49 || Unfaedah

192K 17.7K 1.6K
                                    

Di dalam bathtub gue terendam air hangat lebih parahnya pak Arkan nyiram gue kaya anak kucing yang enggak mandi berbulan-bulan.

Tawa pak Arkan daritadi enggak berhenti-henti, dia memeluk gue dari samping, gue berdecak sebal udah dingin, basah, sesak nafas lagi!

Komplit udah penderitaan!

"Ley," Panggil pak Arkan.

"Hm?"

"Teman SMA Aku baru lahiran kemarin." Pak Arkan memberi tahu, nggak sih lebih tepatnya itu kode. "Anaknya kembar, cowok semua."

"Gak nanya."

"Ley ..." Ujar pak Arkan.

"Iyaa ... entar kita punya." Gue menatap pak Arkan males, "Mau berapa? Satu? Dua? Tiga? Apa empat? Biar sekalian kaya teletabis."

Pak Arkan tertawa.

Suara panggilan ponsel bergema di dalam kamar mandi itu bukan bunyi ponsel gue tapi ponselnya pak Arkan. Gue menurunkan pandangan menatap pak Arkan yang masih menutup bola matanya rapat.

"Mas." Gue menepuk-nepuk pipinya tapi gak ada perlawanan, nih orang tidur apa gimana? "Itu ponsel kamu bunyi."

"Biarin." Pak Arkan berucap pelan.

Gue menghela nafas panjang, "Liat dulu siapa tau penting."

"Paling orang kantor." Pak Arkan membuka kelopak matanya.

Gue berdecak sebal, "terserah deh!"

"Serunya ngapain ya?" Tangan pak Arkan bergerak menyentuh pipi seakan ingin melakukan sesuatu tapi gue tepis berkali-kali.

"J-jangan macem-macem!" Ujar gue gugup.

Gue udah siap-siap buat kabur dari hadapan pak Arkan tapi naas pak Arkan bergerak lebih cepat tangannya yang kekar mengunci pergerakan gue, mata gue menatap mata pak Arkan yang mulai sayu.

"Ibuuu!!"

Dean, itu suara Dean! Dalam hati gue bersorak riang melihat aksi pak Arkan yang mendadak berhenti, Dean lo penyelamat gue!

"Dean!" Gue berteriak kencang, pak Arkan melotot, gue mengulurkan lidah kearahnya. "Tolong Ibu Dean!"

"Ibu dimana?" Dean menyaut, nada anak itu terdengar panik.

"Kamar mandi!" Pak Arkan mengeratkan pelukannya, gue berontak. "Tolong Dean!"

"Astaga Ley! Kamu kaya mau diperkosa aja sama aku." Pak Arkan berbicara malas, "Padahal aku enggak apa-apain ini."

Gue nyengir, "Ya abisnya-"

Brak ...

Pintu kamar mandi terbuka dengan kasar. Sontak gue sama pak Arkan menyorot anak kecil yang terdiam mematung seraya menatap kita heran.

"Ibu-?" Dean melihat gue sama pak Arkan bergantian, "Kalian lagi main basah-basahan?"

Tawa pak Arkan langsung pecah saat Dean mengucapkan kata 'basah-basahan' dengan mata yang berbinar.

"Dean ikuttt!!" Dia berlari kearah kita. Kakinya yang mungil bergerak lincah diatas lantai.

"Hati-Hati jat-"

Byurr ...

Air dalam bathub berceceran keluar, gue sepontan menutup mata dengan rapat.

Dean tertawa lepas kedua tangannya diadukan bertepuk tangan. "Ayo kita main basah-basahan!"

"HAHAHAHA!!" Pak Arkan tertawa semakin renyah, "Basah-basahan ya?"

Dean mengangguk antusius.

"Mas!" Tegur gue.

Th orang kalau ngomong sumpah ya vulgar banget gak tau apa Dean masih bocah?

"Mau basah-basahan gaya apa?" Pak Arkan mengangkat Dean untuk duduk dipangkuanya.

Dean melirik gue.

Jangan bilang dia mau tany-

"Gaya apa bu?"

Gue meringis. Benar-benar pak Arkan minta gue tikam kali ya?

"Dean jangan dengerin kata Papa," Gue menggeleng, "Itu gak baik."

Dean lantas terdiam dan mendongak, menyorot pak Arkan. "Iya Papa?"

"Enggak!" Pak Arkan menggeleng kuat, "Ibu kamu boong."

"Enak aja!" Gue melemparkan sabun kecil kearahnya, "Dean masa tadi Papa mau gigit ibu."

Pak Arkan tercengang. Dean memukul dada bidang pak Arkan secara berubi-tubi.

"Astaga! Boong itu!" Pak Arkan membela dirinya sendiri.

Ah gak seru kalau gini caranya, mata gue memberi kode Dean untuk melanjutkan aksi yang tertunda Dean yang menotis dengan cepat menggangukan kepala.

"Terus Dean! Terus! HAHAHA!!" Tawa gue pecah seketika.

Pak Arkan menatap gue sinis.

"Dean perlu Ibu bawain golok gak?"

Pak Arkan melotot.

"Matiin Papa?" Dean bertanya dengan begitu lugu.

"Jangan lah!" Pak Arkan menjawab dengan cepat, "nanti kita beli ice cream."

Dean tertegun, kepalanya menggeleng kuat. "Dean enggak matiin."

"Dasar pedofil." Cibir gue pelan.

"Yang kamu sebut pedofil ini suami kamu." Pak Arkan menyorot gue tajam.

"Iya, iya." Gue mengangguk ogah, "Dean kesini sama siapa?"

"Oma." Jawab Dean.

"Cuma Oma aja?" Kali ini pak Arkan yang bertanya.

"Emang kamu ngarepin siapa yang dateng?" Desis gue.

"Enggak Ley," sahut pak Arkan, "Kan Aku cuma tanya."

"Dean ayo ganti baju." Gue menarik Dean keluar dari bathub lantas menatap pak Arkan. "Kamu mending mandi, udah basah juga."

"Kamu gak mandi?"

"Aku udah mandi sebelum kamu ceburin ke air." Sindir gue.

"Saya terima sindirannya." Pak Arkan merebahkan kembali tubuhnya.

"Ganti dulu airnya." Mata gue memandang air yang udah kotor karena sabun, "Percuma mandi kalau airnya kotor gitu."

Pak Arkan mengangguk, "Iya ..."

Gue sama Dean keluar dari kamar mandi membiarkan pak Arkan di sana sendirian lagian ngapain juga gue temenin gak ada kerjaan banget.

"Dean duduk dulu disini." Gue mendudukkan Dean diranjang. Mengambil pakaiannya di lemari, untung gak semuanya baju Dean dibawa ke rumah Mama.

Beberapa menit Dean udah rapi dengan pakaiannya, sudut bibir gue terangkat. Mencubit hidung Dean pelan. "Ganteng nya."

Dean mengembangkan bibirnya.

Gue membalikkan badan. Disana ada pak Arkan yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Udah ah ayo turun." Ujar gue, "Gak enak Mama Kamu nunggu dibawah kelamaan."

"Ayo." Pak Arkan berjalan sambil membawa Dean sedangkan gue berjalan didepannya.

"Loh kok baru pada turun?" Mama Miya bertanya heran saat kita baru aja duduk di kursi makan, "Habis ngapain dulu?"

"Main basah-basahan." Jawab Dean lantang.

***

Dosen KampusWhere stories live. Discover now