke kanan, kiri, depan, belakang, memastikan kesesuaian tinggi.

Barisan bukannya rapi justru tambah acak-acakan lantaran ada yang tidak terima posisinya digeser-siapa lagi kalau bukan Rey.

"Hei, aku lebih tinggi darimu. Kau yang seharusnya di belakangku!" Rey sedikit berjinjit. Dia memang terkenal licik.

"Kau curang, kakimu berjinjit!" Dito tidak terima. "Sana pindah, ayo pindah!" Dito menarik lengan Rey yang tidak mau mengalah.

Agat dan Raka sudah siap, posisi mereka di barisan paling depan. Mereka berdua tidak tahu kalau temannya Dito tengah bertengkar memperjuangkan haknya.

Rangkas berkacak pinggang. Barisan bukannya membaik, malah tambah awur-awuran. Ia mendekus, sepertinya dia harus turun.

Semakin lama semakin berisik. Satu sama lain cekcok, ada yang berdebat, ada yang tidak mau mengalah.

Rangkas menarik napasnya dalam-dalam.

"Diaam!"

Semua menoleh. Kicauan mulut-mulut terhenti. Senyap.

Di depan sana, seorang senior berteriak kalap, menatap mereka dengan tatapan super garang. Semua terdiam, tidak ada yang bergerak. Suasana berubah tegang.

"Di barisan tidak ada yang boleh bersuara!" Pekik Rangkas, tatapan garangnya tidak pudar sedikitpun.

Rey tertegun, baru kali ini dia melihat orang segarang ini.

Dua senior lainnya ikut membantu mengatur para penentang secara paksa. Rey yang tidak berkutik berhasil di singkirkan, pindah ke belakang.

"Semua turun!" Rangkas berseru, memerintah mereka untuk mengambil posisi push up.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now