37 || Perjuangan

202K 17.2K 3.5K
                                    

Arkan pov.

Gue menjambak rambut frustasi. Melihat Kaley yang turun dari ranjang. Dia tidur dikamar tamu. Gue enggak pernah nyangka semuanya akan serumit ini. Setelah beberapa menit gue diam diatas kasur akhirnya gue turun juga. Menyusul Kaley untuk tidur bareng dikamar tamu. Mungkin udah keseringan tidur bareng dia sekalinya ditinggal aneh aja gitu.

Tangan gue memegang knop pintu. Gelap. Sepertinya Kaley udah tidur deh. Gue ngerebahin diri disamping dia dan masuk kedalam selimut memeluknya dari belakang. Ntah udah berapa kali gue minta maaf sama Kaley tapi enggak direspon sama sekali yang ada gue selalu ngedenger suara isakan pilunya.

Gue berdesir mengingat kejadian tadi siang. Betapa oon nya gue malah ninggalin Kaley sendirian dalam keadaan kacau. Posisi gue pada saat itu bener-bener bingung. Viola pingsan dan hidungnya berdarah. Gak mungkin kan gue diamin dia?

Gue membalikan tubuh Kaley menjadi menghadap gue. Memperhatkan mukanya dari dekat. Gue meringis pasti dia habis nangis lagi. Hati gue perih waktu mendengar suara Kaley didalam kamar mandi. Gue harus beresin ini secepatnya. Gue enggak mau masalah ini berlarut-larut.

"Maaf ley." Gue meluk Kaley lebih erat,"Aku yakin masalah ini akan cepat selesai. Apapun resikonya."

***

Gue bangun lebih awal dari bini gue. Sengaja sebenarnya. Gue akan kerumah mamah terlebih dahulu mau minta tolong ke Bokap buat ngebantu gue ngejelasin semuanya ke Kaley. Kepala gue bener-bener mumet memikirkan masalah ini. Gue semalaman enggak bisa tidur karna gelisah terus. Gue masuk kekamar atas untuk mandi.

Gue pergi dengan menggunakan motor biar lebih cepat. Pada saat didepan rumah gue masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu. Waktunya mepet.

Mata gue melirik semua keluarga gue yang lagi kumpul sarapan pagi. Gue mendesis melihat disana enggak ada Viola. Kalau ada Viola sekalian aja gue bongkar semuanya. Gue duduk. Semua orang menatap gue heran.

"Loh Arkan?" Mama membuka pembicaraan. Dia melihat gue kaget."Kok tumben kesini pagi-pagi begini?"

"Arkan mau ngomong serius." Gue menatap mata mereka yakin,"Kaley tau semuanya."

Mereka diam.

"Kaley tau semuanya tentang Viola."

"H-hah?" Viona menatap gue kaget,"Terus gimana Viola? oh apa jangan-jangan Viola pingsan dan enggak sadarkan diri itu karena ngeliat lo sama Kaley?"

Gue mengangguk,"Kemungkinan besar gue bakalan bongkar semuanya sama Viola."

"Lo Gila!" Vino menatap gue jengkel.

"Yang ada lo yang gila!" Gue melotot,"Lo parnah gak mikirin gimana perasaan Kaley hah?"

"Gue juga gak bakalan minta tolong sama lo kalau gue bisa!" Vino mengepalkan kedua tanganya,"Dan lo liat gimana keadaan Viola setelah ngeliat lo sama Kaley? dia drop lagi. Lo mau bikin dia koma untuk ketiga kalinya?"

"Bahkan lo juga gak pernah liat keadaan rumah tangga gue!" Gue ngeliat Vino tajam.

"Lo nikah cuma karena perjodohan belaka." Vino terkekeh mengejek,"Dan lo cinta sama cewek ingusan kaya dia?"

Gue ngeliat Vino murka,"JAGA BICARA LO BANGSAT!"

"Cukup." Bokap berbicara dingin,"Vino kamu masuk kamar."

Vino bangkit dari kursi. Sebelum pergi dia menatap gue sinis. Disusul oleh nyokap. Gini nih yang bikin gue muak sama dia kalau udah menyangkut Viola pasti bawaanya emosi mulu.

"Udah Arkan kamu jangan ladenin Vino." Bokap menatap gue,"Jadi?"

Gue mendengus,"Kaley udah tau tentang Viola. Dia sekarang salah paham sama Arkan."

"Kok bisa?" Bokap mengangkatkan sebelah halisnya,"Emang kamu enggak jelasin waktu ayah menyuruh kamu?"

Gue menggeleng.

"Bodoh." Desis bokap.

Gue meringis. Bokap gue kalau maki-maki anaknya sendiri emang enggak suka tangung-tangung."Bantu Arkan pah."

"Ayah enggak bisa bantu urusan rumah tangga kamu." Bokap menggeleng,"Kamu udah dewasa Arkan. Kamu harus bisa nyelesain masalah kamu sendiri. Enggak selamanya kamu bergantung pada ayah."

"Yah.." Gue menatap Bokap dengan tatapan memohon,"Kali ini aja Arkan mohon."

Bokap menggeleng kuat,"Kamu yang mulai. Kamu juga yang harus mengakhiri."

"Tapi-"

"Ayah mau berangkat kekator dulu. Kamu mau berangkat bareng atau sendiri?" Bokap meneguk air putih seraya menatap gue.

"Enggak." Gue menggeleng,"Arkan harus pulang dulu. Kaley dirumah sendirian."

Bokap mengiyakan. Gue salim.

"Ayah berangkat dulu." Bokap menepuk-nepuk pundak gue,"Ayah yakin kamu bisa menyelesaikan masalah kamu sendiri. Assalamualaikum."

Gue mengangguk,"Waalaikumsalam."

Gue mendesah lesu. Gue harus gimana ngejelasin sama Kaley nya? kalau dia enggak percaya gue harus apa?

Gue mengusap wajah gue kasar,"Argh!"

Gue berjalan menuju motor. Melajukan dengan pikiran super pusing. Tangan kanan gue memperkuat kelajuan. Gue mau ngejelasin semuanya sama Kaley sampe dia ngerti dan paham. Gue juga enggak mau ngeliat Kaley nangis mulu cuma gara-gara kesalah pahaman ini. Masalah Viola belakangan. Kaley dulu sekarang. Dia bini gue.

***

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang