Kegelisahan

452 130 27
                                    

Kepala Jimin terasa berdenyut ketika ia tiba di ruang kerjanya. Pria itu sudah membuat secangkir kopi hangat sebelum tiba di sana. Disibaknya gorden ruangan itu. Cahaya matahari yang mulai meninggi telah membuat matanya silau. Kepalanya terasa semakin berdenyut sehingga ia memutuskan untuk duduk di kursi. Menyesapi kopinya seraya menerawang jauh ke arah pemandangan Kota Seoul di luar sana.

Pikirannya kembali berkelana pada kejadian tadi pagi ketika ia membuka mata. Ia terbangun di kamar di kamarnya sendiri, tetapi merasakan sebuah kejanggalan yang membuat hatinya gelisah. Pikirannya kacau. Suasana hatinya berantakan. Seharusnya ia tidak mabuk semalam. Seharusnya ia tidak usah menjadi sok pahlawan dengan meminum semua soju yang tersisa agar Jihye tidak mabuk. Jimin menghela napas kemudian menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dengan putus asa.

Dadanya semakin terasa sesak ketika teringat dengan pemandangan yang ia lihat beberapa saat usai membuka mata. Jimin terbangun dengan tubuh tanpa baju, sementara celananya sudah melorot hingga lutut. Untung celana dalamnya masih bertengger di tempat yang seharusnya. Namun, satu hal yang membuat pikirannya gelisah sejak tadi adalah ketika ia mengendus aroma parfum wanita di sekitaran tempat tidurnya. Apa Jihye yang mengantarnya ke apartemen semalam? Ia tidak ingat dengan jelas.

Mengingat kondisi Jimin ketika bangun tidur seperti itu, mungkinkah selama kesadarannya hilang ia telah melakukan hal tidak senonoh kepada Jihye? Seingatnya semalam memang Jimin seperti bermimpi sedang bercumbu dengan seorang wanita. Kepala Jimin semakin berdenyut ketika berusaha mengingatnya. Ia terus meyakinkan dirinya jika memang terjadi sesuatu antara dirinya dan Jihye, gadis itu pasti akan menuntut pertanggungjawaban. Nyatanya ketika Jimin membuka mata, ia terbangun dalam kondisi sendirian.

Lamunan Jimin buyar ketika pintu ruangannya terbuka. Ia langsung tahu siapa pelakunya yang setiap masuk ke ruangannya tidak pernah mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Bisa tidak sih, kau mengetuk dulu?" gerutu Jimin sedikit kesal. Suasana hatinya sedang kacau.

"Eoh, kenapa wajahmu kusut begitu? Bukankah kemarin hari yang menyenangkan?" goda Taehyung seraya meraih cangkir di tangan Jimin lalu meminumnya.

Jimin sudah akan protes karena sahabatnya itu merebut minumannya tanpa izin, tetapi urung karena sesaat setelahnya Taehyung menyemburkan minuman yang ia teguk itu.

"Astaga, kenapa tidak bilang kalau ini kopi?" protes Taehyung seraya membersihkan ceceran kopi di wajahnya dengan punggung tangan. Pria itu tidak suka kopi.

"Siapa suruh kau meminumnya," ketus Jimin.

"Biasanya kau minum cokelat panas kalau pagi. Kenapa sekarang jadi minum kopi?" tanya Taehyung keheranan.

Jimin diam saja. Sedang malas menjelaskan penyebab utamanya. Ia minum kopi hanya untuk meredakan kegelisahan dalam hatinya mengenai kondisinya tadi pagi ketika terbangun.

"Ngomong-ngomong, apa semalam kau minum dengan Jihye?" tanya Taehyung dengan raut wajah serius kali ini.

Seketika mata Jimin terbeliak. Jadi benar Jihye yang mengantarnya pulang ke apartemen? Lalu bagaimana Taehyung bisa tahu? Apa sahabatnya itu tahu sesuatu? Wajah Jimin tiba-tiba berubah menjadi pucat.

"Dari mana kau tahu?"

"Semalam Jihye menghubungiku. Ia menanyakan kata sandi apartemenmu. Ia bilang kau mabuk berat usai minum bersamanya. Lalu aku segera ke kamarmu. Benar saja. Kau sedang terkulai di lantai koridor sementara Jihye menungguimu sampai aku datang." Taehyung memberi penjelasan.

"Dia ikut masuk ke kamarku?" tanya Jimin dengan was-was. Dalam hati berdoa agar dugaannya itu tidak benar.

"Aku yang membawamu masuk ke kamar. Jihye ikut masuk hanya untuk memastikan kondisimu baik-baik saja. Setelahnya kami keluar bersama. Memangnya kenapa?"

[Sudah Terbit] Hilarious ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang