Bagian 09 | Olahraga

404 61 7
                                    

Pelajaran Olahraga. Indira membenci pelajaran yang satu ini. Apalagi dilaksanakan setelah upacara. Hawa malas begitu menguar terkhusus untuk para perempuan. Namun, setelah mendengar pengumuman dari sang ketua kelas membuat semangat kembali.

"Pak Bulet nggak berangkat, istrinya sakit. Kita digabung sama anak MIPA 5 bareng pak Kaf," ujarnya di depan kelas membuat sebagian murid perempuan bersorak riang lalu tanpa babibu segera pergi ke lapangan.

Terkecuali tiga orang yang terlihat ogah-ogahan. Indira hanya memasang muka datar, ia membenci pelajaran yang satu ini sejak mengenyam pendidikan putih merah. Lalu Nisa dan Nesia wajahnya terlihat mengkeruh tak bersahabat. Aura ercikan api emosi terlihat menguar di sekitar keduanya.

"Bareng MIPA 5? Kagak sudi gue," ungkap Nisa menggebu-gebu, matanya berkilat penuh emosi.

Nesia mengangguk tak kalah emosi. "Bener! Kayaknya nanti kita perlu ngasih ganjaran sepesial buat si pelakor ular Sancha," ujarnya.

Menyebutkan nama salah satu siswi dengan make-up tebal yang suka nempel cowok sana-sini. Enggak peduli cowoknya udah punya pacar atau belum yang penting digandeng. Nama aslinya Sonya, cuma saking kesalnya duo kembar nama ini memelesetkan menjadi 'ular sanca'.

"Enaknya diapain? Lempar bola? Timpuk langsung? Bacot dulu?" Nisa dan Nesia saling tatap penuh tanya.

Indira menceletuk memberi saran, "Baku hantam langsung aja, ntar biar bisa sekalian bikin konten live."

"Tumben pinter, Ra! Bener juga nih!" seru mereka berdua tertawa kompak lalu bertos ria.

"Humbalahum bala ea eo," lanjut mereka bernyanyi menggoyangkan pinggul-melakukan gerakan duet secara kompak tanpa tahu malu. Lalu merangkul bauu satu sama lain sambil menyemburkan tawa puas.

Indira mendengus melihat keduanya. Kalau biasanya bakalan pernah adu mulut unfaedah kayak perang dunia ketiga, apalagi bahas nama. Sekarang bisa klop cuma gara-gara mau melabrak satu orang. Manusia yang saling membenci atau menjadi rival kalau ghibah atau men-judge orang itu emang suka kompak.

Mereka tiba di lapangan yang sudah dipenuhi oleh anggota dua kelas. Pelajaran kosong kali ini diawali oleh pemanasan, setelahnya mereka bebas asalkan mau bergerak Olahraga. Yang cowok-cowok paling semangat mengambil alat di ruang Olahraga sedangkan para cewek lebih memilih bergerombol ngadem di bawah pohon.

Termasuk Indira. Cewek itu bergabunt bersama Nisa-Nesia. Ia menselonjorkan kakinya. Matanya menangkap sosok Galasta, Kaisar, Gara, dan Darren di ujung lapangan sana sedang membentuk kelompok untuk bermain Basket melawan tim kelasnya.

"Cie natep mulu, suka ya?" tegur Nisa terkikik geli tahu-tahu sudah duduk di sebelah kiri Indira.

"Efek ciuman ya, Ra?" balas Nesia yang berada di sebelah kanan.

Indira melotot. "Siapa yang natap? Orang gue lihat Fabian kok!" elaknya menunjuk sang ketua kelas. Nisa dan Nesia tertawa.

"Salting dia, Nis," ujar Nesia.

Nisa mengangguk. "Enak nggak dicium sama Galasta? Uhh, jadi pengin."

"Nggak usah ngungkit ciuman bisa? Risih tahu!" Indira melotot galak.

Belum sempat Nisa berseru, suara cempreng dari kelas lawan berteriak.

"WOI! KEMBAR NAMA GUE TANTANG TANDING BASKET!" Teriakan itu berasal dari Sonya yang sudah memegang bola berwarna oranye tersenyum remeh. Membuat duo kembar nama refleks berdiri menarik Indira juga.

Nisa tertawa. "Wah, ular sanca nantang. Siapa takut! Hayuk lawan!" serunya mengajak siswi lain hingga terkumpul menjadi satu. Tim putri Basket kedua kelas saling melawan juga dengan siswanya.

Derian dan Sarma sebagai wasit. Pertandingan persahabatan dimulai. Sederet manusia yang tak ikut dalam pertandingan memeriahkan lapangan Basket. Membuat beberapa kelas yang jam kosong ikut menonton.

Aura sengit di lapangan begitu kentara. Terutama pada duo kembar nama dan Sonya. Bola digiring oleh Sonya, gesit melewati kekangan Nisa dan Nesia. Tanpa sengaja, ia melayangkan bola tersebut tepat ke atas kepala Indira.

"INDIRA!" teriak beberapa siswi histeris melihat cewek itu hilang keseimbangan lalu terjatuh lemas.

Konsentrasi Galasta hilang. Ia melirik ke sisi lapangan lain yang sudah mengkerubungi Indira. Dengan sigap langsung menggendongnya ala bridal style menuju UKS.

"Awas kalau Indira sampai kenapa-napa!" ketusnya menatap tajam pada Sonya sebelum ke UKS. Sonya meneguk salivanya sendiri, takut.


Galasta menemani Indira di UKS sampai dua jam lamanya setelah petugas UKS keluar dan mengatakan kalau Indira hanya syok dan kelelahan. Ia sudah membuatkan teh dan menyuruh Darren untuk membeli bubur di kantin. Matanya menatap Indira khawatir.

Perlahan, sepasang mata yang terpejam kini terbuka. Ia mengerjap menatap sekeliling saat merasakan cahaya berusaha menembus retina. Tangannya memegang kepala yang terasa pusing. Sepasang tangan kokoh menuntunnya untuk bersandar di kepala bankar.

Ruangan serba putih dengan bau khas obat-obatan menyambut. Yang bisa ditebak, ini adalah ruang UKS. Mata Indira kembali sempurna setelah penyesuaian cahaya, ia melirik ke arah Galasta yang menatapnya.

Mata cowok itu tersirat khawatir. "Lo nggak papa, Ra? Kepala lo masih pusing nggak?" tanyanya.

"Masih agak pusing. Ini jam berapa?" tanya Indira.

Galasta menengok jam dinding. "Ini jam istirahat. Lo pingsan sekitar dua jam lebih."

Mata Indira melotot tak percaya. Barusan dia pingsan atau tidur selama itu? Kenapa terasa hanya sebentar saja?

"Nih, minum teh anget sama bubur," ujar Galasta mengaduk-aduk satu gelas berisi teh. Juga menunjuk mangkok berisi bubur ayam.

"Lo yang beliin? Enggak dikasih sianida 'kan?" tanya Indira lugu.

Galasta mendelik tak terima. "Kagak. Cuma gue kasih pelet biar lo suka sama gue." Wajah Indira memerah, keki sendiri. Ia menundukkan wajahnya menatap semangkok bubur.

"Gue... nggak suka bubur," Indira mencuatkan bibir.

Galasta memutar bola matanya, ia meletakkan gelas di atas nakas lalu mengambil mangkok bubur. "Iya, tapi, lo harus tetap makan biar cepet sembuh. Lo mau pingsan lama kayak orang mati? Nih," Galasta menyuapkannya ke mulut Indira.

Bibir Indira terkatup rapat. "Nggak mau ish," ujarnya tetap keukeuh.

"Gue cium nih kalau nggak makan!" ancam Galasta.

Mau tak mau, mulut Indira terbuka.

Wajar gak sih kalau gue baper dikittt? batinnya bergejolak menerima suapan Galasta.

***

Cie udah suap-suapan:v

Mendekati jadian ahak ahak:-)

Ini Aku [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang