76. Pengalihan Isu

1.2K 627 75
                                    

Gulita malam menyapa, semestinya Galan ada di rumah. Namun, terus saja Raka mengajaknya keluar malam. Dengan alasan 'ingin membicarakan perkara penting'. Yah, bisa ditebak—pasti perkara OSIS. Tidak salah lagi.

Kali ini mereka tidak ke cafe, tidak juga ke restoran. Melainkan ke rumah Raka. Ada Dito dan Oscar yang ikut serta. Mereka menjadi ikutan hari-hari ini.

Banyaknya perkumpulan membuat mobil Raka seolah menjadi barang inventaris. Antar jemput pulang-pergi selalu mobil Raka, jarang sekali memakai mobil Oscar atau Dito.

Sesampainya mereka, Raka langsung membawa kawannya ke atas—lantai dua. Di sana mereka bakalan ngobrol santai—tidak akan ada yang menggangu.

"Kalian mau minum apa?" tanya Raka ketika menaiki anak tangga.

"Em, kopi ... Juga boleh." Dito yang menjawab. "Eh, jangan lupa untuk camilannya." Kemudian meringis persis seperti anak kecil.

Raka mengangguk pelan, dia tidak akan lupa soal itu. "Kalau kalian?" Ia beralih menoleh ke arah Galan dan Oscar.

"Kopi, juga boleh." Oscar ikut Dito.

Galan mengangkat pundak. "Apa saja terserah."

Oke, dari jawaban ketiganya Raka dapat menyimpulkan—bahwa mereka ingin minuman yang hangat.

Spontan Raka memanggil salah satu pembantu rumah, meminta agar menyeduhkan empat gelas kopi juga camilan kecil. Barulah setelah itu, Raka meneruskan langkahnya.

Di lantai dua, ada dua kamar yang berjejeran. Raka memberitahukan kalau yang pintunya berwarna biru tua adalah kamar Rangkas, dan yang berwarna biru muda—adalah kamarnya.

Tiba di dalam kamar, Raka mendatangi tirai kecil yang menutupi jendela, lalu membukanya. Sebuah balkon minimalis terhampar di depan mata.

Ada empat kursi yang tertata rapi mengelilingi meja bundar. Juga bunga-bunga yang bermekaran yang diletakkan di sekitar pagar.

Keempatnya lantas menarik kursi, segera duduk. Oscar yang sudah tidak asing dengan balkon kamar Raka hanya bergumam lirih, "hm, ternyata segar juga ya udara malam."

Raka tidak menanggapi. Ia melirik Galan, cepat atau lambat dia harus menceritakan tentang peringatan dari Rey. Memang itulah tujuannya mengajak teman-temannya ke sini.

"Ini tuan, kopinya." Tidak lama kemudian, pembantu yang dipinta untuk menyeduhkan kopi, datang. Seorang ibu berumur empat puluh tahun mengenakan celemek—membawa nampan berisi empat gelas kopi, juga dua toples makanan kecil.

"Ah, tepat sekali." Dengan senyum lebar, buru-buru Dito menerima camilan itu. Sejak tadi inilah yang dia tunggu. Ada kacang kulit, juga kripik singkong.

Setelah pembantu itu keluar, mereka mulai berbincang-bincang sambil menikmati camilannya.

"Lan," panggil Raka pelan.

Galan yang sedang menguliti kacang, menoleh. "Ada apa?"

"Sebetulnya aku sudah tahu kalau Rey akan membakar perkampungan kalian," ungkap Raka.

Ungkapan Raka barusan membuat ketiga temannya menghetikan kunyahan di mulut, lantas menatap Raka penuh tanya.

Kening Galan berkerut. "Jadi, maksudmu ...."

"Tunggu dulu!" Raka menyergap. "Aku bisa menjelaskan semuanya!"

Raka menarik napas panjang, membenahi posisi duduk—segera bercerita.

Ia menceritakan saat pertama Rey menantangnya maju ke pemilu OSIS. Waktu itu sebelum upacara bendera dimulai, ia tidak sengaja bertemu dengan Rey yang tiba-tiba saja merangkul pundak, lalu tertawa kecil.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Where stories live. Discover now