20. Usus Buntu

11.3K 1.5K 266
                                    

Gimana tadi kena prank?

.
.
.
.
.

Dua minggu berlalu setelah Jeff menceritakan hal yang terjadi di malam hari ulang tahun Oci tiga tahun yang lalu. Jeff merasakan sikap Oci yang berubah padanya. Jadi pendiam dan jarang mengunjungi apartemennya lagi. Saat ditanya kenapa jarang datang, Oci berdalih jika sudah ada Karyn dan Mark yang menjaga Jeff lagi setelah seminggu berada di Magelang. Tapi Jeff tahu, pasti alasan Oci bersikap demikian bukan karena itu.

Oci sendiri sudah mulai bekerja di luar lagi. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor atau lokasi klien yang meminta jasanya untuk mendesain. Bahkan sudah dua hari ini dia tidak pulang ke apartemen karena mendapat pekerjaan di daerah Bogor. Jaemin dia titipkan sementara waktu kepada Delia.

Saat sedang dalam perjalanan pulang ke Jakarta sendirian, Oci memilih melipir ke salah satu rumah makan padang. Sejak siang tadi perutnya tak diisi apa-apa karena saking sibuknya bekerja. Dan baru pukul sembilan malam ini dia merasa lapar sekaligus sakit pada perutnya.

Oci memesan nasi putih, sepotong ayam goreng, dan teh hangat pada si pelayan. Wanita itu mencuci tangannya terlebih dahulu ke dalam mangkuk berisi air yang khusus disediakan untuk kobokan. Selama makan, Oci berusaha menahan nyeri diperutnya yang semakin menjadi.

"Oci?" Oci mendongak saat mendengar suara yang tak asing di telinganya, "Eh bener ternyata. Aku boleh duduk di sini enggak?"

Oci tersenyum tipis seraya mengangguk, "Boleh Mas Jey," Wanita berumur dua puluh enam tahun itu tak menyangka akan bertemu Jey di rumah makan ini. Terakhir kali mereka bertemu saat Jey ke apartemen Jeff. Setelah itu mereka belum bertemu lagi karena kesibukan masing-masing. Oh bukan, lebih tepatnya Jey tak mau lagi kembali kesana karena malas bertemu Jeff. Si tukang pamer, menurutnya.

Jey memesan menu yang hampir sama dengan Oci, bedanya Jey menambahkan rendang selain ayam goreng untuk lauknya, "Kamu apa kabar?" Tanya Jey pada Oci selagi menunggu pesanannya datang.

"Baik Mas."

"Yakin?" Jey memperhatikan wajah Oci yang malam ini terlihat sedikit lebih pucat, "Muka kamu pucat lho. Sakit?"

Oci menggeleng, "Nggak apa-apa Mas. Cuma belum makan aja ini dari siang."

Jey mengangguk paham. Tak lama makanan pesanannya datang. Di sela-sela makan, Jey kembali mengajak Oci berbicara. Entah itu soal pekerjaan atau apapun, "Oh iya, kabar Jaemin gimana?" Tanya Jey.

"Gitu Mas, makin banyak tingkah. Tapi aku sebagai Ibu seneng sih, itu artinya Jaemin anak yang aktif. Dia juga---" Ucapan Oci terhenti karena lagi-lagi dia merasakan nyeri yang teramat diperut sebelah kanan bawahnya, "Ah..." Rintihan kesakitan wanita itu akhirnya lolos juga.

"Ci? Are you okay?" Tanya Jey khawatir. Mata pria itu terbelalak saat Oci tiba-tiba jatuh pingsan di depannya. Jey segera membasuh tangannya di dalam kobokan lalu menolong Oci. Dia menepuk-nepuk pipi wanita itu pelan sambil memanggil nama Oci berulang kali, berharap agar Ibu dari Jaemin tersebut segera bangun.

Para pembeli dan pelayan di sana menyarankan Jey untuk membawa Oci ke rumah sakit terdekat. Dengan menggunakan mobil milik Oci, karena Jey tidak membawa mobil saat datang kemari, akhirnya Jey membawa Oci ke rumah sakit. Sesampainya di sana Oci langsung diperiksa, sedangkan Jey menunggu di luar ruang IGD.

MANTAN [END✔]Where stories live. Discover now