Bagian 35 | Rasa

1.2K 63 0
                                    

"The last day i am here," gumam Indira keesokan harinya saat memasuki kelas. Ia menghela napas sangat enggan untuk meninggalkan sekolah ini. Apalagi setelah beberapa minggu lalu ada seseorang yang selalu mengisi hari-harinya. Yang membuatnya merasakan letupan-letupan cinta. Juga membuat kecewa saat tahu hanya dijadikan bahan taruhan.

"Pagi," sapa Indira duduk di kursinya dibalas anggukan Nisa, Nisa terlihat sibuk mengotak-atik sebuah kotak. Melihat kedatangan Indira, Nesia dan Syakira segera datang menghampiri. Mereka berdua duduk di kursi depan Indira yang penghuninya masih belum berangkat.

"Lo ngapain sih, Nis? Itu kotak apaan?" Indira bertanya kepo mengintip kotak dihiasi pita berwarna pink juga beberapa hiasan unik.

Nisa menoleh. "Ini buat lo. Hadiah salam perpisahan dari kita bertiga. Biar nanti saat di kota lain lo masih mengingat kita bertiga. You know? Wae are best friend forever," ujar Nisa menyerahkan kotak tersebut.

Indira mengulas senyum haru. "Aaa makasih, ucul banget sih. Tenang aja. Gue nggak bakalan lupain kalian kok. Gue buka sekarang boleh nggak nih?" tanya Indira berbinar.

"Buka aja gak papa!" jawab Syakira antusias dibalas toyoran oleh Nesia.

"Jangan dong! Pas udah di bus aja," protes Nesia.

Syakira melotot tak terima. Mereka berdua berakhir adu mulut. Nisa mendengus jengah. "Dah mending dibuka sekarang aja gapapa. Kan udah milik Indira," ujar Nisa melerai pertengkaran. Syakira tersenyum kemenangan, ia menatap Nesia mengejek.

Indira membuka kotak tersebut yang menampilkan sebuah buku bersampul biru berlabel ; Ranisya Diary. Dahi Indira mengernyit tak memahami apa maksud dari Ranisya. Seolah mengerti akan keheranan Indira, Nesia menjelaskan, "Ranisya itu singkatan nama kita berempat. Ra untuk Indira, Nis untuk Nisa, N untuk Nesia, dan Sya untuk Syakira."

Indira tertawa merasa takjub saat membuka buku berisi foto-foto mereka berempat saat bersama. "Makasih banyak. Makasih untuk satu tahunnya. Dan khusus Nisa, makasih untuk dua tahun," ujar Indira tersenyum tulus.

"Belum satu tahun! Kalau pindahnya satu bulan lagi baru genap satu tahun," protes Syakira nyolot.

Nesia kembali melayangkan jitakan. "Biasa aja kali gak usah pakai nyolot!"

"Dih, biarin lah. Emang situ siapa ngurusin omongan gua? Main jitak aja lagi, sakit tahu!" Syakira melotot tak terima.

"Apa? Lo mau gue makan kayak si Nisa?" tanya Nesia menunjuk wajah Nisa dengan jari telunjuk. Yang ditunjuk ikut-ikutan membela Syakira.

"Belagu nih. Keroyok kuy!" ajak Nisa.

Indira tertawa mendengar percakapan absurd yang akan dia rindukan. Ah, momen-momen ini sangat membahagiakan. "Udah jangan ribut. Walaupun gue pindah, kita tetap satu target. Gue tunggu kalian di kampus UI," ujar Indira sumringah mengingat target mereka berempat itu.

"Sekampus bareng, sekosan bareng, kerjanya pisah, tapi, nanti nikahnya bareng aja. Gua bagian salon sama baju, Nesia bagian makanan, Nisa dekorasi dan tetek bengeknya, sedangkan Indira penyewaan gedung," ujar Syakira tertawa membayangkannya.

"Dih, keenakan lo cuma pengeluaran sedikit! Gue makanan tamu undangannya banyak anjir."

"Itu sih derita lo mwehehe."

***

"Gue bakalan kangen sama lo, Ra," ujar Kaisar menatap Indira sendu. Yang ditatap seperti itu malahan menampilkan wajah jijik. Gimana nggak jijik coba? Lah wong ekspresi Kaisar saat ini kelihatan enggak banget. Wajah memerah nyaris mewek yang sangat mengesalkan.

"Jijik anjir, Kai. Kan gue itu cuma pindah. Kita bisa balas pesan, VC, berhubungan lewat sosmed. Dan gue juga bakalan sering berkunjung ke sini kok," oceh Indira menepuk pundak Kaisar.

Kaisar menatap Indira sendu. "Tapi, bakalan kangen," rengeknya nyaris ingin memeluk Indira. Tetapi, Indira sudah melarikan diri dengan beranjak dari kursi. Citra cool seorang Kaisar kalau sudah di hadapan Indira bakalan musna lenyap tak berbekas. Digantikan cowok manja, nggak tahu malu, dan lebay abis.

"Gak usah peluk-peluk sembarangan! Ini taman sekolah," Indira berucap dengan nada mengancam.

"Jahat," Kaisar memonyongkan bibirnya mmebuat Indira langsung melayangkan pukulan menggunakan pantofelnya pada pundak Kaisar. "Dih, sakit bego! Sahabat macam apaan lo?"

Indira mencibir, "Ya abis lo lebay banget. Monyong-monyong kayak gitu nggak malu apa kalau difoto sama fans terus jadi viral?"

"Alah, paling pada komen ih Kaisar kok imut banget?" Kaisar menirukan suara cewek-cewek yang suka jejeritan saat melihat Kaisar. Indira menoyor kepala Kaisar.

"Anda terlalu percaya diri, bro," ucap Indira bernada formal dicampur mengejek. Kaisar hanya mengedikan bahu tidak peduli.

"Ra, gue mau ngomong sama lo." Kedatangan Galasta membuat wajah Indira berubah menjadi dingin. Rasa sakit hatinya masih ada. Ia tidak menyangka kalau Galasta hanya menjadikan dirinya sebagai bahan taruhan.

"Tinggal ngomong aja kali," jawab Indira berwajah jutek. Kaisar mengernyit heran dengan perubahan sikap Indira, begitu juga dengan Galasta. Padahal Galasta sudah meminta maaf dan hubungan mereka membaik. Apa karena masalah waktu itu di gudang?

"Gue butuh privasi. Gue mau bicara empat mata," Galasta menatap Indira serius dengan tatapan dalam.

Indira mengernyit. "Bicara apa sih? Sok banget privasi. Tinggal ngomong di sini aja gampang."

Tanpa persetujuan, Galasta menarik pergelangan tangan Indira. Mau tak mau, Indira mengikuti langkah Galasta. Ia meninggalkan Kaisar sendirian di tepi lapangan. Indira mendengus, Galasta adalah seorang pemaksa menyebalkan.

Sampailah mereka berdua di taman belakang sekolah.

"Ra, sebenarnya gue udah lama mau ngomong ini," ujar Galasta membuka suara. Ia mengeluarkan sebuket bunga mawar lalu berlutut di hadapan Indira. "Gue bukan cowok romantis. Gue nggak bisa merangkai kata-kata dengan kadar tinggi kebucinan. Satu yang pasti, gue suka sama lo. Lo mau nggak jadi pacar gue?"

Wajah Indira memerah. Jantungnya berdetak secara menggila. Jangan terhanyut suasana, Ra! Dia cuma mainin lo, batin Indira mengingatkan.

"Gue tahu kalau ini cuma bagian dari permainan lo kan?" tanya Indira menampilkan wajah datar. "Gue cuma bahan taruhan antara lo sama Haikal. Gue udah tahu semuanya."

Galasta melebarkan mata. "L-lo u-udah tahu? Tahu dari mana?"

Indira mengulas senyum menyeringai. "Nggak perlu tahu dari mana. Sorry, gue enggak mau jadi pacar sama lo."

Dunia Galasta mendadak runtuh saat itu juga.

***

Yahh ditolak:( apa kabar sama hati, Gal?
Tinggal epilog btw 👀

Ini Aku [Completed] ✔Where stories live. Discover now