37. Tak pernah terpikirkan

1.1K 585 6
                                    

Mobil yang dikemudi Mr. Kenny berjalan mulus tanpa kendala. Melaju di antara ratusan kendaraan. Melintasi gedung raksasa pencakar langit. Hawa jalanan tidak panas. Tidak juga mendung. cukup menyenangkan.

Segerombolan Awan putih bergerak menutupi sinar matahari. Membuat situasi semakin syahdu.

Galan duduk di sebelah kemudi. Keputusannya untuk kembali ke sekolah sudah di puncak pikirannya. Jam sebesar gong yang tertambat di dinding, membuatnya menyesal sekaligus sadar.

Seharusnya pagi ini dirinya berada di tengah lapangan, bukan malah bertanding di Olimpiade ini.

"Dasar Bodoh!" Galan terus saja memaki dirinya sendiri dalam hati. Ia merasa bersalah dengan apa yang diambilnya.

Galan meremas jari, terus menggerutu. Ini sama seperti saat dia meninggalkan stand laboratorium. Perasaan bersalah, yang didapat ketika cerobohannya menguasai akal sehat. Bagaimana bisa dirinya tidak dapat mengendalikan pikirannya? Pemimpin macam apa dia? Terkadang karena terlalu berambisi, orang-orang sampai lupa diri, mengambil langkah yang belum pasti.

Lalu apa kabar dengan mereka? Siapa yang akan menjadi Danton? Pertanyaan itu terus membumbung dibenaknya.

Setelah bertekad untuk menghentikan Olimpiade-nya tadi. Galan sempat berdebat dengan Mr. Keny juga panitia pelaksana. Ia memberikan alasannya untuk memperjelas kenapa tiba-tiba ia meninggalkan ruangan.

"Maaf, kesetiaanku pada Sang Merah Putih lebih berharga daripada mendapatkan predikat Sang Juara."

Karena keputusan sudah bulat. Mau tidak mau mereka pulang-tanpa membawa apa-apa. Mr. Keny segera mengambil mobilnya di parkiran, berputar haluan, kembali ke sekolah.

Biarpun jam telah menunjukan angka delapan, Galan tetap bersikukuh ingin kembali ke sekolah. Sebagai pemimpin yang baik, dia akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Apapun resikonya. Termasuk jika harus dikeluarkan dari Organisasi. Tidak apa.

Ia tidak bisa membayangkan hukuman apa yang akan diberikan pelatih kepadanya. Apakah disuruh untuk keliling lapangan bola dua puluh kali putaran? Atau ... Malah di drop out dari daftar calon anggota. Ia sendiri belum tahu pasti, yang jelas---hukuman itu pasti ada.

"Maafkan aku, Pak." Galan meminta maaf untuk kesekian kalinya. Lantaran tidak bisa membawa nama baik sekolah seperti Olimpiade tahun kemarin.

"Jangan terlalu dipikirkan, nanti bisa-bisa kau stres. Tenang saja, kita masih punya delapan orang yang akan menyabet penghargaan OSN tahun ini." Mr. Keny tersenyum kecil. Senyum yang dipaksakan.

Galan diam, wajahnya terlipat-merasa bersalah.

"Tapi, jika mereka juga kalah?" Tanya Galan, memikirkan kemungkinan buruk lainnya. Ia masih cemas dengan hal itu.

"Memang kenapa?" Mr. Kenny nyengir, malah bertanya balik. "Sepanjang karierku, aku belajar banyak tentang hidup."

Galan menoleh, kedua alisnya bertemu. Karier? Bukankah Mr. Keny baru menginjak usia dua puluh lima tahun?

"Iya, karier. Aku juga pernah ikut Olimpiade seperti kalian. Mengikuti berbagai kegiatan, perlombaan, dan banyak lagi." Mr. Keny masih tersenyum kaku.

"Sungguh?"

Mr. Keny mengangguk. Nampaknya ia akan bercerita sedikit tentang perjalanan hidup yang pernah ia lalui.

"Tidak semua kompetisi yang aku ikuti berjalan sesuai harapan. Ada yang kalah ditengah jalan. Ada juga kalah dibabak akhir-sebelum final."

"Dari situ-aku belajar, bahwa apa yang kita inginkan tidak selalunya berakhir dengan baik, sesuai ekspektasi."

"Kata ibuku dulu 'Hidup ini sebetulnya seperti roda--" Mr. Kenny diam sejenak. "Hanya berputar-putar ... Yang miskin akan ada waktunya untuk kaya, begitu pula dengan yang kaya."

"Sama halnya dengan kemenangan. Yang kalah, tidak selalu kalah-yang menang tidak selalu menang. Ingat, Allah itu maha adil." Mr. Keny tersenyum kembali. Kini senyumnya tidak kaku seperti tadi.

Deru mesin mobil terdengar halus. Tidak ada kemacetan dijalan. Mulus tanpa menganggu percakapan mereka.

"Jadi, jangan khawatir tentang juara. Nokia saja yang dulu adalah Sang Juara, tapi sekarang. Kau bisa lihat prestasinya." Jelas Mr. Kenny, mencoba menenangkan Galan.

Meski Galan tidak pernah memegang handphone dalam hidupnya, namun ia pernah mendengar produk yang diucapkan Mr. Kenny.

Mobil melesat, mengikuti arah jalan menuju sekolah.

***

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang