38 || Selesai

204K 18.5K 716
                                    

ARKAN POV.

Gue merebahkan diri di sofa ruang tamu jam masih menunjukkan pukul tujuh. Kaley hari ini enggak ada jadwal kuliah pagi, mata gue melirik Kaley yang udah berpakaian rapi.

Kaley mau kemana pagi-pagi begini? Parfumnya juga sampai wangi banget curiga gue. Dia berjalan di hadapan gue dan kesel nya dia enggak ngelirik gue sedikit pun.

"Mau kemana?" Gue meraih tangan nya.

"Kerja kelompok." Ujar Kaley ketus.

Gue melihat dari tampilannya, dari atas hingga bawah, orang dia enggak bawa buku sebiji pun yang ada cuma tas kecil. "Bohong?"

"Mau jalan sama Reynald kenapa?'" Kaley mendengus, "Saya pamit dulu pak."

"Kaley, aku ini suami kamu." Gue ngelirik Kaley kesal, "Aku bisa jelasin masalah kemarin."

Gue harap dia sekarang lebih tenang dari kemarin-kemarin. Kaley itu susah banget kalau di ajak diskusi dangan kepala dingin emosinya belum bisa dia kontrol.

"Pak kan saya bilang-"

"Ley, aku capek kamu diam terus kaya gini." Gue berbicara lembut, "Tolong untuk kali ini aja dengerin dulu penjelasan aku, aku enggak mau hubungan kita semakin enggak jelas."

Kaley diam.

"Ley ..." Gue mengintruksikan dia agar duduk di sebelah gue, "Kamu salah paham, Viola bukan siapa-siapa aku."

"Tapi dia panggil bapak dengan sebutan sayang," Kaley mengalihkan pandanganya, "Kata 'sayang' itu punya berbagai artikan?"

"Viola itu pacarnya Vino." Gue menatap Kaley tapi dia malah terkekeh kecil. Gue udah tebak pasti ini sulit buat jelasinnya belum lagi Kaley orang nya batu banget. "Mungkin ini kedengarannya enggak masuk akal tapi itu kenyataanya."

"Mana ada pacar adik sendiri manggil sayang sama kakak pacarnya?" Kaley menggeleng tidak yakin, "Kalau bapak mau pacaran sama cewek itu saya gak pa-pa kok, saya bebasin pak Arkan. Toh saya disini cuma penghalang pak Arkan sama Viola."

"Kamu itu istri aku Kaley!" Bentak gue. Nafas gue naik turun yang ada gue malah kebawa emosi kalau gini. "Viola pernah mengalami kecelakaan bareng Vino terus waktu dia siuman dari komanya dokter bilang Viola lupa ingatan dia malah menanggap aku sebagai pacarnya bukan Vino."

Kaley natap gue serius.

"Iya, awalnya aku tolak sandiwara itu karena aku udah punya kamu tapi saat aku melihat Vino yang kayanya sayang banget sama Viola aku bantuin, ayah juga pernah bilang agar aku ceritain semuanya sama kamu aku nunggu waktu yang tepat, setiap kali aku mau bicara sama kamu selalu ada kendalanya. Disitu juga aku mulai kepikiran bahwa dengan cara aku enggak ngasih kamu tau itu cara yang terbaik tapi aku salah. Itu malah semakin memperburuk, aku minta maaf sama kamu karena udah enggak jujur. Kamu boleh kecewa sama aku tapi kamu jangan melampiaskan semua rasa kecewa kamu ke orang luar Ley, luapin semuanya sama aku karena disini aku yang salah." Gue menatap mata Kaley dalam, "Mungkin ini udah terlambat aku bilang sama kamu, tapi Viola masih mengganggap aku sebagai pacarnya dan untuk waktu itu aku enggak jemput kamu ke kampus kemarin sebenarnya aku udah mau pergi tapi Viola mau jalan-jalan sebentar sebelum terapi untuk mempulihkan ingatan dan aku iyain, aku bener-bener minta maaf sama kamu ley." 

"Kamu boleh larang aku buat berhenti sandiwara di depan Viola, kamu berhak dalam hidup aku Ley, bilang aja kalau kamu enggak suka jangan bohongin diri kamu sendiri kalau itu membuat kamu sakit."

Kaley mulai menangis dan semakin keras serta nyaring. Gue lega semuanya udah gue terbongkar rasanya beban di dada gue ilang gitu aja masalah sandiwara itu biar nanti gue urusin.

"Aku enggak tau ..." Kaley berbicara sesenggukan, "aku minta maaf karena .... enggak dengerin penjelasan kamu dulu."

"Gak pa-pa." Gue mengangguk, "aku ngerti, aku pasti setuju apapun keputusan kamu."

Kaley masih nangis, gue terkekeh dengar suara tangisannya seperti anak kecil.

"Ley ..." Panggil gue.

Kaley mendongak, matanya merah, ingusnya keluar naik turun.

"Lucu banget kaya bocah." Ujar gue usil.

"HUAAAAAA!!!" Jerit Kaley, tangisan sekarang adalah tangisan malu.

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now