35 || Terluka

198K 17.7K 2.2K
                                    

Cowok itu berbalik, "K-kaley?"

Gue terdiam menatap sendu pak Arkan yang ngeliat gue kaget, jadi ini alasan pak Arkan enggak menjemput gue di kampus? kenapa harus ini?

Gue mengalihkan pandangan ke arah cewek yang duduk di kursi roda, dia terdiam.

"Kaley ..." Pak Arkan menatap gue sayu, tapi tangannya ditahan oleh perempuan itu.

"Kamu mau kemana?" Cewek itu menatap pak Arkan bingung, "Kamu udah janji mau temenin aku main di sini ... sayang."

Sayang?

Kenapa dia manggil suami gue dengan sebutan sayang? Ayolah bangun dari mimpi buruk mu ini Ley!

"Kaley ..." Pak Arkan menatap gue penuh harap, "Jangan salah pah-"

Gue menggeleng, dada gue sekarang benar-benar sesak bahkan lebih sesak yang gue bayangin, itu suami gue kan? Iya kan?

Gue lari sekuat tenaga gila! ini gila!

Gue melihat suami gue sendiri mesra-mesraan sama cewek lain? Lebih parah nya cewek itu manggil pak Arkan dengan sangat tulus.

"KALEY KAMU SALAH PAHAM!" Pak Arkan teriak dari belakang, dia mengejar gue. "BERHENTI DULU KALEY!"

Gue menghapus air mata gue kasar, menggeleng tidak terima. Bahkan gue enggan mendengarkan suara pak Arkan  hati gue terlalu nyeri untuk mengingat kejadian barusan.

Grep!

Pak Arkan memeluk gue dari belakang, "Kamu salah paham sayang ..."

"Salah paham?" Gue terkekeh nyeri, "SALAH PAHAM APA HAH?!"

"Kaley ... dengerin aku dulu." Dia nyaris pegang tangan gue tapi gue tepis. "Please dengerin aku dulu ...."

"Semuanya udah jelas pak." Gue melihat cewek yang bersama pak Arkan barusan, "Dia panggil bapak dengan sebutan sayang, apa semuanya kurang jelas? Semuanya udah sangat jelas! Bahkan anak kecil pun ngerti apa artinya sayang."

Gue menutup muka gue yang mulai berair, gue enggak bisa nahan ini, ini di luar dugaan gue.

"Kaley jangan nangis," dia berbisik lirih. "Tolong dengerin penjelasan aku dulu."

Gue berontak. Gue enggak mau!

"Lepas!" Gue berteriak, "SAYA BILANG LEPAS!"

Pak Arkan menggeleng.

"Lepas ..." Gue nangis sejadi-jadinya. Gue kecewa  benar-benar kecewa sama pak Arkan, gue salah apa sampai dia berbuat kaya gitu sama gue?

"V-vilvin ..."

Pak Arkan menengok ke arah cewek tersebut dia melepaskan pelukannya, "V-viola?"

"V-vilvin kamu ..." Viola memegang dada kirinya, "K-kamu ... kamu berkhi-"

Viola pingsan di kursi rodanya, hidung nya mengeluarkan darah.

"VIOLA!" Teriak pak Arkan. Dia berjongkok menepuk-nepuk pipi Viola, "VIOLA SADAR VIOLA!"

Air mata gue keluar lebih deras, sedih rasanya melihat liat pemandangan seperti ini.

Pak Arkan mengendong Viola pergi dari hadapan gue bahkan dia enggak mengucapkan satu patah kata pun, dia ninggalin gue sendiri, dia ...  lebih pilih cewek itu.

"BAJINGAN! KENAPA HARUS GUE?!"

Gue berjalan menatap kosong jalanan di depan, gue lagi pengen sendiri. Pikiran gue kacau dan sialnya kejadian barusan terus menghantui pikiran gue!

Entah berapa lama gue berjalan, gue duduk di kursi taman melihat langit-langit yang penuh bintang.

Mata gue terpejam mengirup dalam-dalam udara malam, bahkan untuk menjelaskan yang terjadi barusan pak Arkan enggan.

Dia pergi sama wanita lain, dengan wanita lain. 

Hujan mengguyur deras tubuh gue.

Pak Arkan is calling..

Gue melirik ponsel yang basah karena air, gue tersenyum kecut.

Ting!

Pak Arkan.

KALEY KAMU DI MANA?!

ANGKAT TELEFON AKU!

KALEY!

JANGAN BUAT AKU KHAWATIR!

KALEY PLEASE PULANG INI UDAH MALAM.

Gue mendesis melihat beberapa chat dari pak Arkan dan panggilan yang gue enggak jawab.

Gue kesel banget sama dia apalagi waktu dia pergi mengendong Viola tanpa mengucap apapun ke gue.

Gue menghembuskan nafas lelah dari tadi gue nangis cape juga. Gue melirik jalanan sekitar ternyata sepi, pantes saja sepi ternyata udah jam sepuluh malam terlebih lagi sekarang hujan deras.

Gue bingung antara mau pulang atau enggak tapi dengan cara gue yang kaya gini enggak akan menyelesaikan masalah, gue mengadukan ujung jari, dingin banget disini.

Udah beberapa jam gue terkena air hujan? Tubuh gue mulai menggigil, gue mengepalkan tangan gue kuat, gue harus pulang ke rumah bunda. Gue masih belum siap melihat wajah pak Arkan.

Gue bangkit dari kursi memeluk diri gue dengan kuat, gue tersentak kaget pada saat seseorang orang nepuk pundak gue.

"Kaley."

Gue berbalik menatap sakit pak Arkan. Gue mengalihkan pandangan gue. "Mau apa lagi?"

"Kaley dengerin aku dulu." Pak Arkan menarik tangan gue untuk mendekat, "Ini semua enggak seperti yang kamu pikirkan."

"Saya bilang pergi!" Ujar gue kesal.

***

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang