79. Mengagumkan

1.2K 566 77
                                    

Perdana, hari ini adalah perdana untuk mereka. Sejumlah enam puluh delapan orang berbaris rapih, menghentakkan kakinya secara serentak. Sangat mengagumkan! Enam puluh delapan orang dari 34 provinsi yang berbeda. Ah, rasanya mereka seperti di bawah alam mimpi. Hanya dua orang perwakilan antar Provinsi, itu artinya dua orang itulah putra putri terbaik dari setiap Provinsi.

Namun, dibalik itu semua—ada perbedaan yang cukup jauh dengan latihan di sekolah. Jika di sekolah start dari jam enam, maka di sini start dari jam tujuh.

Latihan dimulai dari jam 07:00 hingga jam 17:30 petang baru berakhir. Cukup melelahkan dan menguras tenaga memang, terlebih lagi pelatihnya dari TNI. Kalian bisa bayangkan kerasnya dilatih TNI.

Di saat latihan, ada satu hal yang sangat menarik sekaligus menggembirakan.

Kalian tahu apa itu?

Yeah, dua pemain dari Ibu Kota terpilih menjadi pembawa baki juga penggerek bendera. Tania yang membawa baki dan Galan yang menjadi penggerek bendera.

Awalnya Galan sempat tidak percaya, entah kenapa pelatih memilih Galan untuk bersanding dengan Tania. Ia sempat senyum-senyum dalam hati. Rasanya, ah .... Sudahlah.

Ada delapan pemain inti dalam PASKIBRAKA Nasional. Dua diantaranya adalah Galan dan Tania, sedang enam lainnya—pelatih memilih dari berbagai daerah.

Di latihan pertama ini, para pelatih juga memperhatikan seluruh peserta. Mereka mencocokkan keserasian antar gerakan, tinggi badan dan formasi.

Berjam-jam mereka berdiri di tengah matahari. Panas, lelah, lesu, itu pasti. Namun, ada timbal balik yang sebanding dengan latihan mereka. Pemerintah menyediakan asrama yang megah dengan fasilitas yang memadai. Meski tidak setara dengan hotel bintang lima, tapi asrama itu lebih dari cukup.

Usai latihan, mereka melakukan ISOMA. Istirahat, sholat (bagi yang muslim) lalu makan. Tidak sampai di situ, malamnya masih ada jam kelas yang menunggu.

Di sini mereka tidak hanya dilatih di lapangan, akan tetapi juga di dalam kelas. Bukan lagi materi PBB yang diajarkan, melainkan wawasan kebangsaan, ketatanegaraan, sampai seputar negara.

Tepat pukul sembilan malam, jam kelas selesai. Semua kembali ke kamarnya masing-masing.

Ini waktu istirahat. Sesuai peraturan, tidak ada yang boleh bermain-main, mengobrol, dan hal-hal lainnya. Pokoknya semua wajib tidur.

Galan merebahkan badannya ke tempat tidur. Rasanya seperti—Ah, tidak bisa digambarkan pokoknya—baru pertama kali dalam hidupnya tidur di kasur seempuk ini. Ia mengelus lembut spreai putih yang memanjakan wajahnya.

Satu kamar ini berisi tiga sampai empat orang dengan kasur yang terpisah. Atau biasa disebut single bed—kasur yang dipakai satu orang saja. Ukurannya pun hanya pas satu badan. Tapi, itu sudah lebih dari cukup—menurut Galan.

Galan menoleh, dua orang tengah bersiap untuk tertidur. Ini hari pertama, jadi ia belum mengenal siapa saja orang yang satu kamar dengannya.

Seseorang mematikan lampu, beranjak ke kasurnya tanpa berkata sedikitpun.

Galan mengerjapkan mata. Menatap langit-langit ruangan. Selintas ia kepikiran keluarga kecilnya. "Apa kabar dengan ayah dan juga Eji? Mereka pasti kedinginan malam ini." Begitu miris jika membayangkan hal itu.

"Hei, siapa namamu, kawan?" Seseorang mengulurkan tangan. Membangunkan Galan dari lamunannya.

"Galan." Galan menjabat tangannya. "Kau bisa memanggilku Galan." Lalu tersenyum kecil.

"Iqbal." Orang itu menyebutkan namanya.

Sontak Galan terperanjat. "Hei, bukankah kau yang terpilih menjadi penggerek bendera selain aku?" Ini sangat menarik. Bagaimana bisa mereka satu kamar?

Iqbal mengangguk pelan. Memang benar. Ia terpilih menjadi penggerek bendera selain Galan.

"Iqbal?" Alis Galan terangkat satu. "Iq-bal?" Ia mengeja nama orang di depannya.

"Iya." Iqbal mengangguk sekali lagi. "Memang kenapa?" Iqbal menghempaskan badannya ke kasur.

"Oh. Tidak. Hanya, memastikan. Kenapa banyak sekali orang yang namanya Iqbal?"

"Mungkin ..." Iqbal tampak berpikir. " ... Karena aku tampan." Kemudian tertawa, bergurau.

"Ya, ya, ya. Terserah." Galan menjawab tidak peduli. Apa pedulinya kalau dia tampan? Lagian itu sama sekali tidak membuat Galan terpikat.

Iqbal menguap lebar, sebelum akhirnya berkata, "kalau begitu salam kenal dan selamat tidur."

Galan hanya mengangguk pelan. Ia bisa merasakan bagaimana letihnya latihan tadi.

"Aku tidur dulu, Lan. Ngantuk berat." Iqbal menarik selimutnya, mulai memejamkan mata.

"Selamat malam." Iqbal mengucapkan kalimat terakhirnya.

"Malam," Galan juga menarik selimut. Segera tidur.

Lekas bercakap-cakap kecil dengan teman barunya. Galan juga menghempaskan badannya, mengatupkan mata—mengistirahatkan badannya sejenak.

Galan menoleh ke arah ke teman-temannya yang belum ia kenal. Mereka sudah terlelap tidur. Nampaknya mereka kelelahan di hari pertama ini.

Ia buru-buru tidur. Ia harus segera terlelap. Pelatih hanya memberikan waktu tujuh jam untuk istirahatnya.

***

Note.

Akhirnya bisa up😀 walupun partnya sedikit. Wkkw.

Dua hari ini aku kurang enak badan gaes, padahal tadi pengen up dua part, tapi keadaan enggak memungkinkan. Sory🙏

Doain aku lekas sembuh, ya🙂 biar cepet namatin nih cerita.

See you next time.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now