Enam : Tragedi Kapal

934 207 203
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Cuaca mulai terik, namun itu bukan alasan sebenarnya seorang Salfa memilih untuk tetap duduk di bangku kapal bersama kopernya. Meski sudah mengatakan alasan demikian, tetap tak ada yang percaya. Hal itu dikarenakan Genta yang bilang bahwa dirinya takut di laut. Kini teman-temannya tak berhenti mengajaknya ke tepian kapal, untuk menikmati pemandangan, sekaligus ingin mengerjainya.

"Ayo lah, Sal. Yakali anak teknik sipil takut panas," ujar Vin yang menarik-narik tangan Salfa yang masih ogah-ogahan.

"AYO, SAAAAAAL!! PEMANDANGANNYA BAGUS GEWLAAA," sahut Gopal yang lebih dari bersemangat.

Sementara Genta? Jangan ditanya! Dari tepian kapal ia tersenyum puas melihat ke arah mereka yang heboh. Lantas memilih membiarkan saja, toh, ia juga sudah menang telak. Salfa tak bisa mengatasi ketakutannya hanya demi menunjukkan bahwa dirinya berani.

Novan, melihat senyum pemuda di sebelahnya masih mengembang. Diperhatikannya Genta menatap lurus ke laut yang biru, dengan mata menyipit karena mengatur intensitas cahaya yang masuk.

"Apa yang lo pikirin, Ta?"

Genta menoleh sekilas, lalu menghela pelan. "Nggak tau deh, Van. Cuma kok rasanya aneh aja, setelah dua tahun, semuanya berubah."

"Heh!" balas Novan, tersenyum jahat. "Emang lo berharap dapat perlakuan kayak gimana, Ta? Setelah lo ninggalin Salfa gitu aja buat ngejar cinta pertama lo, lo berharap dia baik-baik aja sama lo?"

Helaan berat kini terdengar jelas dari Genta. "Tapi sekarang, harusnya dia bisa lebih dewasa, Van. Lo lihat aja gimana dia, apalagi temennya, Kinara. Kelihatan gedek banget gitu sama gue."

"Salfa. Dia orang yang selalu ada buat lo. Ngelakuin apa aja yang dia bisa untuk nemenin lo berjuang buat kehidupan lo. Dia bahkan nggak pergi ketika lo curhat-curhat ke dia soal Liana. Karena apa? Karena dia percaya lo akan bisa ngelupain cewek yang sia-siain lo bertahun-tahun, Ta. Sambil berharap lo bisa lihat dia, walaupun sekali aja," ujar Novan panjang lebar, seakan-akan ia menumpahkan segala uneg-unegnya tentang keegoisan Genta.

"Lo ngasih dia pintu untuk dia masukin, Ta. Kita sama-sama tau kalau dia nggak berharap dengan sia-sia. Dia emang punya rasa memiliki atas lo, dan lo sendiri yang ngasih itu ke dia," lanjut Novan. Pemuda itu sejenak menghela pelan. "Come on lah, Ta. Jangan ngerasa diri lo korban disini. Yang korban perasaan tuh Salfa."

Genta masih diam dan terus diam, tak menyahuti satu kata pun. Pemuda itu hanya mengusap wajahnya yang nampak letih dengan semuanya. Penyesalan itu kembali. Memenuhi rongga dadanya hingga terasa sesak.

"Terus lo kenapa kayak gini sekarang? Darimana asalnya lo nyadarin perasaan lo ke Salfa?" tanya Novan lagi, mengundang tatapan penuh arti dari Genta.

"Karena gue sadar, sama siapapun gue, rasanya nggak seutuh kayak ketika gue sama Salfa."

Mata Genta lalu berganti memindai sekitaran. Dilihatnya Vin, Gopal, dan Kinara sedang berfoto-foto di sisi lain kapal.

Sementara itu, Salfa diam sendiri di bangku. Sok-sok menyibukkan diri dengan ponselnya, ketika satu sosok mendekat ke arahnya dan berdiri tepat di depannya. Salfa mendongak, tentu dengan menyinis. Jika kalian pernah tahu anak kecil yang matanya memelotot pada anak lain, seperti itulah Salfa sekarang.

AWAKENED [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now