30 || Let's start this game

201K 18K 3.3K
                                    

Arkan pov.

Gue melirik Kaley yang lagi asik sama ponselnya sendiri. Istri asem emang! laki sendiri dicuekin. Gue merebahkan diri di karpet berbulu, posisi gue sekarang di ruang tamu daritadi gue tuh mikir kok Kaley bisa ya ketemu sama Amara? Apalagi kelihatannya dia akrab banget. Pikiran gue melayang-layang antara curiga atau percaya. Ya aneh aja masa iya bolos kuliah cuma mau beli obat? beli obat emangnya berapa jam?

Gue mengusap wajah gue frustasi. Kaley bicara apa aja sama Amara?

Ting!

Notif ponsel gue berbunyi. Gue meraih dibalik saku kemeja.

Mama : Arkan, kamu kerumah Mama sekarang bisa?

Dahi gue berkerut. Tumben mama sms gue.

Bisa mah, kenapa?

Mamah : Penting, jangan bawa Istri kamu dulu.

Gue diam sambil menatap ponsel gue heran. Ini Mama gue enggak salah ketik kan? Masa enggak boleh bawa bini gue sendiri sih? Biasanya kan dia tuh seneng banget kalau Kaley ke rumah. Waktu awal perjodohan juga dia yang paling ngotot diantara semuanya.

Kok gak boleh?

Mama : Viola.

Arkan kesana sekarang.

Gue bangkit dari tidur menghampiri Kaley, "Kaley, aku ada urusan mau keluar dulu sebentar."

Kaley menatap gue heran, "Kemana?"

Gue meringis, "Meeting di kantor dadakan soalnya."

Duh ley, maafin gue ya. Gue terpaksa bohong.

Kaley melirik gue lama, gue menelan ludah kasar, "Boleh?"

Kaley menghela nafas pelan, "Yaudah sana."

"Aku pergi dulu." Pamit gue.


"Hati-hati."

"Awas jangan kangen." Gue ngedipin sebelah mata ganjen.

"Amit-amit." Kaley mengusap dadanya dramatis.

Gue terbahak.

***

Langit menampilkan sebuah senja. Bertanda sore akan berganti malam.
Gue mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata-rata. Menatap penuh tanya jalanan depan.

Viola.

Nama itu terus terhiyang dipikiran gue. Dari wajahnya, harumnya serta tawa di balik ketidak tahuan. Gue tersenyum kecut, entah ini awal dari segalanya atau akhir dari segalanya?

Motor besar gue berhenti di rumah tempat gue di besarkan. Tanpa basa-basi gue menerobos pintu masuk di sana ada Vino, nyokap, dan bokap. Gue menghampiri meraka.

"Ada apa?" Tanya gue langsung.

"Bisa kamu duduk dulu?" Tanya bokap.

Gue duduk disebelah Vino.  Semua raut mukanya tegang. Gue semakin penasaran, "Ini pada kenapa?"

"Tanya pada adik kamu." Suara berat bokap membuat gue bergidik ngeri.

Gue melirik Vino yang lagi menunduk lesu, "Kenapa?"

"V-viola kak ..."  Cicit Vino.

Gue menatap Vino tajam, "Kenapa dengan Viola?"

Dia ngeliatin gue sendu, "D-dia membaik."

Gue menggangkatkan alis menatap Vino heran, "Terus?"

"Kak ... Vino mohon ... Tolong kakak bersandiwara kaya dulu lagi." Vino menatap gue penuh harap, "G-gue mohon ..."

"Lo gila!" Bentak gue, "Gue sekarang udah punya istri!"

"Arkan!" Bentak nyokap. nyokap gue menangis sesenggukan, "Tolongin adik kamu kali ini aja."

Gue menggeleng enggak terima, "Arkan udah punya Kaley mah, mana bisa Arkan bersandiwara kaya dulu lagi?"

"K-kak gue mohon ... Kali ini aja." Mata Vino mulai berair, "G-gue bakalan ngelakuin apapun yang lo mau. Asal lo bantu gue untuk masalah ini."

"Gue gak bisa Vin." Gue menggeleng, "Gimana perasaan Kaley kalau gue harus bermain dibelakang dia?"

"Cuma sementara kak ..." Vino memegang tangan gue erat, "G-gue bakalan kasih tau semuanya setelah Viola sembuh total."

"Dan kalian gak tau kapan Viola sembuh bukan?" Gue mendesis melirik bokap minta bantuan, "Yah, Arkan harus gimana?"

"Ikut Ayah." Bokap bangkit dari kursi menuju balkon kamar gue.

Gue ikut di belakang bokap. Rasanya kepala gue mau pecah. Sandiwara itu akan kembali dimulai. Bahkan akan lebih rumit.

"Kasih tau semuanya sama istri kamu." Desis Bokap. "Jika kamu enggak kasih tau maka keluarga kamu akan goyah."

"Mana bisa?" Gue meringis, "Istri mana yang bisa menerima suami nya berkhianat dengan wanita lain?"

"Kamu enggak berkhianat." Bokap menggeleng, "Hanya saja dia sangat merepotkan!"

"Arkan gak tau." Gue menutupi muka gue pake telapak tangan, "Arkan pusing."

"Kalau bukan karena Vino ayah enggak sudi merawat dia bertahun-tahun." Bokap mengepalkan kedua tangannya, "Pacar Vino benar-benar menyusahkan!"

Gue tersenyum miring, "Dan rumah tangga Arkan menjadi taruhanya."

"Ayah jamin keluarga kamu pasti baik-baik saja." Bokap mengangguk pasti, "Hanya saja gimana istri kamu, jika istri kamu percaya sama suaminya sendiri, keluarga kamu akan aman ... tapi jika tidak, akan sebaliknya."

Dada gue sesak. Pada saat gue udah cinta sama Kaley kenapa Viola harus membaik?

Kenapa sandiwara itu harus terulang lagi?


***

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang