47 || Tragedi kampus

204K 18.9K 1.6K
                                    

Tiga hari di rumah sakit membuat gue pusing bukan kepalang, bosen nya itu loh ... tiap hari rebahan mulu. Sekarang gue udah baikan masalah Viola dan pak Arkan juga udah beres.

Pertama kali waktu mendengar Viola donor darahnya buat gue, itu gue syok banget sih, secara enggak langsung dia kan benci sama gue. Oh ya, gue juga ikut seneng sekarang Viola udah pulih ingatannya dan masalah ini sudah benar-benar beres.

Seperti biasa, selepas sakit gue merengek meminta izin kepada pak Arkan buat kuliah lagi, gak mungkin juga gue bolos terus apalagi sekarang udah semester akhir dan itu berhasil.

"Tiga hari lo gak kuliah kemana aja Ley?" Bisma bertanya. Cowok itu sedang duduk disebelah Keyla. Keyla ikut menyimak.

"Lo gak liat ini?" Gue menujuk kening yang diperban kecil.

"Lo kecelakaan?" Keyla, kali ini bertanya.

Gue mengangguk.

"Kok lo gak bilang gue sih?!" Keyla melotot kedua tangannya dilipatkan didepan dada. "Tega banget lo sama gue!"

"Gue gak pa-pa yaelah," Gue menatap Keyla males, "Btw, skripsi kalian udah sampe bab berapa?"

"Gue sih baru bab dua." Jawab Keyla.

"Gue tiga." Saut Bisma. Bisma pinter jangan diragukan lagi. "Lo?"

"Tiga juga." Gue mengangguk.

Keyla berdecak sebal, "Lah gue ketinggalan jauh dong?!"

"Makanya jangan main mulu lo!" Bisma menyentil kepala Keyla pelan cewek itu lagi-lagi berdecak.

Gue melihat sekeliling kok tumben nih kelas sepi kaya kuburan begini, "Yang lain pada kemana ini?"

"Biasa konsul."

Gue menghela nafas pelan, "Gue juga ah, baek-baek lo berduaan dikelas entar ketiganya setan."

"ELO SETAN NYA!"

Yeh! kurang ajar nih bocah berdua.

"Bye gue cabut!"

Mereka berdua mengacungkan dua jempolnya.

***

Gue berjalan riang menuju ruangnya pak Arkan semoga aja orangnya ada biasanya jam-jam segini sih ada. Tepat didepan pintu ruangannya gue berdiri ragu antara mau masuk atau enggak? Masuk aja lah.

Gue mengetuk pintu itu tiga kali terdengar ada sautan dari dalam gue membukanya perlahan dan membungkukkan sedikit punggung gue karena di sana bukan hanya pak Arkan sendiri tapi ada dosen Bisma juga.

"Masuk aja Ley," Dosen Bisma tersenyum.

Gue membalas senyumannya dan berdiri diantara kedua cowok tersebut.

"Kenapa?" Pak Arkan menghampiri gue. Dia menyandarkan tubuhnya kedinding, kedua tangannya dimasukan kedalam saku celana.

"I-itu," Gue menjawab gugup, malu juga disini ada dosen lain.

"Gue ganggu ya?" Dosen Bisma nyengir.

"Iya, lo ganggu. Pergi sana!" Pak Arkan menyahut nyolot. Mata gue udah melototi pak Arkan tapi pak Arkan malah mengalihkan pandangannya.

"Gue bukan tanya lo! Tapi bini lo." Dosen Bisma menyahut tak kalah nyolot.

Gue tersenyum kikuk, "E-enggak kok pak."

"Tuh dia juga enggak keganggu." Dosen Bisma duduk di kursi pak Arkan, "Yaudahlah gue disini aja, gak pa-pa jadi nyamuk juga."

"Bisma lo pergi gak?" Desis pak Arkan.

"Enggak." Dosen Bisma menggeleng. Sedetik kemudian dia tersenyum genit kearah gue. "Gue mau disini bareng bini lo."

"BISMA LO-!"

"Okey!" Dosen Bisma menggangkatkan tangannya. Dia bangkit dari kursi itu kemudian berjalan kearah gue.

Gue tersenyum tipis.

"Hallo Kaley ..." Dosen Bisma mengedipkan sebelah matanya.

Mata pak Arkan melotot melihat itu. Dia mengambil setumpukan kertas siap melayang kearah sang sahabat.

"LO-!"

"KABURRRR!!!" Dosen Bisma berlari keluar ruangan sambil tertawa terbahak-bahak.

Pak Arkan mendengus. Dia melirik gue kesel, "Jangan senyum ke dia saya gak suka!"

Gue melongo ditempat sempat kaget mendengar dia menggunakan kata 'saya' gue meringis lupa kalau ini area kampus.

"Jangan marah malu gak baik." Gue berjalan mendekat. Duduk disampingnya. "Aku mau ngasih ini."

Pak Arkan menatap kotak makan yang gue letakkan di atas meja.

"Bukain." Pak Arkan menjawab ketus.

Gue menatap wajah pak Arkan sebentar rahang cowok itu mengeras pasti gara-gara tadi.

"Kamu marah?" Tanya gue.

Pak Arkam diam.

"Mas." Panggil gue dan tidak ada jawaban, ge berdecak sebal. ,"Masa gara-gara tadi kamu marah?"

Pak Arkan masih diam.

Gue menghela nafas jengah berdiri dari kursi dan berjalan keluar. Bodoamat lah entar dia baikan dengan sendirinya.

Tangan gue terulur mau membuka knop pintu, dan disaat itu juga gue merasakan seseorang memeluk tubuh gue dari belakang.

"Jangan pergi." Pak Arkan mengeratkan pelukannya.

"Mas ini kampus." Gue membuat perlawanan sedikit, "Lepas ah!"

Pak Arkan tidak menyaut. Gue membalikkan badan jadi menghadap dia. "Jangan kaya gini. Takut ada yang liat."

Pak Arkan menggeleng, "Gak bakalan ada yang liat."

Gue membiarkan tingkahnya pak Arkan, lima menit berlalu engap juga kalau lama-lama pelukan begini.

Gue melepaskan pelukannya perlahan. Menatap pak Arkan lembut. "Udah ya?"

Pak Arkan memperhatikan gue lama. Pandanganya turun kearah bibir.

Gue menelan ludah kasar. Gue tau arah pikirannya pak Arkan kemana. "J-jangan mesum."

Pak Arkan mendekat, gue mundur. Sial! kenapa harus gini sih?

"Jangan deket-deket!" Bentak gue.

Pak Arkan menarik pinggang gue dengan sekali tarikan. Gue tersentak kaget saat tubuh kami saling beradu. "K-kamu jangan macem-macem ya!"

"Terserah aku dong, kamu kan istri aku." Pak Arkan tersenyum miring.

Mampus!

Mau lari juga gak bisa.

"Mas, ini kampus loh ... masa kamu mau mesumin aku dikampus?" Gue menahan wajahnya yang semakin mendekat. Pak Arkan menepis tangan gue kasar dia melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.

Jantung gue berdegup kencang. Pasrah dan menikmati adalah cara yang terbaik.

Gue memejamkan mata dikala pak Arkan memiringkan kepalanya. Hembusan nafas dia sangat terasa. Matanya pak Arkan ikut terpejam saat kedua bibir kita menyatu sempurna.

"LUMAT AR!! LUMAT HAHAHAAA!!!"

Sontak gue sama pak Arkan saling mendorong untuk menjauh menatap sang pelaku secara sepontan.

"BISMA?!"

"DOSEN BISMA?!"

Jerit kita barengan.

Dosen Bisa nyengir tidak berdosa dibalik kaca jendela.

***

SALAH SATU HAL YANG JANGAN DI CONTOH YA!😁

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang