Bagian 19 | Gudang

379 53 4
                                    

"Ra, tumben banget lo pakai make-up. Ditambah kaca mata bulat lagi," ujar Nisa menatap wajah Indira begitu intens pagi ini. "Biasanya, kalau cewek mendadak make-up an sedang berusaha menutupi sesuatu atau ingin menggaet doi. Kalau pakai kaca mata nenutupi mata sembab. Lo kenapa, Ra?"

Indira menghela napas. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi. Terlihat malas untuk menjawab pertanyaan dari Nisa. Alasannya menggunakan make-up adalah menutupu sedikit memar di pipi sedangkan kaca mata menutupi mata sembapnya yang merupakan efek dari menangis semalaman. Penampilannya saat ini berbeda.

"Indiraa! Indira!" teriak Nesia heboh memasuki kelas bersama Syakira. Teriakannya sukses membuat dia menjadi atensi kelas. Cewek itu menatap Indira dengan tatapan sulit diartikan, bahkan sampai menggebrak meja Indira. "Gue kalau jadi lo bakalan baper masya Allah. Padahal belum status pacaran udah berhasil bikin ambyar. Lo ikut kita ke gudang!"

Indira melotot saat pergelangan tangannya diseret paksa oleh Nesia dan Syakira. "Woi! Ngapain ke gudang?" tanya Indira histeris. Nisa berlari menyusul karena rasa penasarannya.

Indira makin panik saat Nesia nengunci gudang dari luar. Wajah Indira pucat pasi di dalam keadaan gudang yang gelap tanpa cahaya. Ia yang termasuk salah satu dari ribuan manusia tergolong phobia gelap, jelas saja merasa ketakutan. Kakinya sudah bergemetar hebat.

"Mama, Dira takut," cicir Indira perlahan tubuhnya merosot ke lantai. Ia meringkuk, menenggelamkan wajahnya di atas lutut yang tertekuk. Ini menjengkelkan. Padahal Nesia dan Syakira sudah mengetahu fakta phobia Indira, menagapa mereka berdua malah menjebaknya.

"Hiks... Mama ke mana? Dira takut, Ma. Hiks... Mama," gumam Indira meracau. "Kalau kayak gini gu-gue mending lawan karate. Yang sakit fisik, bukan mental."

"Jangan takut, ada gue."

Indira mendelik saat mendengar sebuah suara. Ia celingukan mencari sosok di balik suara tersebut, sayangnya nihil. Hanya ada kegelapan yang terlihat. Bulu kuduk Indira meremang. Ia merasa ada orang lain di gudang ini. Orang lain yang kemungkinan adalah sosok tak kasat mata.

"Nggak usah khawatir. Ini aman, ada gue yang selalu berusaha menjaga lo. Jangan negthink, tarik napas keluarkan perlahan." Tanpa sadar Indira melakukannya sesuai intruksi. Ia nenarik napas menghembuskan perlahan. Terapi agar berusaha rileks. Perlahan, ia merasa tenang. Walaupun ya masih terselip rasa takut.

Mata Indira mengerjap saat tiba-tiba muncul sebuah cahaya yang terfokus pada dinding di depannya. Perlahan, sebuah foto terlihat. Indira menajamkan penglihatannya, itu foto dirinya saat bersama dengan Galasta. Lalu beralih foto lain dirinya dengan Galasta diiringi kata-kata yang cukup romantis. Wajah Indira memerah menahan letupan bahagia.

Indira masih bengong setelah durasi foto habis. Cahaya yang lebih terang muncul. Lagi-lagi Indira mengerjap seperti orang bodoh melihat gudang yang disulap laksana restoran. Ada satu meja dua kursi dihiasi lilin juga bunga mawar bertebaran.

Ada juga Gara dan Darren yang berpenampilan seperti para pelayan restoran. Mereka berdua tersenyum menyuruh Indira untuk duduk. Masih dengan kebingungannya, Indira menurut saja. Ini maksudnya apaan sih?

Pintu gudang dibuka, sosok Galasta muncul dengan senyumannya. "Maaf nunggu lama dan bikin lo takut. Soal tadi... gimana?" tanya Galasta.

Indira bungkam. Pertahannya seketika runtuh. Jadi, semuanya ulah Galasta? Astaga, kok bikin ambyar sih. Indira nggak kuat tolong.

***

Seorang gadis baru saja menginjakan kakinya di bandara. Dengan koper berwarna hitam, ia melangkahkan kakinya tegap diiringi degup jantung yang menggila. Setelah sekian lama, akhirnya penantian hari ini tiba. Ia kembali menapakan kaki di tanah kelahiran.

Sebentar lagi, ia akan bertemu dengan mereka berdua. Apakah keadaan sudah baik-baik saja? Apa mereka berdua sudah kembali akur atau tetap sama saat keadaan di masa lalu? Ia mengulum senyum, sebenarnya tidak terlalu peduli. Yang terpenting, salah satu di antara mereka adalah tambatan hatinya.

"Non Alura ya ampun akhirnya non kembali," ujar wanita paruh baya yang baru saja muncul dari mobil yang digunakan untuk menjemput gadis itu.

Alura Numaria. Gadis bersurai hitam panjang itu tersenyum ceria menatap bi Ijah. "Hai bi Ijah. Gimana kabarnya? Kangen sama Alura nggak nih?" tanya Alura memeluk wanita itu.

Bi Ijah tertawa. Alura tidak berubah, masih ceria seperti dahulu kala. "Kabarnya baik, non. Kangen banget. Non sendiri gimana di Am-am apa itu?" Bi Ijah mengenryit mengingat nama salah satu negara.

"Amsterdam, Bi," jawab Alura terkekeh geli.

"Nah iya itu! Ayo, non ke mobil. Nyonya pasti udah gak sabar nunggu," ujar bi Ijah. Alura mengangguk. Mereka berdua memasuki mobil. Menyapa singkat pada sopirnya.

Alura lagi-lagi mengulum senyum.

Ini akan jadi kejutan yang sempurna.

***

"Ra, jujur aja awal pas deket sama lo biasa aja," ujar Galasta memandang Indira. Ada jeda sejenak sebelum kembali melanjutkan, "Tapi, lama-kelamaan jantung gue mulai aneh. Rasanya selalu deg-degan nggak keruan. Pengin selalu lihat wajah lo. Gue nggak suka pas lihat lo ngambek lama-lama ke gue. Lo beda dari cewek lain. Nggak murahan sekali ajak pacaran langsung mau."

Indira terdiam mendengar penuturan Galasta. Lagi, jantungnya berdegup tak keruan. Rasanya tidak sabar mendengar apa yang akan Galasta lanjutkan. Apalagi melihat senyum Galasta yang begitu memikat. Ini baru senyum aja dah meleleh kayak ice cream.

Galasta memegang pergelangan tangan Indira. "Gue tahu rasanya mungkin ini cepet banget. Tapi, kayaknya gue udah jatuh sama lo. Lo mau nggak jadi-"

BRAK!

Pintu gudang mendadak terbuka menampilkan sosok Haikal dan Cherry. Mereka berdua terlihat ngos-ngosan habis berlari. Sukses mengejutkan Galasta, Indira, Gara, dan Darren.

"Lo berdua ngapain di sini weh?" tanya Darren nyolot mencegah keduanya masuk.

"Gue mau ngonong sama Galasta," seru Cherry. "Dia kembali lagi! Dia kembali!"

Haikal mengangguk membenarkan. "Sepertinya lo bakalan gundah gulana, Gal. Antara dia atau dia," ucapnya sambil melirik Indira.

"Dia kembali? Maksudnya Alura?" tanya Galasta berbinar-melupakan kehadiran Indira. Anggukan Cherry membuat Galasta langsung berlari meninggalkan gudang. Diikuti oleh teman-temannya termasuk Haikal dan Cherry.

Indira menghela napas. Menahan kecewa yang amat mendalam. Lagi ia ditinggal sendiri.

"Huh, semua cowok emang sama aja. Nyesel gue sempat baper," gumam Indira tertawa hampa. Sepertinya, ia harus mebangun pondasi yang lebih kuat. Tidak boleh lengah oleh laki-laki mana pun, termasuk Galasta.

Indira harus sadar, bahwa kemungkinan besar hati Galasta masih terpaut pada Alura. Betapa spesialnya dia.

***

GWS hati Indira:((

Ini Aku [Completed] ✔Where stories live. Discover now