Afeksi

535 143 99
                                    

Hari itu Byungra resmi pindah ke flatnya setelah beberapa waktu lalu membuat janji dengan agen properti untuk mengurus semua administrasi.

Tidak banyak yang ia bawa dari rumah lama peninggalan Kakek Kang. Ia hanya membawa pakaian dan beberapa buku yang menjadi koleksinya. Sementara perabotan yang ada di rumah kakek tidak ia bawa. Ia berpikir toh semua itu bukan miliknya.

Sebelum tiba di flat, Jimin mengantar Byungra untuk membeli beberapa perabotan memasak dan alat kebersihan. Tidak lupa membeli makan malam untuk mereka santap usai beberes.

Mereka duduk berhadapan di sebuah meja kecil bawaan dari sofa bersantai yang termasuk ke dalam properti flat berbentuk studio itu. Duduk beralaskan bantal lantai. Tadi Jimin sudah menyarankan untuk membeli karpet, tetapi Byungra menolak karena akan agak repot dan hari sudah terlalu malam. Jadi, ia membeli dua buah bantal lantai untuk alas duduk.

Makan malam yang mereka beli juga beberapa camilan sudah habis sejak tadi. Obrolan mereka pun sudah ke sana kemari tidak fokus lagi. Banyak hal yang Jimin ceritakan. Dari pengalamannya mengatasi masalah proyek bersama Taehyung belakangan ini hingga cerita-cerita lucu yang ia alami bersama Taehyung di bangku sekolah dan kuliah.

Sesekali Byungra akan tertawa mendengarnya. Sesekali wajahnya serius mendengarkan. Jimin pun begitu menikmati momen kebersamaan itu hingga rasanya tidak ingin beranjak dari sana. Sempat terpikir oleh Jimin untuk menginap saja. Tidak apa-apa jika harus tidur di sofa.

Rasanya begitu berat berpisah dari Byungra sejak kebersamaan mereka beberapa hari belakangan. Setiap malam usai mengisi perut mereka akan seperti itu. Mengobrol banyak untuk saling mendalami diri masing-masing. Byungra lebih banyak mendengarkan dirinya yang suka bercerita. Jimin sudah merasa nyaman seolah memang Byungralah tempatnya pulang.

"Sudah hampir pukul sepuluh." Byungra mengingatkan agar Jimin tidak lupa pulang ketika obrolan mereka terhenti sejenak.

"Memangnya kenapa?" tanya Jimin seraya menghabiskan tegukan terakhir minuman ringannya.

"Kau harus pulang!" tegas Byungra.

"Kau mengusir kekasihmu sendiri?" tanya Jimin tak percaya.

Byungra hanya menghela napas. Ia tahu sikap itu hanyalah modus Jimin agar bisa berada di sana lebih lama.

"Kalau kau ingin menginap, sebaiknya lupakan saja niatmu itu!" tukas Byungra kesal.

"Memangnya kenapa?" rajuk Jimin yang sayangnya tidak mampu meruntuhkan benteng pertahanan Byungra.

"Pertama, flat ini hanya punya satu kamar. Kita tidak mungkin tidur di satu ranjang, kan? Kedua, kalau kau menginap lalu untuk apa aku menyewa flat ini, wahai Tuan Yoon yang terhormat?" tanya Byungra seraya berdiri sembari berkacak pinggang.

"Iya, untuk apa kau menyewa flat ini sementara kau bisa tinggal bersamaku. Menghabis malam-malam kita dengan penuh kemesraan," timpal Jimin tak acuh seraya mencomot potongan terakhir piza mereka.

Jimin dan mulut mesumnya sudah kembali. Itu adalah lampu kuning tanda Byungra harus lebih waspada. Apalagi jika teringat perihal mimpi Jimin yang pria itu ceritakan tempo hari. Byungra jadi bergidik ngeri. Ia pun menarik pria itu untuk berdiri hingga Jimin hampir saja menjatuhkan piza yang sebentar lagi sampai ke mulutnya.

"Sayang, apa-apaan, sih? Aku kan masih ingin makan," keluh Jimin seraya ingin memungut kembali potongan pizanya.

"Hentikan panggilan menggelikan itu. Kau harus segera pulang." Dengan susah payah Byungra menyeret tubuh Jimin ke arah pintu.

Hingga mereka sampai di pintu, tiba-tiba Jimin membalik tubuhnya. Pria itu menyandarkan punggungnya ke pintu dan kedua tangannya merangkul pinggang Byungra dengan posesif. Senyum nakal segera muncul di wajahnya yang penuh jerat pesona mematikan itu. Perasaan Byungra menjadi tidak enak.

[Sudah Terbit] Hilarious ✓Where stories live. Discover now