Fakta Mengejutkan

447 130 153
                                    

Jimin duduk bersama Nyonya Park di koridor depan kamar tempat Jihye dirawat. Sejak mereka berteman baik, baik Jihye maupun Jimin cukup akrab dengan ibu masing-masing. Maka ketika Jihye pingsan dan Jimin membawanya ke rumah sakit, orang pertama yang ia hubungi adalah ibunya Jihye.

Setelah mendapat penangangan di ruang gawat darurat, akhirnya Jihye dipindahkan ke ruang inap. Kondisinya masih lemah sehingga ia belum bisa pulang. Saat ini pun ia masih tertidur tidak sadarkan diri.

Ketika Nyonya Park mengajak Jimin bicara, pria itu ragu sejenak. Ia terpaksa meninggalkan Byungra seorang diri di kamar inap Jihye, menyuruh gadis itu untuk menungguinya sampai mereka selesai bicara. Awalnya Byungra terlihat akan menolak, tetapi ketika Jimin menatapnya lembut, gadis itu luluh juga.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada Jihye, Bibi?" tanya Jimin penasaran ketika Nyonya Park masih saja terdiam.

"Ini sudah kedua kalinya terjadi pada Jihye dalam seminggu belakangan. Bibi tidak tahu lagi ke mana harus bertanya dan meminta bantuan. Yang bibi tahu kau berteman cukup dekat dengan Jihye. Bisakah bibi meminta tolong kepadamu?" tanya Nyonya Park ragu.

"Tentu saja, Bi. Jika aku bisa, aku akan membantu. Katakan saja."

"Jihye sedang mengandung."

Mata Jimin membesar usai mendengarnya. Bagaimana bisa? Setahunya Jihye gadis yang cukup sopan dan belakangan tidak pernah terlihat akrab bersama seorang pria. Paling tidak itu yang Jimin ketahui.

"Me-mengandung?" tanya Jimin agak syok.

Nyonya Park hanya mengangguk dengan raut wajah sedih. Jimin paham bagaimana terpukulnya wanita paruh baya itu. Kondisi tanpa suami, harus membesarkan seorang anak sendirian, ditambah lagi kondisi anak gadisnya hamil di luar nikah. Tentu itu menjadi tekanan moril baginya.

"Sampai saat ini ia tidak mau mengatakan siapa ayah dari bayi yang dikandungnya. Padahal bibi tidak masalah siapa pun orangnya asal dia mau bertanggung jawab. Tapi, Jihye tetap saja bungkam." Nyonya Park berkata dengan mata berkaca-kaca.

Jimin terdiam. Tidak tahu harus menanggapi apa. Walaupun ia penasaran setengah mati dengan bantuan apa yang Nyonya Park maksud. Apakah ia harus menikahi Jihye untuk menutupi aib, begitu? Astaga, pikiran Jimin jadi melantur ke mana-mana.

"Lalu, apa yang harus aku lakukan untuk membantu, Bi?" tanya Jimin penasaran. Daripada menerka-nerka yang membuat resah, lebih baik Jimin langsung bertanya saja.

"Kau kan lumayan dekat dengannya. Apa dia pernah bercerita padamu tentang teman prianya, mungkin."

Refleks Jimin menggeleng. Setahunya Jihye memang tidak memiliki kekasih atau pria yang sedang dekat dengannya. Sejak putus dengan Haesuk di bangku kuliah, Jihye tidak pernah berhubungan dengan seorang pria.

"Setahuku tidak, Bi. Jihye tidak pernah dekat dengan pria mana pun." Jimin menjawab dengan ragu.

"Lalu siapa pelakunya?" tanya Nyonya Park mulai agak panik. "Jika tahu begini aku tidak akan mengizinkannya tinggal di apartemen sendirian."

Jimin kembali bingung ingin menanggapi apa. Jadi ia hanya terdiam. Tiba-tiba saja Nyonya Park memegang tangannya sembari menatap Jimin dengan mata penuh harap.

"Maukah kau menolong bibi untuk mencari tahu siapa pelakunya? Kau lumayan dekat dengan Jihye. Siapa tahu jika kau yang bertanya, dia mau menjawab. Bujuklah dia untuk memberitahu siapa pria itu," pinta Nyonya Park.

Jimin tidak merasa yakin, tetapi melihat tatap putus asa wanita paruh baya itu seketika Jimin teringat dengan ibunya. Bagaimana jika ibunya yang berada di posisi Nyonya Park dan tidak ada seorang pun yang mau menolongnya? Pada akhirnya Jimin pun mengangguk.

[Sudah Terbit] Hilarious ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang