Harga Diri

592 160 16
                                    

"Ayo!" ajak Jimin seraya meraih tangan Byungra untuk menggandengnya. Jelas saja gadis itu langsung naik pitam. Dihempaskannya tangan Jimin dengan kasar. Memangnya pria itu siapa, berani memegang tangan Byungra seenaknya.

"Tidak boleh menolak. Ini permintaan maaf!" tegas Jimin ketika melihat pancaran pemberontakan dari sorot mata gadis itu.

Namun, ada satu hal yang membuat Jimin yakin harus memaksa Byungra kali ini. Dalam sorot mata pemberontakan itu, Jimin bisa melihat sorot ketakutan yang membaur. Ia tahu apa penyebabnya. Pasti pria kasar tadi. Sekeras apa pun kesan yang diperlihatkan oleh Byungra, ia tetaplah perempuan yang berpikir dengan perasaan.

"Kenapa kau melakukan semuanya?" tanya Byungra dengan tatap tajam.

"Kubilang ini permintaan maaf."

"Kenapa kau melakukan semua pesanan itu? Apa kau sengaja melakukannya dengan maksud tertentu?"

Jimin agak tertegun sebentar. Berusaha untuk menjelaskan dengan cara yang tepat agar gadis Kang itu tidak salah paham. Memang benar Jimin melakukan pemesanan itu karena ingin bertemu Byungra lagi. Ia kehabisan akal untuk menemukan cara agar bisa bertemu dengannya.

Lagipula apa salahnya membantu gadis itu menghabiskan dagangannya? Memangnya ada yang salah dengan membeli barang?

"Maksud apa yang kau maksud?" tanya Jimin kemudian.

Byungra masih menatap Jimin tajam saat pria itu tiba-tiba mengambil semua kantung belanjaan di tangannya.

"Sudahlah, itu tidak penting. Ayo kuantar kau pulang," seloroh Jimin lagi.

Namun, Byungra masih bergeming. Sejenak menjadi ragu. Tidak mungkin ia membiarkan Jimin semudah itu membawanya, tetapi jika teringat dengan perlakuan pria asing tadi, Byungra jadi merinding juga. Bagaimana jika ia bertemu lagi dengan pria tadi di suatu tempat di salah satu sudut jalan? Melihat dari perawakan, cara bicara, juga barang-barang yang dibawanya, Byungra merasa pria itu belum punya tempat tinggal.

Belum lagi Byungra memberi jawaban, Jimin sudah kembali menarik tangan gadis itu. Byungra kembali meronta. Hatinya belum bisa menerima kebaikan Jimin kepadanya.

"Kau takut aku melakukan sesuatu kepadamu?" tanya Jimin yang mulai mengerti dengan sorot mata curiga gadis itu.

"Aku masih belum lupa dengan apa yang kau katakan di minimarket dulu. Hari pada saat kita pertama kali bertemu. Kau pikir gadis mana yang akan dengan sukarela pergi dengan pria berotak mesum seperti itu?"

Jimin tertawa. Menertawai kebodohannya yang tidak bisa mengontrol mulut ketika itu. Kalimat mesum itu kan terlontar karena Byungra tidak kunjung memberikan respons baik kepadanya. Lagipula itu hanya bercanda.

"Aku hanya bercanda. Perlukah aku meminta maaf?"

Byungra justru mendelik usai mendengar penuturan itu. Bisa-bisanya hal menjurus pelecehan itu disebut bercanda? Gadis itu jadi membayangkan betapa hancurnya selera humor Jimin.

"Itu pelecehan. Kau bilang bercanda?"

"Baiklah, aku minta maaf." Jimin menundukkan kepalanya di hadapan Byungra. Meminta maaf dengan setulus hati atas kelancangan mulutnya waktu itu.

"Semudah itu melecehkan orang. Semudah itu juga minta maaf. Siapa yang bisa menjamin kau tidak akan mengulanginya lagi? Mana yang harus kupercaya?" gumam Byungra dengan suara lirih, tetapi masih terdengar di telinga Jimin yang langsung meneguk ludahnya keki.

"Aku ini seorang pria."

"Lalu?" tantang Byungra.

Jimin menghela napas. Berusaha untuk sabar menghadapi gadis yang sejak awal sulit ia taklukkan itu.

[Sudah Terbit] Hilarious ✓Where stories live. Discover now