17. Jeri payah

1.8K 713 17
                                    

Sesuai dengan rencana, mereka semua berkumpul di rumah Oscar mengenakan celana traning, sepatu running, handuk kecil yang terlampir di pundak, lengkap layaknya orang mau jogging.

Jalanan sepi. Mentari pagi juga belum keluar. Dari jauh kokok ayam terdengar samar. Para warga mulai bangun, beringsut dari keranjang tidurnya.

Ini hari Ahad, jalanan tidak akan seramai hari biasanya. Para pekerja kantoran, anak-anak sekolah, semua libur.

Raka, Oscar, Agat dan Dito-empat kawanan ini membuat agenda sendiri untuk mengisi liburannya. Yakni memulai rutinitas baru dengan jogging bareng.

Semua tengah bersiap di depan rumah, melemaskan persendian, otot-otot leher, tangan, kaki dan pemanasan kecil lainnya. Barulah setelah itu turun ke jalanan.

Satu dua mobil berlalu lalang, melintas.

"Hei." Oscar menjejari kaki Raka yang berlari paling depan. "Kau tahu, semasa hidupku, baru kali ini aku jogging pagi."

Raka nyengir. Kenapa juga dia malah membuka aibnya sendiri. Memang dengan membuka aib sendiri orang bakal kagum? "Dasar pemalas!"

"Hei, hei. Walaupun pemalas, aku tidak pernah yang namanya sakit." Oscar membela diri.

"Mungkin sekarang kau belum merasakan sakit. Tapi, boleh jadi ketika nanti tua-tubuhmu yang tidak pernah berolahraga akan mengalami kerusakan akibat tidak pernah digerakkan."

"Iya, iya. Percaya yang olahraga terus." Oscar memangut-mangut. Merasa tersindir. Ia berlari lebih dulu, meninggalkan Raka.

Raka tersenyum miring. Membiarkan Oscar lebih dulu. "Umur 18 tahun, tapi masih kekanak-kanakan." Pikirnya.

Di belakang sana, ternyata banyak warga yang ikut turun, jogging bareng. Ada sekitar lima belas orang, dua diantaranya adalah Dito dan Agat.

Sebab kasihan, Agat memutuskan untuk memperlambat larinya menunggu Dito yang tengah keberatan menyokong perutmya.

"Ayolah, lebih cepat larinya. Lihat, kita ketinggalan jauh. larimu itu lamban sekali seperti kura-kura." Agat menggerutu. Dito terlihat terengah-engah, padahal belum ada satu kilo mereka lari.

Dito mendengkus, tidak terima. Ia yang tertinggal di paling akhir, secepat kilat langsung menancap kecepatan-membalap sederetan manusia menjejari kawanannya.

"Hei!" Agat berseru, geleng-geleng kepala melihatnya. Lihatlah, Dito yang tadinya kayak kura-kura sekonyong-konyong berubah bak banteng ngamuk.

Melihat Dito yang mendadak di sebelahnya, Oscar nyengir menimpali. "Larimu tidak buruk juga."

Dito hanya menyeringai sebagai respon. Napasnya ngos-ngosan, lelah.

Kali ini mereka tidak jogging mengelilingi komplek perumahan. Akan tetapi, terjun langsung ke jalan besar.

Jogging pagi ini cukup menyenangkan, tidak ada polusi udara, karena memang hari ahad pemerintah membuat agenda Car Free Day-hari bebas mobil untuk warga ibu kota.

Gedung-gedung pencakar langit yang megah, seperti sengaja memanjakan mata. Dipadu dengan Awan biru yang mengambang di atas langit, menambah keharmonisan hidup.

Habis putaran pertama, Dito berhenti nafasnya tersengal-sengal seperti mau habis.

Raka yang menyadari Dito tertinggal jauh, bergegas lari menghampiri, kemudian menjulurkan tangannya.

"Dasar lemah! Ini baru satu putaran. Ayo, bangun. Tunjukan kekuatan bantengmu!" Raka menarik tangan Dito paksa.

Dengan sedikit malas Dito beranjak, kembali berlari.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now