Sebelas : Surat Tanpa Nama

748 157 175
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Membiarkan bangku di mobil basah kuyup, Gopal berkendara dengan kecepatan semaksimal yang ia bisa agar cepat sampai ke rumah. Di bangku tengah, Salfa sudah menggigil hebat. Sebenarnya itu dirasa aneh oleh semua orang. Perairan di pulau itu hangat, tidak sampai membuat seseorang menggigil harusnya. Namun barangkali karena rasa panik luar biasa lah yang membuat Salfa jadi demikian.

Novan yang memang berada di bangku depan dengan Gopal segera turun, meraih kunci dalam sakunya dan membukakan pintu untuk yang lain. Kinara dan Genta menuntun Salfa masuk. Disitulah, Vin melihat beberapa orang yang sedang lewat memandang aneh, bahkan bisa dibilang, memandang seperti ngeri.

"Pal?!" panggilnya pada Gopal yang hendak menyusul masuk. Alhasil, pemuda itu tertahan dengan Vin. "Lihat deh orang-orang. Pada berhenti di depan, ngapain banget?"

Gopal tak begitu menanggapi serius pandangan orang-orang itu karena ia hanya menoleh dan melihat ke mereka sekilas. "Ah, ya mungkin lihat kondisi Salfa jadi pada nontonin."

Vin berusaha berpikiran biasa saja seperti temannya. Tak lama kemudian, ia pun menyusul Gopal yang sudah berjalan masuk lebih dulu. Di ruang tamu, Salfa duduk tetap dengan kondisi menggigil. Pandangannya kosong, gadis itu hanya diam tanpa suara. Sementara, dari dalam, Kinara berlarian mengambilkan selimut.

"Salfa biar ganti dulu kali, percuma dikasih selimut kalau pakaiannya aja masih basah gitu," tegur Vin, dan Kinara langsung menepuk keningnya karena merasa bodoh.

"Iya bener, ayo, Sal. Ganti dulu ya," ajak Kinara yang lantas menarik Salfa untuk berdiri dengan pelan-pelan. Sungguh ia tidak tega melihat kondisi Salfa. Pertama kali Salfa ngeri akan sesuatu yaitu tentang Pak Karni, tak sampai seperti sekarang. "Ayo, Sal. Ganti ya, gue ambilin baju lo."

Empat pemuda yang salah satunya masih dalam keadaan basah sama seperti Salfa, menunggu di lorong tengah. Tepatnya, di depan pintu kamar para gadis. Lengkap dengan isi kepala masing-masing yang tak tahu menahu, karena belum juga memulai kegiatan menyelamnya, mereka dikejutkan oleh kejadian tenggelamnya Salfa.

Sekitar lima menit kemudian, setelah Salfa berbaring di atas tempat tidur dengan selimut berlapis-lapis, Kinara menuju ke depan. Rasanya ia sudah tidak bisa menahan lagi untuk mengeluarkan emosi yang sejak tadi ia tahan dalam mobil.

Brakkkk!! Pintu kamar ditutup kasar oleh Kinara. Didapatinya empat pemuda yang merupakan teman-teman rombongan liburannya itu berdiri di depan kamar. Mata Kinara langsung tertuju pada satu orang. Dihampiri orang itu dengan wajah yang mendongak.

"Kenapa bisa sampai kayak gitu? Lo yang sama dia, harusnya lo bisa jagain dia, Ta!" sentak Kinara dengan muka yang merah padam. Gadis itu maju selangkah. "Lo punya penjelasan yang baik untuk ini? Ha?"

Vin segera maju menengahi, memberikan jarak antara Kinara dan Genta yang masih diam seribu bahasa. Ia paham bagaimana paniknya teman perempuannya tersebut, tapi di sisi lain, ia sangat memahami Genta. Vin tahu Genta bahkan tak akan memberikan kesempatan terjadinya hal-hal demikian, apalagi menyangkut soal Salfa.

"Ra, Ra, Ra. Tenang, Ra. Yang penting Salfa udah disini sama kita. Dia udah di kamar, istirahat. Jangan ribut disini," ujar Vin sangat halus, bahkan nyaris seperti berbisik. "Genta juga nggak mungkin biarin itu. Semuanya di luar kendali dia, Ra."

Memang hanya Vin yang selalu bisa menenangkan seorang Kinara selain Salfa. Gadis itu kini terdiam dengan mengusap mukanya. Tentu saja ia takut sesuatu terjadi pada sahabatnya. Dalam hidup, hanya mereka berdua yang benar-benar menjadi teman. Sisanya, hanya sekadar memenuhi syarat manusia sebagai makhluk sosial saja.

AWAKENED [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now