29 || Sifat yang sebenarnya

194K 18K 251
                                    

Gue mendesah lesu. Sepulang dari rumah sakit gue dimarahin abis-abisan sama pak Arkan. Dibilang kurang kerjaan lah, alasan lah, ini lah, itu lah. Yang lebih parah gue dihukum dengan cara menyalin nilai-nilai mahasiswa keleptopnya pak Arkan.

Udah hampir dua jam lebih gue duduk di ranjang dengan setumpukkan kertas dan dengan santainya pak Arkan malah tiduran di paha gue! Rasanya gue mau euh! ya udah lah salah gue juga.

"Aku udah pegel banget dan ini masih banyak loh ..." Gue menundukkan kepala melihat pak Arkan yang lagi Asik mainin perut gue.

Pak Arkan melirik gue sekilas, lantas dia melanjutkan aksinya yang tertunda.

Gue berdecak sebal, "Kamu tuh ya!"

"Yaudah selesai dulu."

Gue bergidik ngeri saat kepala pak Arkan menempel diperut gue, "Besok aja deh, males ah banyak banget lagi."

Gue ngerasain anggukan kepalanya pak Arkan. Gue bersorak riang! Akhirnya selesai juga, jari gue mau patah rasanya! Laptop gue tutup dan di letakkan di laci pinggir kasur berserta kertas-kertasnya.

Gue yang mulai risih dengan ulahnya pak Arkan. Tangan gue mengeluarkan kepala dia yang ada didalam piyama, "Lagi ngapain sih?"

Pak Arkan menyorot gue dari bawah dengan males, "Lagi ajak ngobrol bareng  bayi."

Gue terdiam sebentar. Pak Arkan pengen banget ya punya bayi? perasaan setiap topik pembicaraan selalu aja ada di selipin tentang 'Anak' Kan jadinya gue kepikiran terus.

Rasa untuk melakukan hal 'itu' juga gue harus berpikir berulang-ulang. Belum lagi gue masih penasaraan tentang siapa yang koma dirumahnya pak Arkan.

Gue memijit pelipis gue pening. Sifat nya pak Arkan keluar semua. Mulai dari manja nya, emosi nya, dan over banget sama gue.

"Emang kamu kepikiran ngelakuin hal seperti itu sama Aku?" Tanya gue.

"Mau coba?" Pak Arkan menaikan sebelah alisnya, dia tersenyum mesum.

"Enggak, tanya doang." Tolak gue.

"Padahal waktu kemarin kamu yang nyosor duluan sama Aku." Ledek pak Arkan.

Muka gue memanas tapi benar adanya. "Tapi kan beda cerita yang itu mah."

Pak Arkan duduk bersilang didepan gue, "Apanya yang beda?"

"Y-ya beda lah!" Ucap gue kesal.

"Masa?" Pak Arkan menarik ulurkan alisnya, menggoda gue.

Gila ini gue malu banget! Bener-bener malu! Apalagi kalau teringat dia adalah dosen gue, rasanya mau mati ditempat aja.

"Awas ah aku mau tidur," Gue mendorang tubuh pak Arkan untuk menjauh.

Gila ini mepet banget coy!

"Yakin?"

"Yakin!" Gue mendengus.

"Besok berangkat bareng aku ley," Pak Arkan narik-narik selimut yang nutupin tubuh gue, "Kaley denger gak sih?"

"Hm." Gue bergumam.

"Ih apaan sih kamu marah?" Pak Arkan berdecak, "Kaley."

"Enggak." Gue menggeleng. Mata gue terpejam. "Aku ngantuk."

Pak Arkan ikut berbaring disebelah gue, "Menghadap aku lah Ley!"

Gue menghembuskan nafas kasar dan membalik menjadi berhadapan.

Pak Arkan mendekat dia meluk gue dan menegelamkan mukanya dicerukan leher.

Tangan gue ngelus-ngelus rambutnya pak Arkan biar cepat tidur.

"Ck, sabar Ley!"

***

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang