Bagian 14 | Emosi

586 59 1
                                    

Indira tercenung di depan kelas, moodnya memburuk melihat Galasta bersama teman-temannya dengan Cherry. Galasta terlihat begitu asyik mengobrol bersama. Tidak melihat ke arah Indira sama sekali. Itu sangat menjengkelkan. Ada gejolak aneh dalam hati Indira.

"Ra? Kok malah diem? Ayok. Ntar buruan ngantri ke kantin," ajak Nisa menegur. Matanya memincing, merasa aneh pada temannya satu itu.

"Eh? Ayo," Indira tersentak memaksakan senyum. Mereka berdua berjalan di belakang rombongan Galasta. Rasanya begitu panas saat melihat Galasta yang mengacak-acak rambut Cherry. Indira menahan dongkol.

"Cih, fakboi," gumam Indira sangat lirih. Entah ada apa dengan dirinya sendiri. Intinya ada perasaan tidak rela melihat tingkah Galasta pada Cherry. Mereka berdua terlalu mesra.

"Lucu banget lo sih, Cher. Kayak Alura, tipe cewek idaman gue. Bukan cewek tukang ngambek nggak mau maafin berhari-hari. Atau yang suka tapi gengsinya kegedean," ujar Galasta.

"Aduh gue dibilang lucu lagi," kekeh Cherry.

Indira mencibir kesal. "Nyenyenye, sindir aja terus. Yang ninggalin sendirian siapa? Yang suka sama dia siapa? Hellawww cowok banyak keles. Heran banget gue. Dasar cowok sukanya mengkambing hitamkan cewek. Padahal cewek selalu benar."

"Lo ngomong apa, Ra?" tanya Nisa menatap Indira tak mengerti. Ucapan Indira suangat lirih, mungkin hanya nyamuk yang mendengarnya. Nisa hanya bisa melihat gerakan bibir Indira yang mendumel.

Indira menggeleng malas. Matanya mengerjap ketika melihat sosok ketua OSIS, Damian sedang berjalan sendirian membawa setumpuk buku. Aish, Galasta pikir hanya dia yang bisa dekat dengan cewek lain? Indira juga bisa kali!

"Damian!" panggil Indira melambaikan tangan pada Damian. Cowok itu menoleh, alisnya terangkat sebelah penuh tanya. "Nis, gue mau bantu Damian dulu, ya. Babay!"

Nisa tersentak. "Eh woi bocah! Katanya mau ke kantin. Lo tega ninggalin gue sendirian?" teriak Nisa yang jelas tidak didengarkan oleh Indira. Cewek itu sudah berlari ke arah Damian.

"Gue bantuin lo ya!" Indira mengambil sebagian setumpuk buku di tangan Damian. Damian mengangguk. "Oke, makasih."

Galasta mendelik melihat Indira yang berinteraksi akrab dengan Damian. Damian yang terkenal pendiam seperti Kaisar tampak lebih 'hidup' ketika mengobrol dengan Indira. Mereka terhanyut dalam sebuah obrolan yang Galasta tak tahu pembahasan apa.

Ini adalah solusi yang dikatakan oleh Darren. Katanya, kalau cewek dijauhin bakalan merasa kesepian. Dia akan mencarimu. Tetapi, kenapa ini jauh sekalo dari ekspetasi? Ini mah bukan solusi namanya! Indira malah mendekati cowok lain. Dari sekian banyaknya cowok, mengapa harus Damian yang memiliki sifat seperti Kaisar? Seolah-olah menunjukkan kalau Galasta tidak termasuk tipe cowok Indira.

Sudah mengeluarkan uang ratusan, eh, nggak berhasil! Galasta mendelik kesal pada Darren. Darren yang tak paham hanya menoleh lalu mengobrol dengan Cherry. Galasta menggeram kesal, Darren sialan!

***

Tak sengaja berpapasan di parkiran, Galasta dan Indira saling bersitatap sinis. Melambangkan percikan penuh emosi yang menguar kuat di antara keduanya. Entah sejak kapan, bendera merah tanda peperangan berkibar. Galasta melengos, memilih untuk bergabung dengan teman-temannya.

"Dar, balikin duit gue. Percuma nih, jurus terbaik lo nggak mempan samsek. Rugi besar," pinta Galasta mencuatkan bibirnya kesal.

Darren mengernyit. "Ini bukan namanya enggak berhasil, bego banget sih soal cinta! Lo tahu nggak sih KBBI sakti khusus cewek?"

Galasta menggeleng.

Daren berdecak langsung merangkul Galasta. "Nah, lo musti tahu ini. Pertama, cewek selalu benar, kalau dia salah ya tetap benar. Dua, kalau dia bilang 'nggak papa' pasti berarti ada apa-aapnya. Ketiga, kalau cewek sok enggak peduli berarti dia cemburu namanya."

"Oh gitu? Kok gue baru tahu ya?" Galasta menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Lu tuh musti belajar banyak dari Darren si fakboi pakar cinta. Jangan kebanyakan kasih pehape sama ciwi-ciwi. Pemberi harapan palssooo. Masa KBBI sakit melegenda cewek nggak tahu, kuno sumpah!" cibir Gara.

Galasta mengerjap berusaha memahami. "PHP? Kapan gue php?" tanyanya bingung.

"Dasar cowok nggak peka. Lo tuh demen kasih senyum sama degem-degem sama aja ngasih harapan," jawab Gara sewot.

Lagi, Galasta mengerjap. "Emang kapan gue pernah senyum?" tanyanya bingung. Gara memutar bola matanya malas. "Kemarin ada anak kelas 10 yang nge-chat gue gitu. Bilangnya, Kak Garanteng, bagi nomornya kak Galasta. Gabteng banget ya ampun, kemarin dia senyum sama gue. Hilih bicit, nyinyinyi."

"Itu mah dianya yang kebaperan. Pesona gue emang nggak tertandingi," Galasta tertawa penuh kesombongan.

"Sialan," umpat Gara memutar bola matanya malas. "Kalau yang bilang Kaisar, gue mah mengakui. Dia emang ganteng, gue sebagai cowok aja mengagumi. Enak banget jadi Kaisar, modal diem anteng sama otak langsung dikerubuni."

"Lo mengakui kegantengan gue?" tanya Kaisar menatap Gara datar.

"Njing. Bentar, gue kagak salah denger barusan? Lo kok keliatan ngenes banget anjir? Kaisar juga lo kagumi? Uwa, homo penghancur dunia is kambek ini namanya!" Darren mengoceh diiringi tawa yang meledak-ledak. Puas mentertawai Gara.

Gara mencuatkan bibir kesal. "Heh! Gue nggak homo. Mengagumi apa salahnya? Gue tuh kadang suka ngerasa ngenes. Kaisar banyak yang ngasih surat, coklat, dan hadiah lain dari para degem. Sedangkan gue? Dibucinin sama Tiara aja udah sujud syukur."

Bukan hanya Darren yang tertawa, Galasta ikut tertawa mendengarnya. Kaisar hanya diam mengulas senyum simpul.

"Heii! Nama gue disebut-sebut? Ada apa nih?" Tiara, sosok cewek imut memakai bandana berwarna kuning muncul. Galasta heran, cewek secantik Tiara mau-maunya bucin sama cowok muka pas-pasan kayak Gara. Kalau disuruh milih, mending Darren atau Kaisar.

"Nih, ayang bep kesayangan nyariin lo, Ra," jawab Darren masih dengan tawanya mendorong Gara untuk mendekati ke arah Tiara.

"Beneran?!" Tiara menatap Gara penuh binar. Yang ditatap hanya meringis. Menunjukan cengiran kuda khasnya.

"Gosah salting dong, Gar. Sana bawa aja! Gaskeun dari pada lo nggak laku sama sekali. Jomlo seumur hidup. Mending kalau mukanya lumayan kayak si Galasta," cerocos Darren, tentu masih dengan tawa yang belum reda.

"Sialan, minta dihujat!"

"Gue bilang kenyataan kalii."

"Yuk, yang beb ikut Tiara!"

"Ciee, udah sono!"

"Njing aish."

***

Ini Aku [Completed] ✔Where stories live. Discover now