Bagian 20 | Kedatangan

360 51 3
                                    

"Eh cok! Katanya ada murid baru, cewek woi cewek!"

"Seriusan lo? Tahu dari mana?"

"Gue nguping pembicaraan bu Jamilah. Dijamin no hoax."

"Awas kalau hoax, gue potong otong lo!"

"Bangsad."

Indira hanya menghela napas malas. Sejak kedatangannya di sekolah, semua orang membicarakan murid baru yang katanya berjenis kelamin cewek. Indira tidak peduli, ia masih uring-uringan sejak kejadian di gudang kemarin. Rasanya malas untuk bertemu dengan orang mana pun.

Berbeda dengan Nisa yang asyik bergosip ria bersama Nesia. "Katanya ini cewek baru datang dari Amsterdam. Hebohnya lagi, kayaknya ini Alura yang digosipkan pernah deket sama Galasta sama Haikal pas SMP!" seru Nisa menggebu-gebu sambil melihat laman website ghibah sekolah. Memcari berita terdahulu.

"Hem. Katanya juga dia yang bikin persahabatan antara Galasta sama Haikal hancur. Akhirnya dia milih pergi sejenak ke rumah ayah lamanya di Amsterdam," sahut Nesia.

Syakira mengernyit berusaha memahami. "Ayah lama? Berarti punya baru dong?"

"Yup! Benar sekali. Tapi, anehnya nama ayah Alura sama kayak nama ayah Indira!" Nisa menampilkan ekspresi dramatis. Meskipun sudah dekat dengan Indira selama satu tahun, Indira tidak pernah mau menceritakan tentang keluarganya.

"Mungkin namanya pasaran, masa iya mereka punya ayah sama?" tanya Syakira polos.

Nesia melotot saat melihat tatapan menghunus milik Indira. "Heh, jangan ngomong begitu, Syak! Udah, jan ghibah. Anaknya dengar tuh denger," ujar Nesia menunjuk Indira dengan dagunya.

Syakira menoleh melihat Indira yang mengeluarkan aura negatif, ia nyengir. "Ampun, Ra! Gue belum ketemu sama jodoh gue, Syakir Daulay."

Nisa melayangkan jitakan sepesial membuat Syakira mengaduh. "Kok gue dijitak sih, Nis?" tanya Syakira mendelik sewot.

"Yah lu pakai ngehalu segala, gue 'kan jadi greget! Emang Syakir Daulay yang sholehnya masya Allah mau sama lo si pemilik otak tulalit? Nama kalian nyaris sama doang belum tentu jodoh bege!" Nisa mencerocos gemas.

Nesia mengangguk setuju. "Mending lo sama Garandong aja deh. Kan sama-sama bego!"

"Enggak, ah. Gue masih tahu selera. Lagian kayaknya dia dekat sama Tiara," ujar Syakira menolak.

"Tiara yang bucinnya bikin gue enek itu? Modalan Gara dibucinin, ewh. Btw, lo cemburu yaaa??" Indira menyahut dengan nada menggoda.

Nisa tertawa. "Wah, aura jealous nih!"

"Heh kagak!! Amit-amit!" Syakira histeris.

"Amit-amit atau imut-imut eakk," Mereka bertiga kompak mem-bully Syakira yang amat pasrah. Bel masuk berdering berhasil menyelamatkan Syakira. Cewek itu menghela napas lega melihat sosok guru wanita masuk.

"Selamat pagi semuanya," ucap beliau mengawali kelas.

"Pagi, Buu," koor sekelas kompak.

"Sebelum kita melanjutkan pembahasan bab tiga. Kita kedatangan murid baru," ujar beliau membuat kelas ramai menebak-nebak tentang murid baru tersebut. "Diam atau mati! Siapa yang menyuruh kalian ramai?! Alura, silakan masuk."

Sosok gadis bersurai hitam memasuki kelas. Ia tersenyum sebagai salam pertama untuk teman sekelas barunya membuat para cowok seketika histeris lebay. "Alura, silakan perkenalian dirimu," titah sang guru.

"Halo semuanya! Perkenalkan nama saya Alura Numaria. Pindahan dari Amsterdam," ujar Alura kembali melempar senyum manisnya.

Indira diam menatap lekat Alura dari atas sampai bawah. Ia terlihat manis dan feminim. Sangat jauh berbeda dengan Indira yang selalu bersikap bodo amat terhadap fashion style. Kok jadi mendadak minder ya?

***

Sepasang mata hitam Indira tak lepas mengamati pemandangan di pojok kantin. Otaknya mendadak terbakar melihat pandangan tak enak itu. Ia merasa gatal untuk melayangkan sebuah pukulan kepada siapa pun untuk melampiaskan emosi. Indira tak suka melihat keakraban Galasta dan Alura!

"Ra, woi udah woi! Bentar lagi pelajaran guru killer. Lo mau bolak-balik WC?" tanya Nisa melotot melihat mangkok Indira berisi bakso sudah berlumuran saos. Indira mengalihkan perhatiannya, menatap bakso yang nyaris tak terlihat. Ia bergidik ngeri. Ck, gara-gara Galasta.

"Gimana dong?" Indira menampilkan ekspresi memelas.

"Nih, punya gue aja." Dengan raut wajah datar khasnya, Damian datang menjadi pahlawan untuk kesekian kalinya. Cowok itu duduk di hadapann Indira dan Nisa.

Mata Indira berbinar, melupakan fakta tentang perasaan Nesia kemarin. "Beneran buat gue? Aww makasih!"

Nisa melotot horor melihat Nesia yang memincingkan mata ke arahnya. Ia menyenggol tangan Indira dengan siku tangan. "Apaan?" tanya Indira tak mengerti. Nisa menunjuk Nesia dengan dagunya.

Indira nyengir. Menunjukan senyum penuh arti pada Nesia. Untungnya, Nesia bukan tipe cewek cemburuan akut. Lagi pula, Nesia cukup sadar diri Damian siapa dan dia siapa. Tidak perlu bertingkah angkuh sok mengakui jadi pacar seperti pasukan tiga jablay di novel-novel. Cukup sadar diri, lalu mundur alon-alon.

Indira asyik memakan bakso, tak menyadari kalau sedari tadi Galasta juga curi-curi pandang.

"Gal, kamu ngelihatin apaan sih?" tanya Alura merasa tidak suka dirinya diacuhkan oleh Galasta. Ia mengernyit melihat tingkah Galasta yang gelisah.

Galasta mengerjap, ia menggeleng. Tanpa mengalihkan lirikan ekor matanya pada sosok yang sedang berhadapan dengan si bongkahan es, Damian. Tubuhnya mendadak terasa panas, kedua kaki ingin digerakan kesana lalu melayangkan sebuah pukulan.

Ini aneh. Padahal dia sedang berada di depan cinta pertamanya. Namun, mengapa rasa panas tetap ada saat melihat Indira bersama orang lain? Ia tidak rela. Seharusnya Galasta tidak merasakan panas ini. Ia fokus kembali untuk mengejar cinta pertama yang sempat lepas.

Ya, harusnya begitu. Mengapa dia malah merasa risih sekarang? Benar-benar aneh! Tidak bisa dibiarkan, Galasta harus fokus pada Alura sekarang.

"Ingat, Gal. Lo masih berhutang sama gue. Bukan hutang, maksudnya taruhan kita. Lo musti dapetin Indira dulu, baru kita bersaing lagi ambil hati Alura meski gue tahu kalian saling mencintai." Ucapan Haikal semalam mendadak terngiang. Galasta menoleh pada Indira yang bibirnya sedang diusap menggunakan selembar tisu oleh Damian.

Kedua tangan Galasta mengepal melihat Indira yang malah bengong tak berkutik. Ia memejamkan matanya berusaha tuk meredam emosi. Ia tidak boleh bertindak gegabah, sudah cukup ia merasa bersalah saat kejadian di gudang kemarin.

Alura mengamati gerakan Galasta lekat. Fokusnya terpaku pada cewek itu. Cewek yang sedari tadi mengalihkan perhatian Galasta.

Apa Galasta udah nggak ada rasa lagi sama gue? Kayaknya gue perlu kasih pelajaran cewek itu. Galasta cuma punya gue, batin Alura tersenyum menyeringai.

***

Ini Aku [Completed] ✔Where stories live. Discover now