40 || Mask

205K 18.1K 1.2K
                                    

Gue masuk ke dalam kamar secara perlahan, pak Arkan marah sama gue karena kejadian waktu di kampus barusan. Mata gue melirik pak Arkan yang lagi berbaring di ranjang.

Dia lagi tidur, gue duduk di kursi rias mengambil kapas untuk membersihkan muka pada saat gue membuka laci di sana ada dua masker yang belum gue pake.

Gue tersenyum miring, mengambil dua masker itu lalu menaiki ranjang dengan hati-hati karena kalau kagak bisa gagal rencana gue, tangan gue menyikirkan anak rambut pak Arkan yang menutupi jidatnya.

Pelan tapi pasti. Gue mulai menempelkan masker itu kewajahnya. Tidurnya pak Arkan bahkan enggak terusik sama sekali. Gue cekikikan melihat mukanya dia yang udah tertempel masker dengan motif love.

Tangan gue meraih ponsel di saku celana danmotretnya.

Ckerek!

Astagfirullah! Gue lupa volume ponsel gue belum di heningkan. Gue meringis melihat kepalanya pak Arkan mulai bergerak-gerak dengan cepat gue mengelus-elus rambutnya, biasanya dia tidur lagi lah ini malah melek Allah huakbar!

Pak Arkan ngeliatin gue lama, bengong sih lebih tepatnya. Kayanya dia belum nyadar deh wajahnya ditempelkan masker sama gue. Saat kesadarannya mulai pulih pak Arkan memegangi pipinya mungkin efek dari maskernya yang dingin.

Dahi pak Arkan berkerut, "Apaan ini?"

"Oh itu." Gue nyengir kurang ajar, "Masker."

"Kamu pakein aku masker lagi tidur?" Pak Arkan berdecak. Ponsel gue direbut paksa sama dia, mata pak Arkan melotot melihat wajah nya udah putih-putih karena ulah gue. "Muka gue Kaley!"

Gue ketawa keras mendengar dia pake kata 'gue' karena sangking kesalnya.

"Diam dulu dong jangan dicopot." Gue menahan tangannya yang mau melepaskan masker itu. Sayang dong maskernya masih basah masa udah dicopot. "Gitu aja bagus hahaha!!!"

"Durhaka kamu sama laki sendiri ley," Pak Arkan ngeliatin gue sinis, "Masa suami lagi tidur dimaskerin sih?"

Bukanya takut gue malah makin ketawa keras. Serius mukanya dia bikin mood banget. "Ini bagus buat muka kamu."

"Ya, kan, ini buat cewek!" Pak Arkan berdecak sambil memperhatikan wajahnya terus dipantulan ponsel gue, "Pake ada stiker love merahnya gini lagi, yaallah muka aku ley."

"Bentar, kita poto dulu." Gue memasangkan masker kewajah gue. Biar kaya orang-orang gitu loh. "Satu ... dua ... tiga ..."

Tawa gue pecah pas ngeliat hasil potonya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tawa gue pecah pas ngeliat hasil potonya. Kaya kepaksa banget ekspresinya. Apalagi lirikan matanya. Tangan gue gatel mau ngepost tapi enggak boleh kalau masih sayang nyawa.

Pak Arkan duduk bersila sambil ngehadap gue. Memasang muka super malas. "Ini gimana cara bukanya?"

"Sini aku bukain." Gue membuka masker yang ada di wajah pak Arkan. Dalam hati gue bertanya-tanya kalau pak Arkan makin marah sama gue gimana? "Kamu masih marah sama aku?"

"Kamu sebenernya sama Reynald ada hubungan apa sih?" Pak Arkan bertanya serius, "Jujur aku enggak suka ngeliat kamu dekat banget sama dia belum lagi tadi kejadian di kampus bikin aku gak mood ngajar tau gak?"

"Maksud aku bukan gitu." Gue meringis, "Aku sama Reynald dekat cuma sebatas teman, kalau soal yang aku pilih keluar dari pada ngejelasin aku minta maaf."

"Aku udah mulai sayang sama kamu ley." Pak Arkan mengalihkan pandangannya, "Aku paling enggak suka kalau milik aku disentuh sama cowok lain."

Gue terdiam, otak gue berusaha mencerna ucapan pak Arkan barusan.

Pak Arkan sayang sama gue?

Aduh berasa ada kupu-kupu melayang-layang dihati gue. Baru kali ini gue ngerasain ada sesuatu yang berbeda saat laki-laki ngungkapin perasaannya ke gue. Biasanya reaksi gue biasa aja, pol-polan gue kaget doang.

"Aku usahain buat enggak terlalu deket sama Reynald." Gue menatap pak Arkan serius, "Kamu juga dong kalau dicentilin sama cewek dikampus jangan diladenin."

"Kan bukan aku yang mulai duluan." Gerut pak Arkan, "Kenapa kamu marahnya sama aku?"

Gue menghela nafas. Adu argumen sama dia gak bakalan menang. Gue merebahkan diri diranjang melihat langit-langit bercat putih pikiran gue tertuju pada Dean udah lama gue enggak ketemu Dean.

"Dia apa kabar ya?" Gumam gue.

"Dia siapa?" Pak Arkan ngeliatin gue tajam.

"Dean mas, Dean." Gue berdecak sebal.

"Kamu kangen?" Pak Arkan ikut merebahkan tubuhnya dipinggiran gue. Dia meluk gue dari samping.

Gue mengubah posisi menjadi menghadapnya. "Iya, aku kangen banget sama Dean."

"Nanti malam kerumah mama mau?" Pak Arkan mendongak, "Tapi jangan nginep pulang aja."

Gue menatap pak Arkan bingung, "Kamu lagi ada masalah sama kaluarga kamu?"

"Enggak." Pak Arkan menggeleng, "Di sana rame, males mending disini berdua doang gak ada yang ganggu."

"Dih apaan sih!" Gue mukul pelan lengannya pak Arkan, "Lagian siapa juga yang ganggu? biasanya kan setiap nginep berdua gak ada yang ganggu."

"Tapi masalahnya."

"Masalahnya?" Dahi gue berkerut.

"Sekarang di rumah ada Viola ley."

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now