34 || Sedikit lagi

179K 16.9K 668
                                    

Gue berdiri di pinggir jalan menunggu pak Arkan jemput dan gila nya gue nunggu pak Arkan udah hampir satu jam!

Gue chat gak dibales, di telefon enggak diangkat. Itu orang lagi ngapain sih? Daritadi gue melirik jalanan dan gak ada, yaelah mana ini panas banget lagi!

Gue mengusap pelipis gue yang berkeringat, "Pak Arkan kemana sih?"

"Woy Ley!"

Gue menengok ke arah kanan di sana ada Reynald yang lagi berdiri melambaikan tangan ke gue, "Lagi ngapain lo?"

"Ngemis."

"Pantes aja sih," Reynald mengangguk. Dia berdiri disamping gue. Menawarkan air mineral di tangannya. "Mau gak?"

Tanpa banyak cincong gue ambil. Gue teguk air yang sisa setengah itu sampai abis, berhubung gue aus sekaligus gedek sama pak Arkan.

Reynald terkekeh, "Aus mbak?"

"Nald, lo pulang bareng siapa?" Gue menengok ke arah dia, menatap males mukanya. "Kalau sendiri gue nebeng." 

"Sendiri," Reynald menggangkatkan kunci motor, "Tapi gue harus ke kafe dulu beli makanan buat di kosan."  

"Gue ikut," Gue nyengir, "Sekalian gue juga lapar belum makan dari pagi."

"Yaudah ayok!"

***

Pikiran gue terhiyang-hiyang mengingat pak Arkan, jadi ceritanya gue di php in nih? seumur-umur baru gue di php in kaya begini, asli kesel gue. 

"Beb, tadi lo nunggu siapa?" Reynald ngelirik gue lewat sepion motornya.

"Nunggu pak Arkan."

"Jadi bener lo udah merrid sama dia?"

Gue ngangguk.  

"Berarti lo udah enggak perawan dong?"

"Kurang ajar lo!" Gue menoyor kepala nya bari belakang, "Gue masih perawan ya!" 

"Kok gitu?" Reynald melirik gue aneh, "Ya harusnya lo ngejalanin kewajiban lo dong."

"Gue belum siap Nald," Mata melihat jalanan, "Lagian gue nunggu wisuda dulu."

"Bener juga sih," Reynald mengangguk, "Tapi kok lo malah pulang bareng gue bukanya pak Arkan?"

"Gue udah nunggu dia hampir satu jam tapi belum datang juga! Yaudah gue pulang bareng lo."

Lagi-lagi Reynald mengangguk, dia sesekali melirik gue, "Kenapa lo ngeliatin gue mulu?"

"Lo cinta sama pak Arkan Ley?" Reynald menambahkan kecepatan motornya.

"Gak tau." Gue mengangkat bahu acuh, "Gue juga belum ngerti sama perasaan gue sama dia, gue masih ambigu cinta enggak sama pak Arkan."

"Aneh bener." Reynald menggeleng kepala nya tidak habis pikir, "Jadi lo nikah sama pak Arkan atas dasar apaan?"
 
"Perjodohan."

"What?!" Reynald melotot kaget, "Jadi lo nikah sama dia karena dijodohin?"

"Iya." Gue mengangguk lagi, "Awalnya gue nolak abis-abisan, tapi karena itu permintaan nenek terakhir kalinya gue enggak tega sama nenek gue. Lo tau kan gue sayang banget sama nenek gue jadi mau gak mau gue harus mau."

"Sumpah cerita lo kaya di novel-novel haha ..." Reynald ngakak, "Turun."

Gue turun dari motor nya Reynlad. Ternyata kafe yang di maksud Reynald kafe yang deket rumah pak Arkan. Gue juga sering kesini.

Reynald masuk duluan ke dalam kafe, gue mengikuti dari belakang.

Setelah beberapa menit gue menunggu makanan yang Reynald pesan, akhirnya datang juga! Gue keluar duluan, gerah soalnya belum lagi gue pake hoodie yang kegedan.

"Eh, eh, Ley." Reyland menepuk-nepuk pundak gue.

Gue berbalik menghadap dia, "apa?"

"Bukanya itu pak Arkan ya?" Reynald menatap jalanan di ujung kiri, "Iya bukan sih?"

"Mana?" Dahi gue berkerut, mata gue mengikuti arah yang Reynald tunjuk. "Loh iya, tapi ... kok dia sama cewek ya?"

"Hayo loh ..." Reyland menepuk pundak gue lebih keras, "Cewek nya pake kursi roda?"  

Gue menahan dada gue yang mulai sesak, gue mencoba berpikir positif, enggak mungkin itu pak Arkan kan? Tapi cewek itu ... cewek yang selama ini gue cari tau?

"Kaya lagi sakit." Gue menatap kedua insan itu lebih tajam, takut salah liat. "Itu pak Arkan bukan sih?"

"Samperin aja gih!" Reynald mendorong tubuh gue, "Daripada lo kepikiran terus entar."

"Harus banget emang?" Gue menatap Reynald males, "Kalau gue salah gimana? kan gue yang malu."

"Iya sana!"

"Nitip." Gue nyerahin Tote bag gue ke Reynald, "doa in ya semoga itu bukan pak Arkan! HAHAHAHA."

"Dasar gila! bukanya panik masalah ketawa." Reynald mendengus.

Gue lari kecil menuju yang tersangka. Sebenarnya gue deg-degan parah tapi coba gue tutupi kalau memang itu pak Arkan gue harus gimana? sekarang aja gue udah lemes, gue belum siap menerima kenyataan pahit.     

Gue diam melihat dua insan itu tertawa bahagia, gue menelan ludah kasar, dari badannya mirip banget sama pak Arkan suara tawanya juga.

Gue melangkahkan kaki untuk mendekat, rongga tenggorokan gue mulai menyempit, tangan gue mulai juga udah mulai gemetar, saat si cowok mengusap rambut cewek nya dengan penuh kasih sayang.

Ayolah Ley .... jangan berpikir negatif dulu itu belum tentu pak Arkan.

Gue udah berdiri di belakang cowok itu. Gue memejamkan mata gue sesaat untuk menenangkan diri.

Tangan gue terulur untuk menepuk pundaknya, "Mas Arkan?" 

Cowok itu berbalik, "K-kaley?"

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now