Bagian 27 | Cinta

545 50 0
                                    

"Masih diem mulu. Lo belum beli kuota ngomong ya, Ra?" tanya Nisa jengkel melihat Indira yang sejak jam pelajaran pertama masih dalam posisi sama seperti kemarin. Indira yang biasanya ngegas ke para cowok mendadak jadi kalem bak putri kerajaan.

"Lagi ada masalah kali," ceplos Syakira menatap Indira begitu intens. Berusaha memahami apa yang ada di dalam pikiran Indira. Syakira menganggap ini itu pelatihan awal untuk menjadi seorang psikolog. "Dari matanya kelihatan sayu. Jelas banget kalau Indira ada masalah berat yang bikin gegana aduhai."

Nesia melayangkan jitakan pada Syakira. "Nggak usah sotoy lu! Jangan merasa benar mentang-mentang udah pernah baca lengkap panduan tentang psikologi umum," ujar Nesia menceramahi.

"Ih siapa yang sok tahu sih? Coba aja deh dilihat baik-baik. Matanya tampak sayu begitu lemah. Ouh, hayati lelah. Hayati terlau banyak masalah menimpa. Bagaimana ini, Tuhanku? Apa yang harus hayati lakukan?" Syakira berucap dengan dramatis diiringi gerakan alay.

"Apasih lo Syak. Bikin Indira makin pusing malahan," tegur Nisa melotot.

"Dih, dibilangin nggak mau. Orang bener kok, kalau Indira kelihatan ada masalah besar. Benar nggak?" Syakira mencolek pipi Indira berharap mendapatkan notice tanda kehidupan.

Indira bergumam malas. "Udah. Kalian jangan rusuh di sini. Mending beliin gue batagor di kantin atau siomay kek. Gue masih mager ke kantin. Apalagi pasti bakal lihat mak lalampir," ujar Indira.

Nisa tertawa menepuk pundak Indira. "Bagus, Ra. Lo nyebut tuh cewek sebagai mak lalampir. Tampang aja sok suci, aslinya mah drama queen ewh. Jijik banget. Gue heran, kenapa Galasta sampai bisa segitu bucinnya. Banyak kali cewek."

"Kok kalian gitu sih? Alura kelihatan baik, kok," ujar Syakira mengerjap polos.

"Kan baru kelihatan. Kepintaran lo aja dimanfaatkan biar dia nggak ngerjain PR sama sekali. Begonya lo malah nurut gitu aja. Heran gue," Nesia berdecak.

Indira kembali bungkam menatap Nisa penuh arti. Ia jadi teringat oleh Damian. Yang ditatap seperti itu bergidik ngeri. "Lo ngapain lihatin gue mulu, Ra? Jangan suka sama gue. Gue masih normal!" seru Nisa histeris alay dibalas jitakan.

"Yakali, gue juga masih normal," ketus Indira. "Gue lihat lo karena, gue punya fakta menarik yang harus dirahasiakan."

Nisa bertanya dengan jiwa kepo penuh semangat, "Fakta menarik? Apa maksudnya? Kok dirahasiakan?"

"Namanya rahasia ya siapa pun nggak boleh tahu. Udah sana ke kantin keburu bel," usir Indira frontal.

"Dih, udah nyuruh maksa lagi," cibir Syakira melenggang pergi disusul oleh Nisa dan Nesia yang berangkulan menyanyikan yel-yel abal-abal mereka. Indira jadi berpikir, bagaimana hubungan mereka selanjutnya segelah tahu Damian menyukai Nisa, bukan Nesia. Nesia pasti akan sakit hati.

"Diem aja. Mikirin gue ya?" Indira tersentak kaget melihat sosok yang dia pikirkan mendadak muncul. Damian menyodorkan roti cokelat serta satu minuman kaleng. Indira menerima dengan senang hati. Gratisan siapa yang nggak mau?

"Menurut lo gue harus maju atau gimana?" tanya Damian.

"Ya, kalau lo itu cowok gentle mestinya tahu apa jawaban lo. Ada dua persepsi dari sudut pandnag berbeda. Pertama, Nesia akan berusaha menerima keadaan atau Nesia akan membalas dendam pada Nisa."

***

"Ra, maafin gue. Gue nggak bermaksud buat tampar lo sumpah. Jangan kayak gini, rasanya nggak enak dijauhin," pinta Galasta berada di kelas Indira memcegah cewek itu untuk segera pulang. Galasta tidak ingin menjadi babu Haikal, maka dari itu, misinya kembali dilanjutkan.

Indira menghela napas kesal merasa tidak nyaman dengan adanya Galasta. "Lo udah terlalu sering buat harga diri gue jatuh sejatuh-jatuhnya. Lo dengan nggak berperasaan kembali meminta maaf begitu saja? Sorry, udah gue bilang maaf itu mahal," ujar Indira penuh penekanan lalu pergi keluar kelas. Namun, Galasta sudah mengunci pintu duluan.

Indira menghela napas makin kesal dengan sikap Galasta yang suka semena-mena. "Minggir," usir Indira dibalas gelengan kepala.

"Gue nggak bakalan minggir sebelum lo maafin gue," ujar Galasta tetap keukeuh. Ia bersedekap dada layaknya orang paling berkuasa.

Indira menyibak seragam lengan mengambil ancang-ancang. Galasta merasa was-was menebak apa yang akan Indira lakukan karena cewek itu bisa melakukan apa sjaa dengan modal nekat dan tenaga. "Lo mau ngapain?" tanya Galasta menatap dengan penuh intimidasi.

"Kalau lo nggak minggir gue bakalan lakuin ini," ancam Indira menyibak lengan seragamnya. Ia nenyunggingkan seringai licik membuat Galasta makjn was-was. "KYAAA!"

Galasta melotot lalu buru-buru membuka kunci pintu kelas daripada badannya babak belur oleh cewek. Indira yang sudah siap ancang-ancang mendadak limbung. Alhasil, Indira jatuh di atas tubuh Galasta. Ia terdiam menatap manik mata Galasta. Bentar, kok deg-degan ya?

Indira mengerjap tersadar. Ia buru-buru beranjak berdiri memasang wajah datar. "Sorry, tadi itu enggak sengaja," ujar Indira beranjak berdiri sembari merapikan seragam. Belum sempat berdiri, lengannya ditarik oleh Galasta hingga kembali terjatuh dalam pelukan Galasta.

Indira melotot. "Apa-apaan sih? Lepasin! Ntar ada gosip murahan lagi gue nggak mau. Dighibahin itu nggak enak apalagi sampai teror."

"Maafin gue dulu baru gue lepas," ujar Galasta malah semakin mendekap Indira erat.

"Nggak! Maaf gue mahal," tolak Indira mentah-mentah berusaha meronta melayangkan beberapa pukulan yang membuat Galasta tertawa geli. "Lepasin, burung gagak! Gue mau pulang."

"Burung gagak?" tanya Galasta tak mengerti.

Indira mengangguk. "Ya, nama Galasta buat lo terlalu bagus. Mending burung gagak," ketus Indira.

Galasta tertawa. "Gue anggap itu panggilan kesayangan. Maafin gue ya?" pinta Galasta lagi.

"Oke! Gue maafin! Puas?" Indira berkata tidak ikhlas.

"Yang lembut dong. 'Udah gue maafin kok, Gal' gitu," Galasta meniru suara cewek.

"Udah gue maafin kok, Gal," tiru Indira ulang menampilkan senyum manisnya-secara terpaksa.

Galasta tersenyum. "Gue tahu itu nggak ikhlas, tapi, gue anggap benar. Ya udah yuk kita jalan barengnya ke parkiran," ajak Galasta merangkul Indira paksa.

"ISH! LEPASIN WOI!"

"Romantis ya," komentar Haikal melihat dari kejauhan.

"B aja," Alura memasang wajah jutek. Ia tidak suka dengan kedekatan antara Indira dan Galasta. Harusnya mereka berdua masih saling bermusuhan. Kenapa Galasta malah yang minta maaf. Mungkin ini salah satu trik agar Galasta memenangkan taruhan, tetapi, tetap saja Alura tidak menyukainya.

Alura terdiam. "Lo bantu gue melancarkan siasat kedua, Kal," pintua Alura pada Haikal.

Haikal mengangguk. Ia akan melakukan apa saja demi Alura. Cinta telah membutakannya. Begitu pula cinta Alura pada Galasta yang sebenarnya lebih terlihat bukan rasa cinta, tetapi, obsesi semata.

***

Ini Aku [Completed] ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant