Dua Puluh Delapan : Jalan Pulang

537 112 106
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Jam dinding telah menunjukkan pukul setengah enam petang, namun lantunan doa masih terus menggema di rumah Wira. Ketika itulah, sebuah mobil berhenti. Remnya yang berdecit terdengar sampai ke ruang tamu. Wira dan Nilam pun yang ikut mendoakan Dody, spontan menoleh.

Di depan pagar, enam orang keluar dari mobil bertepatan dengan adzan maghrib. Terlihat salah satunya berjalan dengan dibantu dua orang yang lain. Adalah Gopal yang masih dalam tahap pemulihan. Betapa kuatnya dia bertahan dengan itu semua. Tak lama kemudian satu ambulance datang. Ambulance yang memang ditelepon untuk menjemput Gopal dan membawanya ke rumah sakit untuk melanjutkan perawatan agar tak terjadi hal yang tak diinginkan.

"Sorry ya, Pal. Kita maksain lo buat ikut balik padahal kondisi lo lagi kayak gini," ujar Vin yang menyerahkan temannya pada petugas ambulance yang kemudian menidurkan Gopal di tandu.

"Nggak apa. Nahan sakit hampir sehari nggak masalah. Dengan sampai disini, gue lega. Asal sama kalian," balas Gopal dengan raut sok manisnya.

"Yeee, bisa aja lo, Nyet!" balas Novan. Ia sendiri juga merasa lega telah berhasil pulang dengan selamat. Meskipun ya, harus kehilangan gadis yang ia suka karena sekarang sudah jadi milik Vin. Tak apa. Baginya, gadis bukan hanya Kinara saja. Pada akhirnya Vin mau mengakui perasaan terdalamnya, itu sudah membuatnya ikut senang karena perasaan Kinara akhirnya berbalas.

Sementara itu, kaki Gopal perlahan pulih selama di perjalanan. Tak lagi mengeluh sakit. Daun dan akar yang diberi Si Mbah benar-benar menyembuhkan luka tersebut. Tampak jelas, bahwa tak lagi ada benjolan, memarnya pun semakin sempit luasannya meski tak nampak sepenuhnya sebab daun itu masih menutupi luka tersebut. Semuanya pun menduga, luka itu jelas bukan luka biasa.

"Setelah semua disini selesai, kita akan nemuin lo di rumah sakit," ujar Novan, dibalas anggukan oleh Gopal.

"Titip salam buat keluarganya Salfa, ya?" balas Gopal.

Kini Novan dan Vin kemudian berbalik, menyusul Genta, Salfa, dan Kinara yang sudah masuk ke rumah. Disana, mereka melihat Kinara yang bersimpuh di kaki Nilam karena apa yang ayahnya lakukan. Sungguh, Vin mengakui betapa besar hati gadis itu. Untuk beberapa orang, minta maaf bisa jadi hal paling sulit dilakukan, terlebih ketika rasa bersalah sudah mencapai titik tertinggi. Rasa ingin meminta maaf itu berubah menjadi takut. Namun, Kinara bisa melawan itu dan mengakui bahwa ayahnya adalah benar bersalah.

"Maafin Kinara, Tante. Tolong, Kinara mohon maaf…" lirih gadis itu dalam tangisnya.

Nilam yang sama menangis, sedang berusaha menjauhkan Kinara dari kakinya karena tak tega. "Nggak, Ra. Kamu nggak salah. Tante nggak pernah sedikitpun nyalahin kamu."

Salfa kemudian berjongkok, membantu ibunya untuk menjauhkan Kinara. Ia mengambil alih sahabatnya ke dalam pelukannya. Mengusap pundak gadis itu yang bergetar. Namun sedetik kemudian, teriakan dari orang yang berada di tengah-tengah ruang tamu membuat pelukan mereka terlepas. Itu dikarenakan lantunan adzan yang berkumandang, membuat tubuhnya menggeliat tak karuan.

Salfa yang baru saja menyadari, bahwa orang tersebut tak lain adalah Dody, ayahnya, menatap nanar dengan dada yang teramat sakit seperti ditekan sesuatu secara tak tanggung-tanggung. "Ayah…?" lirihnya.

Salfa merasakan kedua matanya memanas. Makin lama, bola mata itu makin berair, dan menembus kelopaknya. Jatuh ke pipi. Tak tega rasanya melihat itu semua. Seperti ia juga merasakan sakitnya jadi Dody. Di sepanjang perjalanan, ia hanya terpikirkan ayahnya, namun tak membayangkan kalau sampai seperti sekarang.

AWAKENED [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now