31. Kulit Ayam

8.4K 1.4K 432
                                    

.
.
.
.
.

"Rosie," Panggilan Jey mengalihkan perhatian Oci yang semula menatap Jeff, kembali menatap pria di depannya, "Jawaban kamu?" Tanya Jey.

Oci menghela napasnya dalam. Dia memberikan buket bunganya kembali pada Jey, "Maaf Mas, aku nggak bisa..." Jey yang mendengar jawaban itu merasa heran dan tak mengerti, begitupun juga para tamu dan orang tua Jey. Berbeda dengan Jeff yang merasa lega karena Oci telah menolak lamaran Jey.

"Kenapa Ci? Apa yang kurang dari aku?"

Oci menggeleng, "Mas Jey nggak kurang apa-apa. Aku yang kurang. Mas bisa dapat perempuan atau istri yang jauh lebih baik dan sempurna dari aku. Mas tau kan, aku bahkan udah punya anak."

Jey tertawa hambar mendengar ucapan Oci, membuat wanita itu bingung sendiri. Jey tiba-tiba saja membanting buket bunga yang berada di tangannya dan menginjak-injaknya, "Jadi kamu barusan nolak aku?" Tanya Jey tak percaya, "Kamu tau Rosie, aku selalu mendapatkan apa yang aku mau. Aku nggak pernah menerima penolakan. Apa alasan kamu nolak aku hah?"

Oci sedikit terkejut melihat sikap Jey yang seperti bukan Jey biasanya. Wanita itu tak pernah melihat sisi Jey yang seperti ini.

"Nggak bisa jawab?" Jey berdecih, "Oke, aku tau alasan kamu nolak aku. Pasti karena Jeff kan?" Tebaknya.

"Mas itu---"

"Kamu emang perempuan murahan," Hati Oci mendadak nyeri mendengar Jey mengatakan hal seperti itu. Apalagi di depan orang banyak. Jeff yang juga mendengarnya berusaha untuk menahan diri.

"Atas dasar apa Mas Jey bisa bilang gitu tentang aku?" Tanya Oci dengan suara bergetar. Dia berusaha menahan tangisnya.

"Atas dasar apa? Banyak. Mana ada coba perempuan yang tinggal berdekatan sama mantan suaminya hah? Bukan cuma itu, bahkan kamu sering datang ke rumah Jeff dan mengurus orang itu layaknya suami kamu. Kalian juga sering menghabiskan waktu berdua. Apa itu bukan murahan namanya?"

"Brengsek!" Jeff berlari ke tengah dan melayangkan tonjokannya pada wajah Jey, membuat pria itu jatuh tersungkur dan para tamu sontak berteriak kaget, "Lo nggak tau apa-apa soal Oci dan gue!" Jeff kembali menonjok wajah Jey. Beberapa orang mencoba menarik Jeff menjauh, tapi pria itu menyuruh mereka diam, "Inget Jey, lo boleh ngejelek-jelekin gue, lo boleh hina gue. Tapi kalau lo ngehina Oci, gue nggak akan tinggal diam!"

Saat Jeff akan menghajar Jey lagi, Oci menahannya, "Mas stop. Kita pergi aja dari sini," Katanya sambil menahan tangan Jeff.

"Gue nggak ngerti sama pikiran lo Jey. Lo tega menghina perempuan sebaik Oci," Ujar Jeff dengan napas memburu, "Kalau aja Oci nggak nyuruh gue berhenti, lo habis sama gue," Jeff kemudian menarik tangan Oci untuk pergi dari acara itu. Dia menyuruh Oci untuk masuk ke dalam mobil, sementara Jeff kembali ke vila untuk mengambil barang-barangnya dan Jaemin.

Setelah menaruh Jaemin di car seatnya, Jeff duduk di kursi kemudi. Dia melihat Oci yang duduk disampingnya. Tatapan wanita itu terlihat kosong.

Jeff menghela napasnya panjang, dia membawa Oci ke dalam pelukannya, "Kalau kamu mau nangis, nangis aja nggak apa-apa," Ucap Jeff. Dan detik selanjutnya tangisan Oci pecah. Dia menumpahkan air matanya dalam pelukan Jeff, "Nggak apa-apa, aku nggak akan nyuruh kamu berhenti."

Sebenarnya hati Jeff sakit melihat keadaan Oci seperti ini. Tangisan mantan istrinya begitu lirih, dan Jeff yang mendengarnya merasa ikut tersayat. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya hati Oci saat ini setelah diperlakukan seperti itu oleh Jey di depan umum.

"Aku nggak nyangka kalau Mas Jey aslinya begitu Mas," Ujar Oci di sela tangisnya. Sungguh, selama ini Jey pandai menyembunyikan hal lain dari dirinya. Hingga membuat Oci percaya bahwa Jey adalah pria yang baik. Dan siapapun perempuan yang mendapatkannya pasti akan merasa beruntung. Nyatanya semua itu hanyalah sebuah kebohongan.

Jeff mengusap punggung Oci, "Manusia itu memang bermacam-macam Ci. Ada orang jahat yang akhirnya berubah menjadi baik seperti Shania, dan ada juga orang jahat yang hanya berpura-pura baik seperti Jey."

"Aku nggak tau apa emang ini salah aku atau bukan, tapi kenapa Mas Jey harus menjelek-jelekan aku di depan umum kayak tadi."

"Ini bukan salah kamu," Kata Jeff, "Jey memang tipe orang yang memiliki ambisi besar, dan saking besarnya dia nggak bisa mengendalikan itu. Mungkin selama ini Jey selalu mendapatkan apa yang dia mau, jadi begitu kamu nolak dia di depan umum, Jey jadi tersinggung dan nggak terima," Jelas Jeff menurut apa yang dia tangkap dari karakter Jey selama mereka kenal.

Tangisan Oci mulai mereda. Dia meminta Jeff untuk segera pergi dari sini. Awalnya Jeff akan langsung mengajak mantan istri dan anaknya pulang ke Jakarta. Tapi Oci bilang lebih baik malam ini mereka menginap di hotel saja. Mengingat hari sudah tengah malam, dan Jaemin yang juga sudah tertidur pulas. Alhasil mereka menyewa dua kamar hotel. Satu untuk Oci dan Jaemin, satu lagi untuk Jeff.

Sesampainya di kamar hotel, Oci lebih banyak melamun sambil memandangi gelapnya langit malam lewat kaca jendela. Suara ketukan pintu yang tiba-tiba membuatnya terkesiap. Saat pintu dibuka, Oci menemukan Jeff yang membawa sekantung makanan.

Oci membiarkan Jeff masuk. Mereka akhirnya duduk di kursi meja makan kecil yang berada di setiap kamarnya, "Aku tau kamu belum makan," Kata Jeff sambil mengeluarkan makanan-makanan tersebut dari kantung plastik. Ternyata dia membawa chicken kesukaan Oci, "Makan dulu ya? Biar perutnya nggak sakit lagi."

Oci menggeleng, "Aku nggak nafsu."

Jeff menghela napasnya, "Aku tau kamu sedih. Tapi sedih juga butuh tenaga Ci. Apalagi kalau mau ngeluarin air mata," Kedengarannya mungkin seperti sebuah candaan, tapi Jeff sedang dalam mode serius, "Yaudah deh, supaya kamu mau makan, aku kasih kulit ayam punya aku," Jeff memisahkan kulit dari daging ayam miliknya lalu meletakkan kulit tersebut di nasi Oci. Meski Jeff sendiri sangat menyukai bagian itu, namun demi Oci apapun akan dia lakukan.

"Aku tau kamu suka, ambil lagi aja. Aku lagi nggak mood makan," Tolak Oci lagi.

"Astaga Bundanya Jaemin, aku nih udah rela banget bagian paling berharga dari chicken dikasih ke kamu. Jadi buruan deh makan."

"Aku nggak---"

"Aku suapin," Jeff dengan segera menyuapi Oci dengan jari tangannya langung tanpa menggunakan sendok, "Enak kan?" Tanya Jeff.

Oci akhirnya tersenyum seraya mengangguk.

Jeff yang melihat itu ikut mengangkat kedua sudut bibirnya, "Aku nggak ngelarang kamu untuk nangis. Tapi ngeliat kamu senyum, itu jauh lebih baik."

Oci lagi-lagi tersenyum, "Makasih Mas, kamu selalu ada di sisi aku."


Jey : Ci, maafin aku soal yang tadi. Aku nggak tau kenapa aku bisa kurang ajar begitu

Jey : Apa yang harus aku lakuin supaya kamu mau maafin aku?

Oci : Pergi dan jangan pernah hubungi aku lagi Mas. Itu udah cukup

Anda (Oci) memblokir nomor ini








Busuknya kebongkar juga

Sebenernya kalau kalian peka, sifat asli Jey tuh udah pernah asem spill dikit sebelumnya

MANTAN [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang