Bagian 30 | Kehilangan

1K 57 6
                                    

"Tante, gimana keadaan mama? Kok bisa sampai kecelakaan?" tanya Indira tak sabaran saat sudah sampai di depan ruang UGD. Ia menatap salah satu paman dan bibinya dengan tatapan khawatir. Lalu menatap pintu kaca ruangan di hadapan sendu.

"Lagi ditangani sama dokter. Kamu tenang dulu ya," ujar Viona-saudara terdekat Indira yang sudah Indira anggap sebagai ibu kedua, namun, sudah lama jarang berkomunikasi sejak kedua orang tua Indira cerai. "Kata dokter tadi, ibu kamu kecelakaan ditabrak truk pas lagi bawa pesanan."

"Truk?" beo Indira tak percaya. "Terus gimana tante bisa tahu? Dan pasti lukanya banyak apa kemungkinan mama bisa bertahan?"

"Tadi tante ditelpon sama salah satu warga yang mengantar Saras ke rumah sakit. Kamu jangan pesimis sampai negthink gitu, berdoa sama Tuhan supaya mama kamu cepat sembuh," Viona membelai surai hitam Indira. Sudah lama ia tidak melakukan ini, Indira berubah sejak Saras bercerai.

Indira diam merenung. Ia menatap ubin keramik dengan tatapan kosong. Lalu ingatannya melayang pada sosok ayah yang tega meminta bercerai dari Saras. Apa kabar dengan ayahnya? Jujur, dalam lubuk hati Indira merasa rindu. Tetapi, ia tidak suka harus berbagi ayah dengan manusia macam Alura.

Indira menghela napas. Bagaimana reaksi ayahnya saat tahu Saras di rumah sakit? Apa dia akan merasa khawatir? pikir Indira bertanya-tanya. Mengapa harus nencintai bila berakhir perpisahan. Mengapa harus ada cinta di dunia ini.

Cinta. Indira mengerjap, kenapa dia malah memikirkan Galasta? Wajah Galasta yang sedang tersenyum mendadak muncul di dalam benak. Indira menggeleng-gelengkan kepala saat melihat sosok Galasta berdiri di dekat tembok. Mendadak, bayang-bayang Galasta memenuhi sekeliling.

Seperti kamera, yang lain ngeblur.

"Indira, kamu kenapa kok geleng-geleng?" Tanya Viona mengernyit. Indira meringis menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Nggak papa, tante. Cuma agak pusing aja kok," jawab Indira beralibi.

Viona mengangguk. "Kamu pusing karena belum makan nih pasti. Mas, tolong beliin nasi buat Indira di kantin ya," pinta Viona pada Rendra-suaminya. Rendra mengangguk segera menjalankan permintaan Viona.

"Tante Vio, mama gimana?" racau Indira terduduk di kursi ruang tunggu lemas. Ia tidak pernah membayangkan kalau Saras akan kecelakaan lalu masuk rumah sakit seperti ini. Indira merasa kacau tanpa adanya Saras. Saras adalah segalanya.

Viona mengulas senyum berusaha menyemangati. Padahal, dia juga merasa khawatir pada sang kakak. "Kamu jangan negthink. Insya Allah kak Saras pasti bakalan sembuh. Abis makan kamu sholat. Berdoa sama Tuhan bahwa semuanya akan baik-baik saja," ujar Viona bernada ragu.

Indira mengangguk. Pasti Saras tidak akan kenapa-napa. Ia mengeluarkan gawai mengetikan pesan pada seseorang. Seseorang yang akan mengerti keadaannya saat ini. Yang selalu peduli dan bersikap dewasa.

Indira :
Kai, mama gue kecelakaan.

***

Suasana duka menguar jelas di sebuah rumah minimalis dengan cat berwarna abu-abu. Bendera kuning tertancap di depan rumah. Lantunan ayat suci menggema diiringi tangis pilu. Orang-orang memakai pakaian serba hitak berkerumun mengelilingi jenazah.

Gadis itu meringkuk-memeluk jenazah sang ibu begitu erat dengan air mata yang masih mengalir deras membanjiri pipi. "Mama. Kenapa mama harus pergi? Indira harus tinggal sama siapa, ma? Mama janji bakalan lihat Indira sukses pakai topi toga. Tapi, kenapa mama pergi duluan?" racaunya kian meraung-raung.

Kaisar tersenyum pilu tidak menyangka kalau ibu Indira akan pergi secepat ini. Ia mengusap pundak Indira berusaha menenangkannya. Indira terlihat sangat terpukul. "Jangan sedih, Ra. Ada gue di sini. Lo enggak akan kesepian," ujar Kaisar meraih Indira dalam pelukannya.

"Dia bukan mama kan, Kai? Pasti ink bercanda! Mama masih hidup, Kai. Mama nggak mungkin pergi secepat ini," Indira menumpahkan tangisnya pada pelukan Kaisar.

Jenazah mulai diangkat bersama-sama lalu dikuburkan dalam peristirahatan terakhir, di dalam tanah sana. Batu nisan tertulis nama 'Saras Anindhita' mmebuat Indira kembali tersedu-sedu. Beberapa orang membubarkan diri diiringi dengan langit yang menghitam pertanda sebentar lagi akan turun hujan.

"Pulang, Ra. Bentar lagi hujan nanti lo sakit," ujar Kaisar menaungi Indira dnegan payung birunya.

Indira menggeleng. "Nggak mau, Kai. Gue masih mau nemenin mama di sini," ujar Indira menaburi bunga mawar di atas gundukan tanah basah. Ia mengulas senyum sendu masih tidak percaya kalau Saras telah pergi sangat jauh.

"Indira, nanti lo sakit bikin tante Saras sedih," bujuk Kaisar. "Ntar gue traktir makanan kesukaan lo banyak deh kalau mau pulang. Dari mulai seblak, rujak, siomay, semuanya."

"Tiket ke Korea juga?" tanya Indira di sela-sela tangis memasang wajah konyol yang sangat menggelikan. Kaisar tak kuasa menahan tawa. Hell, kenapa Indira malah seperti orang mau melawak saja? Suasana duka mendadak jadi stand up comedy.

"Nggak. Tapi, kalau ada konser Stray Kids di Indo gue beliin tiketnya," ujar Kaisar menawar. Ia tahu kalau Indira mengidolakan salah satu member Stray Kids, Hyunjin kalau nggak salah.

"Lama banget ntar PHP lagi," Indira tertawa diringi tangis. Kaisar mengusap hidungnya berusaha untuk tidak meledakan tawa melihat ingus. Ia menyerahkan sapu tangan.

"Apus ingus lo dulu. Gue jijik lihatnya." Indira menuruti perintah Kaisar. Setelah tetes hujan menuruni bumi, mereka berdua meninggalkan tempat pemakaman. Indira akan membiasakan hidup tanpa Saras.

Sekarang, ia tinggal di rumah minimalis itu bukan bersama Saras lagi. Melainkan Viona dan Rendra karena kebetulan dua pasangan itu belum mempunyai anak. Viona mengidap penyakit kista, ia akan menganggap Indira seperti anak sendiri.

Tak lama setelah mereka berdua pergi, sosok pria paruh baya datang. Ia menatap sendu gundukan tanah tersebut. "Maafkan saya, Saras. Maafkan saya yang tidak bisa membuat kamu dengan Indira bahagia. Andai dulu saya tidak menabrak Bram, mungkin kita masih berkeluarga," ujarnya.

"Maafkan aku juga, Saras. Aku hanya ingin Alura mendapat keadilan dengan menjadikan mas Yudha sebagai pengganti mas Bram," ujar sosok lain dari ujung jalan.

***

Yang akhir paham gak? Pasti paham dong ;)

Ini Aku [Completed] ✔Where stories live. Discover now