Ketergesaan

471 134 42
                                    

Tepat pukul dua belas malam, pihak kepolisian distrik telah menyelesaikan penyelidikannya. Memindai juga memeriksa tempat kejadian perkara hingga mengambil beberapa foto untuk dijadikan barang bukti. Beberapa petugas juga sempat meminta rekaman CCTV di wilayah itu kepada pusat keamanan distrik.

Usai memastikan rumah dalam keadaan kosong dan tidak ada seorang pun yang mencurigakan, Jimin memutuskan untuk melaporkan kejadian itu ke polisi. Awalnya Byungra melarang karena masalahnya akan berbuntut panjang. Namun, pria itu berhasil meyakinkannya kalau semua akan baik-baik saja di tangan kepolisian.

Menurut Jimin, Byungra tidak boleh terus-terusan hidup di bawah bayang-bayang teror. Apalagi gadis itu tinggal seorang diri. Jika pelakunya tidak tertangkap, tidak menutup kemungkinan ia akan mengulangi aksinya.

"Kami akan memeriksa barang bukti dan mengolah semua data. Akan kami hubungi lagi setelah kami menemukan sesuatu dari penyelidikan ini." Salah satu petugas berkata sebelum berpamitan undur diri.

Kini menyisakan Byungra dan Jimin yang duduk saling diam di sofa ruang tengah rumah itu. Kamar Byungra jelas berantakan karena pencuri itu masuk melalui jendela kamarnya. Buku tabungannya raib. Begitu juga dengan surat-surat berharga lainnya. Beruntung ada Jimin di sana. Selain memanggil polisi, pria itu juga membantu Byungra untuk memblokir rekeningnya sementara agar si pencuri tidak bisa mengakses uangnya.

Selain kamar Byungra, pencuri itu juga masuk dan mengobrak-abrik kamar tempat kakek dan neneknya tinggal dulu sebelum meninggal. Beberapa berkas yang tersimpan rapi di dalam lemari berhamburan. Begitu juga dengan album foto yang sengaja ia simpan di sana. Beberapa fotonya hilang dicuri. Perhiasan peninggalan nenek yang masih Byungra simpan juga ikut hilang.

Sejauh ini semuanya terlihat seperti pencurian biasa. Namun, kenapa pencuri itu juga mencuri berkas-berkas penting seperti surat tanah, surat kuasa atas kepemilikan tanah, bahkan surat adopsi Byungra juga turut hilang. Semuanya sungguh aneh.

Jimin menoleh dan memperhatikan Byungra yang masih tertunduk sembari menautkan jemarinya. Ia tahu gadis itu masih syok. Ia pun mencari cara bagaimana menenangkannya.

"Mau secangkir kopi atau teh?" tanya Jimin memecah keheningan. Byungra hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Tidurlah. Aku akan menemanimu di sini."

Mendengar kalimat Jimin, seketika kesadaran Byungra kembali. Bagaimana mungkin pria itu akan menginap di rumahnya? Apa pria itu sudah gila?

"Mak-maksudmu, kau menginap di sini?" tanya Byungra panik.

"Memangnya kenapa?" tanya Jimin keheranan akan reaksi Byungra. Beberapa saat kemudian baru ia tersadar ke mana arah pikiran gadis itu.

"Mana bisa aku me---"

"Aku tidak akan berbuat macam-macam!" tukas Jimin segera.

"Ta-tapi ...."

Byungra meragu. Ia tidak pernah tidur satu atap dengan seorang pria selama ini. Ia begitu panik dan gugup.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu tidur sendirian setelah semua yang terjadi dengan rumahmu? Kunci jendela kamarmu saja masih rusak. Kau mau membuatku tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan bagaimana kondisimu seorang diri di sini?" racau Jimin seraya meremas rambutnya frustrasi. Kalau Byungra masih tetap menolak, ia akan nekad mengunci pintu rumah dan menyembunyikannya agar gadis itu tidak bisa mengusirnya.

Byungra terdiam sembari menatap Jimin. Salah satu sisi hatinya terenyuh dengan kebaikan pria itu. Ia bisa melihat ketulusan yang terpancar dari matanya yang kecil dan teduh. Namun, sisi hatinya yang lain masih merasa takut. Ia takut justru akan terlalu bergantung dengan pria itu sementara selama ini Byungra selalu berusaha untuk mandiri.

[Sudah Terbit] Hilarious ✓Where stories live. Discover now