43 || Viola II

199K 18K 1.3K
                                    

Pukul 10:30 pagi. Gue sama teman-teman lagi di kantin, daritadi gue merhatiin seluruh teman gue kok sibuk banget gitu ya sama laptop nya. Gue meringis saat teringat sesuatu pasti itu orang pada lagi ngerjain skripsi.

Gue juga sebenarnya udah ada judul buat skripsi. Niatnya pulang ngampus mau ngasih skripsi gue sama pak Arkan. Semoga aja langsung di Acc.

"Skripsi kalian udah nyampe mana?" Bisma menyorot kita dengan se-ekor mata, sesekali dia menyeruput jus manganya. "Ada yang kebagian dosen pembimbing nya killer kah?"

"Gue." Gue menyaut cepat, "Gue kebagian pak Arkan."

"HAHAHA!!" Keyla tertawa kurang ajar, "Siap-siap jadi mahasiswa abadi."

Gue menyelidik kesal antara seneng dan gak seneng sih, ya seneng nya gue bimbingan sama suami sendiri. Sedangkan yang enggak seneng nya gue harus pinter-pinter berbagi waktu antara kewajiban gue sebagai istri dan mahasiswa itu pasti nguras tenaga banget.

"Loh? Seharusnya lo bahagia dong." Reynald menatap gue heran. Gue mengerutkan dahi enggak paham. Semua orang yang di meja juga pada ngeliatin Reynald aneh. "Maksud gue, Kaley itu enak dapat dosen pembimbingnya sua- aww sakit Ley!"

Gue menginjak kaki Reynald. Mata gue udah melotot kaya mau keluar, berabe kalau Reynald keceplosan semuanya bakalan kebongkar, yang lain pada ngeliatin gue sama Reynald curiga.

"Kalian berdua kenapa?" Bella ngeliatin kita secara bergantian.

"O-oh itu ..." Gue menyikut lengannya. Nyuruh dia buat ngasih alasan. "M-maksud Reynald itu-"

"Maksud gue itu gini." Reynald menatap Bella jengah. Gue menghela nafas laga. Untung aja dia cepat-cepat konek.
"Kaley itu enak dapat dosen pembimbingnya pak Arkan secara gak langsung pak Arkan itu cakep jadi Kaley bisa ketemu tiap hari deh, iya gak beb?"

Tiap hari juga ketemu gue sama pak Arkan gak dirumah, gak dikampus.

"Iya," Gue mengangguk, "Mayan kan ngeliat cogan tiap hari itung-itung penyemangat gue buat cepet-cepet selesain skripsi."

"Yeh toge goreng!" Keyla mentoyor kepala gue. Ini orang kurang asem banget main toyor-toyor kepala gue aja!

Bentar-bentar kok perasaan gue mendadak gak enak ya? Gelisah terus daritadi.

"Gue cabut dulu." Gue bangkit dari kursi mau nyamperin pak Arkan. Semalam gue janji buat nemuin dia di kafe dekat kampus. Berhubung gue juga udah enggak ada kelas lagi.

"Mau kemana lo?" Bisma menggangkatkan sebelah alisnya.

"Pulang lah." Tangan gue mengambil tas kecil di kursi sekaligus beberapa buku yang udah enggak karuan berantakannya. "Cape gue mau tidur."

"Oke hati-hati." Reyland nyengir.

Gue mengacungkan dua jempol.

***

Mata gue melirik sekeliling kafe. Membuka Almamater dan menaruhnya di kursi mobil serta mengeluarkan masker item. Bahaya kalau nemuin pak Arkan tanpa masker.

Gue keluar dari mobil menuju kafe. Deket sih kalau di liat-liat jarak dari kampus ke kafe cuma gue males aja jalan kaki, sekalian gue bisa langsung pulang.

Bibir gue tersenyum simpul ngeliat pak Arkan yang sedang duduk di kursi yang paling pojok, kayanya dia udah lama deh nunggunya keliatan banget mukanya udah kusut nahan kesel. Gue terkekeh sambil menghampiri nya.

"Lama ya?" Gue duduk di hadapannya serta membuka masker.

Pak Arkan meluruskan padangan. Dia menyorot gue males. "Kita janjinya jam sembilan Ley tapi kamu datangnya jam sepuluh, dari mana aja?"

"Ngerjain tugas." Gue mendengus. Skripsi yang dikerjain kemarin-kemarin gue keluarin dan menaruhnya di atas meja. "Skripsi aku."

"Loh katanya belum." Pak Arkan mengambil skripsi gue. Dia mulai mengeceknya. "Datanya-"

Mamah is calling..

Mata gue melihat ponsel pak Arkan yang bergetar, mamah nya ternyata.

"Angkatin coba Ley," Pak Arkan menyodorkan poselnya.

Gue mengangguk dan mengangkat panggilanya.

"Hallo mah?"

".."

"D-dean sakit?"

Pak Arkan melirik kearah gue. Dia menatap gue heran.

".."

"Kaley kesana sekarang mah."

".."

Panggilan terputus. Gue membawa pak Arkan keluar dari kafe. Plipis gue bercucuran keringet. Gue khawatir sama Dean selama sama gue dia belum pernah sakit. Apalagi lagi Dean harus dirawat inap sampe keadaanya stabil.

"Kaley, kamu kenapa?" Pak Arkan memegang tangan gue agar berhenti, "Tadi mama bicara apa sama kamu ditelefon?"

"D-dean sakit mas," ujar gue "M-mama bilang Dean dirawat dirumah sakit."

"Kamu tenang." Pak Arkan membawa gue dalam dekapannya. "Dean pasti baik-baik aja."

Gue mengangguk dan masuk ke dalam mobil menuju rumah sakit yang dimana Dean dirawat, untung aja jalanan jakarta enggak macet kaya biasanya. 

Kemarin Dean baik-baik aja kenapa sekarang dia bisa sakit? bahkan mesti dirawat inap?

"Ley ..." Pak Arkan melihat gue dari samping sekilas, tangan kirinya mengelus telapak tangan gue yang dingin. "Jangan mikirin yang macem-macem."

Gue tersenyum.

Setelah beberapa menit menembus jalanan ibu kota akhirnya gue sampai di rumah sakit, kaki gue berlarian kecil untuk menuju ruangan mawar, karena di sana adalah ruangan Dean.

Pintu bercat putih pucat itu terbuka lebar, di sana ada keluarganya pak Arkan, gue menelan ludah kasar ketika melihat Dean yang terbaring lemas diatas kasur, tangan mungil Dean di infus.

"Ibu ..." Dean melirik gue dengan mata sayu, anak kecil itu tersenyum kecil. "Sini."

Tanpa basa-basi gue muluk Dean erat. Mengecup pelipisnya lama. "Kok Dean bisa sakit?"

Dean menggeleng lemah, "Ecim?"

Gue terkekeh, menghapus beberapa air mata yang berjatuhan, "Keseringan makan ice cream iya?"

"Dua, tiga hali." Dean memainkan jemarinya, "Ean mau pulang ..."

"Kalau Dean sembuh pasti pulang kok," Tangan gue mengelus lengannya, "Makanya jangan makan ice cream lagi ya?"

"Ecim, kan enak." Dean nyengir. Dia memandang pak Arkan yang berada disebelahnya, "Iyakan papah?"

"P-papah?" Gue sama pak Arkan menatap ke arah sumber suara. Seorang perempuan yang sedang memandang kita dengan tatapan tidak percaya. "J-jadi selama ini kalian sepasang suami istri?"

"V-viola?"

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now