Bagian 12 | Peringatan

465 59 5
                                    

"Maafin gue dong, Ra! Kemarin mood plus emosi gue lagi nggak stabil gara-gara Haikal. Jadi, gue malah ninggalin lo. Maaf yaa? Jangan diem gini dong, ayolah ngomong, Ra. Nggak enak dicuekin."

Indira mendengus, diam-diam membatin. Lebih nggak enak mana antara dicuekin dan ditinggal sendirian tanpa kejelasan? Indira jadi kesel. Ia melakukan aksi menjauh, atas saran Nisa. Biar Galasta tahu diri, status mereka tuh cuma 'kebetulan dekat'. Bukan teman, bukan juga kekasih. Hubungan tanpa status? Hah!

"Raaa, Indiraa. Maafin gue yaa, ayo ngomong. I will listen your voice," pinta Galasta merengek layaknya anak kecil. Tak gentar, ia selalu mengikuti Indira ke mana pun layaknya anak bebek yang mengikuti induk. Membuat Indira merasa jengah.

"Lebih baik lo ngambek daripada diem kayak gini. Seenggaknya say hi gitu sama gue. Gue manusia loh, bukan titisan makhlum halus. Bisa terlihat."

Indira masih enggan merespons. Ia terus berjalan berputar-putar mengelilingi seantero sekolah. Kakinya terasa lelah, kalau masuk kelas tambah pusing Galasta mengecohnya terus. Entah sejak kapan cowok bad boy macam Galasta menjadi secerewet ini.

"Siang, Bu," sapa Indira tak sengaja berpapasan di koridor dengan bu Jamilah.

"Siang," balas bu Jamilah. Kedua alisnya tertaut kala melihat Galasta yang mengikuti Indira. "Galasta, kamu ngapain di belakang Indira? Pakai wajah melas gitu segala."

Galasta memanyunkan bibirnya sok imut. "Saya dicuekin sama Indira nih, Bu! Padahal kan kita itu pac-"

"ARGH!"

Galasta memekik saat Indira menginjak kakinya dengan sepatu pantofel. "Ya ampun. Jangan dengerin kata Galasta, Bu. Suka ngaco dia mah. Dari tadi dia ngikutin saya mulu. Saya 'kan jadi risih," ujar Indira meringis.

Mata bu Jamilah memincing intens. "Kamu ngapain ngikutin Indira, Galasta? Mau macam-macam ya? Mending ikut saya bersih-bersih perpustakaan," ujar bu Jamilah menarik kerah seragam Galasta menggunakan kipas yang selalu dibawa ke mana-mana. Alhasil Galasta terseret langkah bu Jamilah.

"Ya Allah, Bu, saya nggak mau hiks! Kok malah saya jadi kencan sama ibu sih?" rengek Galasta.

"Siapa yang mau kencan sama kamu? Suami saya lebih ganteng dari kamu!" balas bu Jamilah melayangkan geplakan istimewa.

Indira tertawa. "Bu Jamilah adalah pahlawanku!" serunya kegirangan. Baru saja ingin melangkah, ia dikagetkan saat merasa bahunya dirangkul sebuah tangan dari belakang.

"Gue kira siapa," kekeh Indira melihat Kaisar.

Kaisar melukiskan senyum simpul. "Ngapain di sini? Enggak masuk kelas? Bentar lagi bel," tanya Kaisar.

"Sebenarnya dari tadi mau ke kelas cuma harus ngusir Galasta dulu," ujar Indira menjawab.

"Kok ngusir?" Kaisar menautkan alis heran.

"Ceritanya sambil jalan ke kelas." Indida tanpa canggung mengapit lengan Kaisar, "Masa kemarin gue ditinggal sama Galasta coba. Gue kesel banget sama dia. Ciri-ciri laki-laki enggak bertanggung jawab. Anehnya makin ke sini gue malah penasaran sama kehidupan Galasta. Apalagi sering banget nyebut nama Alura, Haikal juga. Mereka kelihatan pernah dekat. Lo kenal Alura nggak?"

Kaisar tersentak.

"Alura itu,"

"Masa lalu Galasta yang akan menjadi masa depan, maybe."

***

Tatapan Indira menerawang ke arah papan tulis. Pikirannya melalang buana entah ke mana. Menautkan pecahan teka-teki yang akan membuka gerbang masa lalu Galasta. Alura. Nama itu selalu terngiang-ngiang tak mau lepas dari pikiran membuat Indira melamun di jam pelajaran, seperti sekarang ini.

"Nis, lo kenal sama Alura?" tanya Indira tanpa melirik ke arah Nisa yang asyik mencoret-coret di buku tulis bagian belakang. Membentuk gambaran abstrak. Maklum, dia gabut. Guru di depannya menjelaskan seperti membaca dongeng.

"Alura siapa?" balas Nisa bertanya.

"Nggak tahu nama kepanjangannya."

"Yee, mana gue tahu lah bambang!"

"Lo tahu hubungan antara Galasta sama Haikal?" tanya Indira lagi.

Nisa terdiam sejenak. "Katanya, gue denger gosip dari kak Cherry. Dulu, mereka itu bersahabat dari SMP. Cuma ada hal yang membuat persahabatan mereka merenggang. Katanya sih karena cewek yang namanya Alura."

"Alura? Kenapa lo nggak bilang?" tanya Indira.

"Lo nggak nanya," jawab Nisa cuek. "Lagian kenapa lo kepo kayak gitu sama urusan Galasta? Suka ya?" lanjut Nisa memincingkan matanya menggoda.

Indira mendelik. "Ngaco!"

"Salting acie," Nisa terkekeh pelan.

"Apasih!"

Kring! Kring! Kring!

Tak terasa bel pulang berbunyi. Guru di depan sana mengakhiri pembelajaran hari ini. Ruang kelas Indira telah kosong, makhluk-makhluknya sudah berhamburan keluar. Tak sabar tuk pulang ke rumah. Indira mengemas barang-barangnya.

"Hayuk, buruan pulang! Gue nggak sabar mau tanding tiktok sama Nesia. Beuh, pasti followers milih gue! Gue bakalan menang," ujar Nisa menggebu. Matanya melirik sinis ke arah Nesia yang ingin keluar kelas. Mereka berdua sempat berbalas tatapan sinis.

Indira mendengus. "Sabar yaelah."

Selesai merapikan, Nisa langsung menyeret Indira keluar kelas. Mereka berdua berjalan beriringan diringi celotehan Nisa yang dibalas anggukan Indira. Tatapannya menerawang jauh, masih memikirkan tentang Alura. Bisa-bisa Indira mati penasaran jika tetap tidak menemukan informasi tentang Alura.

"Kak Cherry?"

Indira mengerjap tersadar saat mendengar ucapan Nisa menyebut nama Cherry. Kepalanya mendongak, melihat sosok Cherry dengan dua temannya. Cherry menatap Indira sinis.

"Ternyata peringatan gue waktu itu nggak pernah mempan sama lo ya. Ck, dasar cewek gak tahu diri. Lo ikut gue sekarang!" seru Cherry menarik pergelangan tangan Indira paksa. Sedangkan Jean dan Sukma-kedua teman Cherry-mengkekang Nisa agar tak bisa menyusul Indira yang dibawa Cherry ke toilet tak terpakai dekat gudang.

***

Ini Aku [Completed] ✔Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu