33 || Sandiwara

180K 16.9K 2.3K
                                    

Selepas gue dapat pesan dari Vino bahwa Viola siuman pagi nya gue langsung pergi kerumah Mama. Berhubung gue sekarang libur dan Kaley masuk kuliah karena pembagian dosen pembimbing untuk skripsi.

Jantung gue udah berdebar-debar. Semoga aja Viola ingatannya pulih kalau enggak serius berabe nanti urusannya. Ya, dulu-dulu mending gue nya masih single lah sekarang apa kabar?

Gue masuk ke rumah, kosong gak ada orang, iyalah gak ada orang, semuanya pada kumpul dikamar privat Viola. Gue berdahem mengusir gugup, berdo'a semoga sandiwara itu gak terulang untuk kesekian kalinya.

Gue menggeserkan pintu pelan-pelan. Bahkan enggak menimbulkan bunyi. Mata gue ngelirik sekeliling. Disana ada orang tua gue, Vino dan Amara. Gue mengirup udara dalam-dalam lalu mengempasnya secara perlahan.

"V-vilvin ..."

Rasanya dunia gue runtuh. Sebutan itu lagi? ayolah ini gak lucu buat bahan bercandaan.

"V-vilvin sini ..."

Itu suara Viola, nadanya membuat gue enggak tega apalagi jika gue mengingat bahwa dia anak wanita malam, gue medekat. Vino melihat kekasihnya sendu.

Vilvin adalah nama panggilan untuk Vino. Nama Vilvin diambil dari 'Viola Vino' terdengar alay sekali memang.

"Vilvin ... aku kangen." Viola tersenyum getir.

Gue menelan ludah yang mulai keliru, "A-aku, aku jug-"

"Gue keluar duluan," Vino beranjak dari kursi ditepi ranjang Viola.

"Vin ..." Gue memegang tangan Vino yang hendak keluar, "Sorry."

Vino tersenyum semar, "Gak pa-pa."

Suasana mendadak cangung, disini gue sama Viola berdua doang. Gue bingung, gue mesti gimana?

"Gimana badanya enakan?" Gue duduk di tempat Vino barusan.

"Iya." Viola tersenyum, "Aku seneng bisa ngeliat wajah kamu lagi."

"Aku juga." Gue tersenyum kikuk, "Dari kapan kamu sadar?"

"Dari kemarin." Cewek ini tersenyum lagi, "Aku kemarin nyariin kamu, kamu kemana aja?"

"A-aku semalam lembur Viola," Gue menjawab gugup, "Maaf aku enggak bermaksud buat kamu menunggu."

"Enggak masalah." Viola tersenyum lebar, "Ng ... aku mau jalan-jalan ke taman boleh?"

Gue mengamati raut wajah Viola, dia memiliki wajah yang putih bersih, hidung nya mungil, bola mata nya layu serta bibir nya pink pucat.

"Hah?" Gue tersadar dari lamunan. Lantas mengangguk, "Boleh."

"Yey! makasih Vino ..." Viola bersorak riang, "Aku sayang sama kamu!"

Gue masih ngamati muka dia.

"Vin ... kamu enggak sayang lagi ya sama aku?" Viola menatap gue sendu, "K-kamu udah ada yang baru?"

Gue tersentak kaget, "E-nggak kok, aku lagi banyak pikiran aja."

Viola tersenyum kecut.

"Yaudah ayo kita ke taman?" Gue membantu dia bangun dari ranjang menunju kursi roda, "Kamu yakin udah kuat?"

"Kuat!" Viola tersenyum menampilkan deretan gigi nya, "Lagian aku bosan di kamar terus."

Gue hanya senyum dan mulai mendorong kursi rodanya keluar kamar, waktu gue keluar dari kamar semua orang di ruang tamu pada melirik kita, untuk kesekian kalinya Vino menatap kekasihnya penuh arti.

Laki-laki itu tampak kecewa terhadap perempuan yang dicintainya.

Gue menghela nafas, mendorong kursi roda Viola sampai taman belakang di sana udara nya sejuk.

"Disini aja ya?" Gue duduk di tepi kursi yang lumayan panjang, "Jangan jauh-jauh."

"Iya." Viola melirik gue dari samping, "Aku ... aku koma berapa lama Vin?"

"Satu tahun lebih." Gue tersenyum sekilas.

"Lama ..." Viola menatap kosong ke depan, "Tapi, setiap kamu bisikin sesuatu di telinga aku, aku selalu denger Vin."

"Aku selalu senang ketika kamu bilang cinta sama aku." Viola melirik gue berbinar, "Aku juga mau bilang aku cinta sama kamu tapi rasanya enggak bisa, jangankan buat bicara, buat buka mata aja susah banget. Maafin aku yah Vin, aku selalu bikin kamu sedih. Aku enggak suka setiap kamu nyamperin aku kamu selalu nangis dan Air mata kamu netes di tangan aku."

Vino sebegitu cintanya lo sama Viola? batin gue menjerit.

"Masuk yuk." Gue mengalihkan pembicaraan, "Kamu harus minum obat Viola."

Viola mengangguk mengiyakan.

***

"Gimana keadaan kamu Viola?" Nyokap bertanya. Sekarang gue ada di meja makan bersama Viola dan yang lainya.

"B-baik tante." Viola tersenyum.

"Syukurlah." Nyokap menganggukkan kepalanya lega, "Kamu harus banyak istirahat, kamu baru sembuh."

"Iya tante makasih."

Suasana bener-bener akward, Vino yang biasanya ngoceh mulu sekarang merapatkan bibirnya, bokap jadi lebih dingin dari biasanya cuma nyokap yang bisa sedikit mencairkan suasana.

"Aku ke kamar dulu." Gue bangkit dari kursi, "Kamu sama Vino dulu ya Viola?"

"Iya." Viola melirik Vino yang salah tingkah, "Aku sama kamu dulu boleh?"

"H-hah?" Vino kaget, "B-boleh."

Gue tersenyum, awal yang baik. Enggak kaya waktu dulu Viola enggak mau pisah sama gue sedetik pun. Bahkan berosialisasi aja dia sulit banget.

Gue naik ke lantai dua, merebahkan diri gue di ranjang dan mengeluarkan ponsel di saku celana.

Kaley Anastasya.

Kaley, kamu dimana?

Gue mengirimkan pesan singkat.

Masih di kampus, kenapa?

Pulang aku jemput.
Kamu pulang jam berapa?

Jam tiga kayanya.

Yaudah kalau mau
pulang telfon.

Iyaaa

***

Dosen KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang