56 || Menyerah

214K 20.1K 3.7K
                                    

"Ini gimana sih? Pusing aku." Gue meletakkan skripsi itu.

Berhubung katanya pak Arkan punya banyak waktu jadi gue sama pak Arkan sekarang sedang bimbingan. Tapi, yang jadi masalahnya adalah kenapa ini susah banget?

Rasanya gue mau nangis kejer-kejer karena sangking susahnya. Belum lagi beberapa yang harus direvisi. Perasaan gue liat orang lain mudah-mudah aja buat ngerjain skripsi, malahan Reynald bentar lagi sidang skripsi.

Jangan bilang gue doang yang belum selesai skripsian!

Pak Arkan mengembuskan nafas pelan, "Keluarin semua kemampuanmu Ley."

"Udah!" Gue berdecak, "tapi tetap aja revisian mulu!"

"Iya deh iya." Pak Arkan menggeleng pelan. Cowok itu masih setia menatap gue dari depan.

Gue menggangkatkan sebelah alis heran, "Kenapa?"

"Cepetan lulus." Ujar pak Arkan.

Gue membuang nafas jengah. Gampang banget dia ngomong gitu. Giliran disuruh buat ngebantuin gue revisi aja enggak mau. "Makannya bantuin."

"Aku bukan enggak mau bantuin," Pak Arkan menjelaskan, "Cuma bersikap profesional aja."

"Kamu mau punya anak berapa dari aku?" Ujar gue bingung. Penasaran aja.

"Prosesnya aja dulu." Pak Arkan mengedipkan sebelah matanya.

Gue melotot.

Melihat sekeliling takut ada yang liat. Sekarang gue sama pak Arkan lagi ada di kantin universitas, agak jauh sih dari kelas gue.

"Itu mulut!" Gue membolakan mata. Niatnya agar pak Arkan takut. Halah namanya juga pak Arkan. Digituin bukanya takut malah ketawa kecil.

"Lucu banget sih kamu."

"Berisik." Gue melemparkan pelan tisu kearahnya, "Nasib skripsi aku gimana?"

"Ya kamu revisi Ley," ucap pak Arkan seraya mengambil minuman gue, "Masih ada beberapa yang harus kamu benerin."

"Aku tunda aja ya wisudanya jadi tahun depan?" Gue bertanya jail.

Uhuk ...

Lebay.

Pak Arkan menyemburkan minumanya kelantai. Gue meringis. Dia menatap gue tajam. "Kamu mau nyuruh aku puasa lagi selama satu tahun?"

"Hehe ... becanda." Gue nyengir.

Pak Arkan mendengus.

"WOY LEY!"

Sepontan gue sama pak Arkan mengalihkan pandangan menjadi kearah sumber suara.

Gue menelan ludah susah payah.

Bella, Killa, Keyla, Reynald, Bisma dan Viko berjalan kearah kami.

Mata gue udah ngode buat pak Arkan pergi dari sini. Emang udah dasarnya pak Arkan nyebelin. Dia malah melanjutkan makannya tanpa memperdulikan tatapan mengusir dari gue.

"Pergi." Bisik gue.

"Gak mau." Pak Arkan menggeleng.

Tangan gue mengepal kuat. Ngeselin banget!

"Pergi ya-"

"Kaley! Gue cariin lo kemana-mana. Eh, taunya disini sama pak Arkan." Bisma duduk dikursi kosong.

"Iya lo!" Bella menyaut.

"Hallo pak!" Semua teman gue menyapa pak Arkan.

Pak Arkan mendongak dan mengangguk, "Hai."

Dosen KampusWhere stories live. Discover now