Waktu Yang Berharga

447 148 37
                                    

Rumah Byungra atau pun apartemen Jimin adalah dua pilihan yang buruk. Tentu saja Byungra tidak memilih keduanya. Pasalnya ia tahu sedikit banyak isi otak Jimin. Jika diberi kesempatan bersamanya di ruang tertutup begitu, bisa seenaknya saja pria itu.

"Kau ingin kita menghabiskan waktu bersama di dalam mobil?" tanya Jimin seusai membeli beberapa makanan ringan untuk mereka nikmati bersama.

Di dalam mobil bukan ide yang bagus juga. Mobil adalah ruangan tertutup. Jimin bisa bebas melakukan apa pun.

"Di luar saja," usul Byungra segera. Gadis itu tidak mengerti dengan dirinya. Kenapa bisa dengan mudah pasrah dengan ajakan Jimin? Namun, ia memang tidak punya pilihan. Daripada bersikeras pulang dan Jimin mengikutinya lalu ia nekat menerobos masuk, itu bahkan terasa lebih buruk.

"Aku tahu tempat yang bagus." Jimin berujar seraya menghidupkan kembali mesin mobilnya.

Beberapa saat kemudian, di sanalah mereka berada. Duduk di sebuah kursi kayu yang ada di tepian sungai Han. Menikmati udara sore yang begitu sejuk dengan pemandangan matahari yang mulai condong ke arah Barat untuk menenggelamkan dirinya.

Tanpa berkata apa pun, usai merapatkan jaket yang dipakainya, Jimin merebahkan dirinya di kursi. Sementara kepalanya ia sandarkan di pangkuan Byungra. Jelas saja gadis itu memekik terkejut dan hendak protes. Namun, melihat mata Jimin yang sudah terpejam, seketika suaranya hanya tercekat di tenggorokan.

"Aku hanya ingin tidur sebentar. Hari ini sangat melelahkan," ujarnya dengan suara parau. Sepertinya jiwa pria itu sudah di ambang batas antara sadar atau tidak.

Meskipun jengkel setengah mati, tetapi Byungra tidak tega melihat wajah Jimin yang terlihat kelelahan itu. Sesekali matanya menatap pemandangan di hadapan mereka, sesekali juga Byungra mencuri pandang ke arah wajah Jimin untuk mencari tahu apakah matanya masih terpejam.

Hanya butuh waktu beberapa menit, napas Jimin sudah teratur. Itu tandanya ia sudah tertidur pulas. Byungra penasaran lalu menatap wajah pria itu dengan saksama. Hal yang tidak akan pernah dilakukannya jika Jimin dalam keadaan terjaga.

Dada pria itu naik turun dengan teratur. Matanya terkatup rapat, sementara mulutnya sedikit terbuka. Sesekali tiupan angin sepoi menyibakkan rambut Jimin yang terjuntai di dahi. Aroma sampo dari rambutnya langsung terhirup oleh Byungra. Membuat gadis itu merasakan sebuah sensasi aneh. Rasanya begitu nyaman.

Sekilas pria itu tidak terlihat seperti Yoon Jimin yang selama ini Byungra kenal. Pria yang selalu tebar pesona dengan penuh percaya diri. Kini pria yang tertidur di pangkuannya itu lebih terlihat seperti pria yang butuh disayangi.

Jantung Byungra berdegup kencang. Matanya masih belum berpaling dari wajah Jimin yang tertidur dengan polosnya. Bolehkah Byungra menikmati pemandangan itu sebentar saja? Sementara helaian rambut Jimin yang halus terus melambai-lambai tertiup angin. Seolah memanggil siapa saja untuk membelainya.

Byungra sejenak menjadi ragu. Bolehkah ia menyentuh rambut menggemaskan itu? Sungguh, pemandangan yang tersaji di hadapannya itu belum pernah ia lihat sebelumnya. Belum pernah ia berada sedekat ini dengan seorang pria yang membuat debaran jantungnya semakin mengencang.

Lalu tanpa sadar tangan Byungra mulai terangkat. Jemarinya perlahan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi dahi Jimin. Ragu-ragu gadis itu terus menyentuh bagian rambut yang lain. Terasa halus. Seperti aroma yang menguar dari sana. Rasanya begitu nyaman. Hingga akhirnya sentuhan pelan itu berubah menjadi usapan lembut.

Senyuman kecil mengembang di wajah Byungra tatkala melihat mulut Jimin yang terbuka semakin lebar. Bahkan kini bisa terdengar dengkuran halus dari mulut pria itu. Sesekali Byungra tersenyum sembari mengalihkan pandangannya ke arah lain. Beberapa menit kemudian ia kembali memperhatikan Jimin dan mengusap rambutnya yang halus itu dengan gemas.

[Sudah Terbit] Hilarious ✓Where stories live. Discover now