40. Bangkit dari keterpurukan

1.2K 599 27
                                    

Bertahun-tahun benturan demi benturan masalah merundung hidupnya. Sudah miskin, piatu, kebencian menebar dimana-mana bak jamur merang.

Seperti hal yang lumrah saja dikalangan masyarakat. Padahal jika dikaji lebih lanjut, diskriminasi antar teman sejawat bisa menyebabkan efek mengerikan. Sudah banyak terjadi kematian akibat bunuh diri. Dan itu terjadi kepada anak-anak yang tidak kuat mentalnya.

Galan, dia pernah jatuh mental saat meledakkan laboratorium tahun lalu—yang menyebabkan Pak Riem meninggal. Begitu banyak orang-orang yang membencinya. Rey, Yuri, dan kawananya.

Akan tetapi, sejak kejadian itu pula—Galan belajar banyak—dia tidak mau terus-terusan jatuh. Pak Gun berulang kali menyemangatinya. Pun Mr. Keny, biarpun Galan memutuskan untuk menghentikan Olimpiade—tapi, Mr. Kenny bisa mengerti.

Raka, Rino dan lainnya sama. Rangkas juga. Selaku teman yang baik—mereka selalu ada buat Galan.

Diskriminasi dari teman-teman tidak membuatnya lemah. Justru hal itu membuat semangatnya meledak. Galan bisa merasakan sensasi luar biasa dari semangat itu. Gelora nadinya membara.

Lihatlah, tatapan Galan berubah tajam. Ia benar-benar berubah, dari mimik wajah, gelagat, caranya memandang orang. Tidak lagi seperti dulu. Tidak berlaku kata miskin. Semua orang itu sama, sama-sama makan nasi. Sama-sama minum air.

Perkataan Ayah, Pak Gun, Mr. Kenny, dan teman-temannya---telah mengegelitik jiwanya untuk bangkit. Semangatnya seketika menyala laksana kobaran api. Inilah saatnya dia bangkit dari dari keterpurukan.Tidak akan ada yang bisa menghentikan langkahnya

"Akan ku buktikan, bahwa aku bukan orang yang lemah dan kalah!" Kalimat dari Sang Reformasi—Presiden Bj. Habibie telah membakar habis jiwanya.

Terkadang tanpa kita sadari, dengan cara yang tidak disangka-sangka, Tuhan merubah hamba-Nya menjadi lebih baik.

Satu jam jalan kaki, mereka akhirnya tiba di sekolah. Gerbang terbuka lebar, Galan dan Rino masuk. Bersiap dengan latihan pagi mereka.

***

Belum banyak pelajar yang datang. Sekitar empat puluh orang saja, tidak lebih. Beberapa guru sudah tiba. Juga penjaga gerbang, dan petugas kebersihan. Kantin Cak Mamat sudah buka. Dia tengah berkutat dibelakang dapur, menyiapkan menu anak-anak sekolah.

Galan dan Rino bergegas menyusuri lorong, menuju kelas. Nun jauh di sana, Rey dan para anteknya berdiri angkuh di depan pintu. Menghalangi orang-orang yang ingin masuk kelas.

Rino telah masuk kelas, tinggal Galan sendiri. Dia berhenti menatap mereka dengan tatapan menyalang.

"Lihatlah anak miskin lemah itu." Rey dan para anteknya mengernyih, congkak.

"Sudah miskin, belagu. Jadi Danton tidak bertanggung jawab!" Pekik Rey.

Galan masih diam. Dia tidak mengendurkan tatapan mata tajamnya.

"Kalian boleh menghinaku untuk sekarang--" ucap Galan dengan intonasi mantap, penuh wibawa. "--Tapi untuk besok, jangan harap!"

Seketika tawa mereka pecah melihat perkataan Galan barusan. "Apa katanya tadi?" tanya Rey. Sambil terkekeh.

"Bagus, bagus. Kata mutiara yang cukup bagus!" Rey masih tertawa.

Tapi sedetik kemudian, tawa Rey lenyap. "Omong kosong!" Seru Rey, dia mendorong tubuh Galan.

"Aku tidak peduli dengan kata mutiara mu itu anak miskin. Anggap saja hari ini--hari terakhirmu, Danton tidak berguna."

"Kerena hari ini, kau pasti terseleksi." Rey tersenyum sinis.

Galan meremas jarinya, menatap geram wajah mereka. "Lihat saja! Akan kubuktikan ... Kalau aku, bukan orang lemah dan kalah!" pekik Galan. Ia menerobos masuk, membuat Rey hampir terjengkang.

Galan berjalan cepat menuju bangkunya. Masih dengan tatapan penuh emosi.

"Hei, ada apa Danton. Pagi, pagi sudah marah-marah. Ayo, kemarilah, kita lihat stand up comedy dari teman kita sebelum memulai latihan." Agat mengajak Galan, dia tengah tertawa dengan yang lainnya.

Rey mendengus tidak terima, dia berjalan mengikuti Galan. Namun sedetik kemudian, saat Rey ingin membalas Galan, kawanan Raka tengah berkelakar di dalam kelas---membuat dirinya sontak buru-buru berputar haluan.

***

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora