Bagian 17 | Menginap

421 51 5
                                    

"Indira, lo tuh udah lama nggak hepi-hepi. Kayaknya hidup lo monton banget. Hitung-hitung ini sarana refreshing lo. Jangan spaneng mulu mikirin ayah lo yang bajingan bingit itu astaga. Pokoknya kali ini lo harus nginep di rumah gue bareng Nesia sama Syakira. Lo sekarang lagi di kios kan? Bentar lagi gua jemput. Titik."

Indira menatap malas ke arah gawai. Sambungan sepihak baru saja diputuskan oleh Nisa. Cewek itu bersikukuh mengajak untuk menginap ke rumah Nisa. Tapi, mungkin memang benar. Indira butuh sejenak waktu menenangkan diri. Meskipun harus rela mengorbankan waktu liburannya yang akan diisi dengan relaksasi sendirian di kamar tanpa gangguan.

"Ma," panggil Indira pada Saras yang sedang membuat kue. Mereka kini sedang berada di kios toko dekat taman kompleks untuk berjualan. Indira duduk di salah satu kursi pelanggan, menopang dagunya menatap Saras.

"Iya?" jawab Saras tanpa menoleh.

"Aku mau nginep di rumah Nisa bareng sama Nesia Syakira. Nisa bakalan jemput bentar lagi. Kemungkinan pulangnya minggu sore," Indira meminta izin.

Saras mengangguk. "Yaudah, silakan. Biar sekarang mama aja yang jaga."

"Nggak papa sendirian? Indira nggak enak, masa nggak bantu mama?" Saras terlalu banyak memikul beban. Indira tidak tega melihat sang malaikat tanpa sayapnya harus kelelahan.

Saras mengatur suhu oven. Ia berbalik menatap Indira tersenyum. "Nggak papa. Kamu butuh refreshing, Ra. Lagian mama udah biasa jaga sendiri, nggak usah khawatir okey?" Indira balas tersenyum, ia mengangguk.

Meskipun pikirannya kembali menimbulkan tanda tanya, kenapa orang-orang menyuruh dirinya refreshing? Apakah raut wajahnya sangat terlihat stres?

Hati Indira terenyuh melihat Saras yang bekerja keras melayani pelanggan-pelanggan. Ia tidak bisa selalu membantu, paling ketika pulang sekolah seperti saat ini atau saat hari libur. Yang paling menyedihkan saat pelanggan hanya segelintir dan kue tersisa banyak, Saras akan berkeliling menawarkan.

Perjuangan seorang ibu begitu besar. Apakah Indira bisa membalasnya? Materi saja tidak cukup. Indira sering membuat kecewa, rasa bersalah menelusup dada.

Ibu, I Love You.

Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna silver datang. Sosok kepala Nisa menyembul di jendela. Ia melambaikan tangannya riang ke arah Indira. Bukan hanya Nisa, ada Nesia dan Syakira juga. Indira tersenyum, menghampiri mereka.

"Assalamualaikum, ibunda Saras," salam mereka bertiga mendekati Saras lalu mencium tangan penuh takzim.

"Walaikumsalam," balas Saras tersenyum simpul.

"Tantee, anaknya kita bawa nginep dulu ya. Boleh nggak nih?" tanya Nisa tanpa tahu malu.

Nesia melotot. "Yang sopan dong. Lo nggak ada feminim-feminimnya! Gini cara izin yang benar. Tante Saras yang baik hati dan tidak sombong boleh pinjem Indiranya? Mau dibawa nginep. Sopan dikit sambil pasang senyum eww."

Nisa mencibir, "Ya suka-suka gue dong! Yang penting izin bleee."

Saras dibuat tertawa melihat tingkah teman-teman Indira. "Boleh sana. Indira kelihatan stres, butuh refreshing kayaknya," ujar Saras.

"Wah! Lo masih stres ya, Ra? Masih suka senyum-senyum sendiri kayak orang gila?" Syakira menatap Indira polos.

"Yaudah, gue siap-siap dulu. Tunggu di sini aja. Nggak bakalan lama kok," ujar Indira tak mengidahkan Syakira.

"Buruan gih!" titah Nisa. Indira mengangguk segera berlari menuju rumahnya.

"Kok gue dikacangin sih?" protes Syakira tidak terima.

Ini Aku [Completed] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang