32 || Dimulai

184K 16.4K 1.4K
                                    

Jalanan ibu kota masih ramai walaupun matahari sudah terbenam. Hembusan angin malam menyentuh kulit jenjang gue. Bisa di bilang malam itu adalah surga bagi para kaum remaja. Hidup itu seperti Metamorfosis. Bertahap dari fase ke fase dan gue akui bahwa seiring berjalanya waktu beban hidup semakin berat dan bertambah.

Gue mempercepat kelajuan motor. Baru beberapa jam aja gue udah kangen sama Kaley. Gak pa-pa bilang aja gue bucin, tapi itu faktanya. Setelah dua puluh menit gue berkendara akhirnya gue nyampe juga di rumah.

Gue mengeluarkan kunci cadangan rumah. Udah biasa sih, tiap kali pergi gue selalu membawa kunci cadangan. Biar gampang masuk rumah tanpa gedor-gedor pintu.

Gue membuka pintu kamar tanpa menimbulkan suara. Mood gue langsung naik ketika melihat Kaley baru aja selesai mandi, karena dia cuma pake handuk doang. Ide jail keluar dari otak gue tiba-tiba, gue berjalan pelan-pelan kearahnya lalu memeluk dia dari belakang.

"Baru mandi?" Gue mengecup pundaknya yang polos.

Kaley meronta, "Apaan sih lepas ah!"

Bukanya ngelepasin gue malah makin meluk dia. Sayang kan kalau dianggurin gitu aja jarang-jarang gue ngeliat dia cuma pake handuk doang ...

"Cium dulu." Gue tersenyum dibelakang leher dia sesekali menghisap nya, "Wangi banget mandi berapa sabun?"

"Jangan dihisep dong! ntar ada bekasnya." Kaley menepuk-nepuk tangan gue yang diperutnya, "Awas mas! Aku mau pake baju."

"Sini aku pakein." Gue melepaskan pelukanya, "Mau pake baju apa?"

"Dasar mesum!" Kaley mendengus, "Minggir sana!"

Gue ngedumel-dumel sambil ngejauh dari Kaley. Biarin aja gue bisa liat dia dari belakang. Lama kelamaan gue bosen juga. Gue merebahkan diri ke kasur.

Mengirup dalam-dalam aroma greentea. Aroma yang memabukan jika berdekatan lama-lama dengan Kaley. Mata gue melirik sekilas Kaley yang berjalan menuju gue pasti dia nyuruh gue mandi.

"Mandi dulu sana baru rebahan." Kaley menarik-narik tangan kanan gue, "Mas Arkan susah banget sih dibilangin!"

"Bentar." Gumam gue. Daritadi gue mikir gue harus bilang apaan sama Kaley? masalah Viola ini bener-bener buat gue frustasi berat. Ngeliat wajah lugu nya Kaley membuat gue selalu mengurungkan niat gue buat bicara.

Mungkin nanti.

Gue mendesah pelan, "Kaley."

Kaley mengangkat sebelah alisnya, "apa?"

"Sini dong deketan jauh-jauh amat." Gue melirik Kaley sebal.

Kaley mempertipis jarak. Dia melihat gue heran, gue terkekeh jail lantas menarik tangannya sampai jatuh di atas tubuh gue.

"Tuhkan!" Kaley berontak, "Kamu bau tau gak?"

Gue cium pipi Kaley sekilas, "Besok pembagian dosen pembimbing, kamu sama aku ya?"

"Mana bisa?" Dahi Kaley berkerut, "Lagian ya, aku tuh maunya sama Dosen Bisma kalem gitu loh enggak kaya kamu dingin banget yang ada aku jadi mahasiswa abadi, ogah ah."

Gue melotot enggak terima. Enak aja masa sama laki sendiri enggak mau? malah milih Bisma yang lebih sengklek dari gue.

"Iya-iya, kamu sama aku kok."Gue mengangguk, "Tenang aja kamu gak bakalan jauh-jauh dari aku."

"Dih apaan ngaco banget." Kaley merebahkan kepalanya di dada bidang gue. Tuh nyaman juga kan lo, "Pede banget."

"Kamu bimbingan sama aku ya Ley?" Gue mengelus-elus rambut pirang Kaley, "Biar gampang."

"Emang bisa?"

"Bisa." Gue mengangguk mantap, "Kalau kamu mau, aku usahain."

"Bosen dong mata aku ngeliatnya kamu lagi, kamu lagi." Kaley berdecak, "Kali-kali liat yang bening dikit."

Wah ... ini nih awal dari masalah keluaraga. Kurang bening apalagi gue coba? Ganteng so pasti. Keren? Gak usah ditanya lah. Semua orang juga tau gue keren dari lahir. Populer? Satu universitas tau siapa gue.

Bercanda yaelah. Gue hanya serpihan bubuk kalau di mata Kaley, ada bagus-bagus nya heran.

Gue memiringkan tubuh, Jadi sekarang posisi kita saling berhadapan. Tangan gue masuk ke baju Kaley, memeluknya. Kebiasaan baru, gue kalau meluk Kaley harus merasakan kulit punggungnya. Kaley juga udah terbiasa sama sikap gue.

"Masih beningan aku dari pada Bisma." Gue mengulurkan lidah, "Lagian kamu bakalan dapat dosen pembimbingnya aku."

"Kata siapa?" Kata memutar bola matanya malas, "Beningan dosen Bisma lah. Udah baik, ramah, pinter, masih muda, dan gan-"

"Terserah!" Gue bangkit dari ranjang menuju kamar mandi. Panas kuping gue dengar Kaley muji-muji Bisma.
Gue yang suami nya belum pernah tuh di puji-puji gue sampai begitunya.

"AKU BERCANDA MAS!" Teriak Kaley di luar kamar mandi, "KAMU KOK YANG PALING GANTENG HAHAHA!!"

Tuh kan dia mah kaya gitu kalau muji gue pasti ada ketawa ngeledeknya, kan kesanya dia tuh bohong sama gue. Gue berdiri di depan cermin kamar mandi. Menatap lama pantulan cermin.

Lagi asik-asik gue ngelamun. Tiba-tiba ada yang meluk gue dari belakang. Kaley, dia masih cegegesan gak jelas.

"Aku mau kok bimbingan sama kamu." Kaley mengecup pundak gue bertubi-tubi.

Gue berdesir saat merasakan bibir Kaley menyentuh bagian sensitif gue.

"Sama Bisma aja sana." Gue menyorot Kaley sinis.

"Yaudah aku sama pak Bisma aja."

"Tuh kan!" Gue mendesis, "Ngapain kamu ngikutin aku sampai masuk ke kamar mandi?"

"Ngeliatin kamu mandi!" Sentak Kaley.

Mata gue melotot.

"Ya enggak lah." Kaley memutar tubuh gue menjadi menghadap dia, "Kamu tuh ngambek mulu kalau enggak di susul pasti marah nya sampe besok."

Bener sih, gue tuh orangnya kaya gitu apalagi kalau lagi banyak masalah kaya gini pasti lebih sensi dari biasanya.

"Bener kan?" Kaley mengangatkan satu alisnya menggoda.

Gue mengangguk, lantas memeluk dia erat.

Ting!

Yaelah siapa sih malam-malam gini ngechat? Gak tau situasi banget. Gue membalikkan ponsel gue dari balik tubuh Kaley, jadi gue melihat ponsel tanpa melepas pelukannya.

Vino : Viola siuman bang.

***


Dosen KampusWhere stories live. Discover now