53. pilu

2.1K 363 91
                                    

Waktu memang tak main - main

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Waktu memang tak main - main. Jika masanya sudah selesai maka akan hilang begitu saja. Kita sebagai manusia hanya bisa menyesal. Lalu mulai menyalahkan diri karena sudah menyia - nyiakan kesempatan.

Gerombolan orang memenuhi koridor rumah sakit ternama di ibu kota. Sebagian sudah menangis tak karuan, sedang yang lain hanya diam saking tak menyangka.

Di salah satu bangku duduk ibunda Yuta bersama anak bungsu. Kedua orang itu sudah menangis meraung - raung mendapatkan kabar buruk tentang sang anak.

Mengenai June dan pasukan, mereka sedang dalam pencarian polisi. Entah kemana perginya orang - orang tersebut, yang pasti belum jauh dari ibu kota.

Taeyong merunduk, duduk sendiri di lantai yang cukup jauh dari kamar tempat Yuta berada. Perasaan menyesal saja tak cukup untuk menggambarkan isi hati lelaki itu. Semua tak karuan, ini seperti mimpi buruk dan Taeyong berharap untuk segera bangun.

Suara hentakkan kaki menggema seisi lorong. Bersamaan dengan seseorang memanggil nama Taeyong membuat lelaki itu mendongak lemah.

Chungha, sedang berlari dengan air mata menuju posisi Taeyong.

"Taeyong! Yuta gimana? Berita ini—semua ini ga benar kan?" Chungha tergagap akibat tangis yang langsung tumpah begitu sampai didepan sang kepala geng.

Gadis itu berjongkok, menangis tersedu - sedu menghadap Taeyong yang bersandar di dinding. "Taeyong..." Tangisnya pilu.

Melihat gadis di depan menangis semakin menambah nyeri di hati. Lelaki itu ikut meneteskan air mata. Mereka sama - sama merasakan sakit yang teramat sangat. Kehilangan sahabat bukan lah hal yang mudah. Ralat, kehilangan seseorang adalah hal yang berat.

Chungha masih menangis keras saat Taeyong menariknya ke dalam dekapan. Mencoba saling menguatkan dengan berpelukan.

"Kenapa bisa, Yong. Kenapa bisa ini terjadi sama Yuta." Sesal Chungha setengah sadar. Rasanya seperti sebagian nyawa melayang entah kemana.

"Gue ga sanggup, Ha. Gue ketua tempur tapi gue ga bisa jaga mereka. Terlebih lagi sahabat sendiri. Gue hancur." Ujar Taeyong lemah pada pundak Chungha yang sudah basah akibat air mata.

Gadis itu tak dapat merespon apapun selain menangis. Terus seperti itu sampai pintu ruang rawat Yuta terbuka, menampilkan dokter dan beberapa perawat yang keluar dari sana.

Sontak kedua orang ini buru - buru berdiri. Menghampiri kerumunan orang untuk dapat mendengarkan keputusan final dari dokter.

"Bisa bicara dengan keluarga korban?" Dokter bersuara.

Ibunda Yuta tak dapat bergerak dari tempat. Ia hampir pingsan masih menangis dengan lemah. Maka dari itu hanya adik Yuta yang memberanikan diri untuk mendatangi dokter.

Mereka berjalan sedikit lebih jauh dari kerumunan. Berbincang beberapa menit hingga tangan sang dokter menepuk ringan pundak adik Yuta.

Dengan lunglai gadis yang umurnya baru lima belas tahun itu berjalan menuju sang bunda. Air mata tak dapat terbendung, meluncur begitu saja setelah mendapat kabar kalau Yuta benaran pergi untuk selamanya dari mereka.

bad boy's effect •• taeyong x jennie [tamat]Onde histórias criam vida. Descubra agora