Dua Puluh Satu : Insiden Berdarah

578 102 137
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Dukk!!

Suara tubuh terbanting ke tembok menggema di lorong antar dua rumah tersebut. Orang yang Vin tidak ketahui namanya itu berhasil ia persempit pergerakannya dengan menguncinya di tembok. Kedua tangannya menekan leher orang itu, membuatnya meringis karena kehabisan napas.

"Mau nyerang gue lo, ha?!" sentak Vin, masih dengan tatapan menghunus. "Orangnya Widji kan lo? HA?! JAWAB GUE!!"

"A-ampun, Mas!"

Vin semakin seperti orang kalut. Emosinya sudah tak terbendung. Ia mencekik leher orang itu lebih dari sebelumnya. "Kasih tau sama gue sekarang, dimana Widji?"

"N-nggak tau, M-mas. T-tolong lepasin," balas orang itu dengan susah payah.

Segera setelah itu Vin menarik dan menghempaskan orang itu ke tanah, untuk kemudian ia tindih dengan satu tangan mencengkeram kerah sementara tangan yang lain bersiap melayangkan pukulan. Gerakan pemuda itu sangat gesit, ia memang sudah ikut bela diri sedari kecil. Maka untuknya, mengatasi orang seperti ini, sangat gampang.

"KASIH TAU GUE SEKARANG, DIMANA WIDJI?!!"

"S-saya telepon sejak tadi pagi nggak diangkat, Mas. Ampun, Mas."

Tak menggubris permohonan orang tersebut, Vin mendaratkan bogem ke hidung orang itu dengan tak tanggung-tanggung, hingga berdarah. "BILANG KE GUE DIMANA DIA SEKARANG, BANGSAT!!"

"AAMPUUNN, MAS, AMPUUUN…" balas orang itu masih dengan dua telapak tangan yang disatukan sebagai pernohonan, karena ketidakberdayaannya. "R-rumahnya kosong, dia nggak di rumah, Mas."

"TERUS DIMANA?!!"

"Di ruang bawah tanah dekat pantai sana, Mas! Ampun, Mas!" balas orang itu dengan menunjuk arah utara.

Vin beranjak, namun tangannya masih tetap mencengkeram. Ia membanting lagi tubuh orang itu ke tembok seperti sebelumnya. Tatapannya makin menakutkan hingga didapatinya orang tersebut bahkan sampai tak berani menatap padanya.

"Antar gue kesana. Sekarang," ujar Vin lugas dan penuh penekanan. "Gue udah kehilangan sahabat gue, dan gue nggak akan segan buat bunuh lo kalau sampai lo nggak bisa bawa gue ke dia. NGERTI?!!"

Seolah terhipnotis cara bicara Vin yang menakutkan, orang itu mengangguk pasrah. Soal nanti ia akan dibunuh Widji, urusan belakang. Yang jelas, ia tak mau mati konyol disini. Apa yang dikatakan pemuda di depannya terlihat tak main-main. Apalagi, ia harus sesial ini sampai ada tali tergeletak tak jauh dari tempatnya dihajar sehingga kini tangannya tak bisa berkutik karena ditali erat.

Sebelum jalan, Vin memeriksa orang itu terlebih dahulu karena bisa saja ada benda tajam yang disembunyikan, yang tentu bisa mencelakainya kapan saja. Vin bukan orang bodoh yang dengan gampangnya percaya pada orang itu. Sebelum ia bisa melihat Kinara dengan mata kepalanya sendiri, ia tak akan melepaskan orang ini.

Sopir taksi yang Vin hentikan sesekali melihat ke bangku penumpang melalui spion yang ada di dalam. Vin yang paham maksudnya, langsung buka suara. "Nggak usah takut, Pak. Saya emang lagi ada urusan hidup dan mati sama nih orang," ujarnya lalu melirik orang yang masih ia cengkeram lengannya itu.

"Eh bajingan, dengar ya. Kalau sampai lo bawa gue ke tempat yang salah, gue benar-benar bakalan habisin lo," tukas Vin sekali lagi. Bahkan ia tak mempedulikan ada si sopir yang memandang ngeri melalui spion ketika mendengarkannya. "Ayah macam apa bos lo itu, ha? Gimana bisa dia culik anaknya sendiri?!"

AWAKENED [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang