46 || Membaik

202K 18.3K 636
                                    

KALEY POV.

Jarum jam terus berputar, hening. Tidak ada yang memulai pembicaraan gue menghela nafas gusar dan menurunkan pandangan kearah pak Arkan yang sedang merebahkan kepalanya dikasur. Tangan gue mengelus rambutnya, sudut bibir pak Arkan terangkat membentuk sebuah senyuman.

"Kok belum tidur?" Gue bertanya halus, "Besok ngantor kan?"

"Gak bisa tidur." Pak Arkan membenarkan posisinya, menyenderkan kepalanya di kursi.

Gue menatap pak Arkan lama jelas pak Arkan pasti enggak bisa tidur di rumah Mama nya juga udah enggak terlalu betah semenjak nikah sama gue apalagi ini dirumah sakit.

"Sini!" Gue menepuk-nepuk kasur yang berada disebelah gue, ukuranya cukup mungkin untuk berdua.

Pak Arkan mengangkatkan sebelah alisnya, "Ngapain?"

"Tidurlah," Jawab gue, "Katanya gak bisa tidur."

"Emang muat?" Mata pak Arkan melirik sekilas kearah kasur yang gue tempati, "Kasurnya juga kecil gitu."

"Muat." Gue mengangguk.

Pak Arkan berjalan mendekat dan menaiki kasur, gue menggeserkan tubuh sedikit. Dia merebahkan dirinya di samping gue serta menatap gue lekat.

Gue menelan ludah kasar walaupun tiap hari sering tidur bareng tapi kali ini berbeda ini terlalu dekat, sungguh.

"A-apa?" Tanya gue setengah mampus.

Pak Arkan menggeleng dia semakin mempertipis jarak tangannya terulur menyentuh sudut bibir gue yang sedikit robek. "Sakit?"

Gue terdiam menahan nafas. Gila ini deket banget coy!

"E-enggak." Gue menggeleng penuh yakin padahal boong ini perih.

Pak Arkan mengulas senyum aneh gue bergidik ngeri melihatnya.

"Berdarah." Pak Arkan mengadukan kedua jidat kita memiringkan sedikit kepalanya, dia menempelkan bibirnya ke sudut bibir gue dan menghisapnya dengan penuh sensasi, sensasi itu langsung menyerang sekujur tubuh.

Pak Arkan melepaskan tautannya, lagi-lagi mata kita saling tatap sontak gue mengalihkan padangan bisa-bisa kebablasan entar.

"Aku ke kamar mandi dulu Ley," Ucap pak Arkan. Lantas dia beranjak dari kasur pergi gitu aja menuju kamar mandi seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Hebat sekali!

Gue mengangguk tanpa melihat pak Arkan, wajah gue menanas.

Lima menit berlalu pintu kamar mandi terbuka lebar terpampang lah seorang Arkan Bayangsara yang sedang membenarkan posisi rambutnya.

Ck! Nih dosen banyak gaya banget asli.

"Mas, aku kapan pulang?" Tanya gue saat pak Arkan udah kembali merebahkan tubuhnya di samping gue, "Aku bosen mau pulang."

"Lusa Ley," Pak Arkan melingkarkan tangannya ke pinggang, "Makanya kamu cepat sembuh aku juga gak betah disini rame, males."

Gue terkekeh, "Sejak kapan kamu jadi enggak suka banyak orang?"

"Entah." Pak Arkan mengangkatkan bahunya acuh. Dia menenggelamkan kepalanya ke leher gue.

Gue mengembuskan nafas panjang mengelus kepalanya pak Arkan sampai terlelap. Berhubung gue belum ngantuk jadi gue enggak bisa tidur, mata gue terpaku pada wajahnya pak Arkan.

Suara pintu terbuka di sana ada Mama Miya yang berjalan menghampiri gue.

"Loh kok Arkan malah tidur disini?" Nyokap melirik anaknya yang tertidur pulas di samping gue.

"Gak pa-pa mah kasian mas Arkan kecapean kayanya." Gue senyum.

"Kamu udah baikan nak?"

"Udah Ma."

"Syukurlah kalau gitu." Nyokap kembali menatap pak Arkan yang tertidur pulas tanpa terusik, "Anak ini ..."

Gue terkekeh geli.

"Arkan manja banget ya sama kamu?" Dia bertanya, sedetik kemudian dia berdecak. "Padahal belum pernah tuh dia kaya gitu sama Mama."

"Emang iya mah?" Gue menatap nyokap tidak percaya. "Kaley kira selama ini Mas Arkan manja sama aku karena keseringan manja-manja sama Mama."

"Mama serius loh ..." Nyokap berusaha meyakinkan gue dengan tatapannya, "Arkan manja sama Mama saat sakit aja itu juga kalau gak salah terakhir waktu SMA kelas tiga, Mama maklumi sih awal-awalnya mungkin dia udah besar pikir Mama eh, taunya pas ngeliat Arkan meluk kamu lagi tidur gini ternyata dia lebih manja sama kamu ya."

"Mama gak nyesel jodohin Arkan sama kamu sayang." Lanjut Mama.

Gue tersenyum simpul.

"Kalau gitu Mama keluar dulu ya ..." Nyokap tersenyum manis. "Kalau Arkan tidurnya berantakan kamu dorong aja sampe jatuh."

Gue tercengang kemudian ketawa pelan.

"Oh iya, tadi bunda kamu pulang dulu nak." Nyokap memberitahu. "Katanya ada urusan mendadak, kamu tenang aja Mama jagain di luar ya sama Papa."

Gue mengangguk seraya tersenyum, "Iya Ma, akasih banyak."

"Ah kamu kaya sama siapa aja." Nyokap terkekeh geli.

Gue nyengir.

***

Pukul 3 subuh. Tidur gue mulai terusik saat merasakan nyeri dibagian kepala. Mungkin efek hantaman waktu kecelakaan kemarin namun sakitnya tidak terlalu menganggu.

Tidurnya pak Arkan juga udah kelihatan enggak nyaman, dia perlahan membuka kelopak matanya, dahinya mengerut melihat gue yang sedang memegangi kepala, "Ley kamu kenapa?"

"Pusing ..."

Pak Arkan bangkit dari tidurnya. Dia mengambil minyak hangat dan mengoleskannya ke pelipis gue serta mulai memijatnya. "Masih sakit?"

"Enggak terlalu."

"Aku panggil dokter ya?"

"Jangan."

Gue bisa mendengar helaan nafasnya, "Biar langsung diobatin Ley."

"Enggak mau." Rengek gue.

"Yaudah sini." Pak Arkan menarik gue kedalam dekapannya. Dia terus memijat pelipis gue sampai tertidur pulas.

"Cepat sembuh sayang."

Semar-semar gue mendengar suaranya pak Arkan dan merasakan sesuatu yang kenyal menempel di pipi kanan gue.

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now