Dua Puluh Sembilan : Pahlawan dan Surga

578 112 100
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Seorang laki-laki tengah menunduk dalam posisi berdiri yang sudah sangat lemah. Tenaganya telah habis untuk meronta dari rantai yang menali tangan dan kakinya. Kepalanya kemudian menengadah, lantas mencari ke kanan kiri, karena ada sesuatu yang ia dengar. Suara putrinya. Begitu lirih, lalu disusul suara anak bungsunya. Bersahut-sahutan, memohonnya pulang.

"S-Salfa? Wira?"

Tubuh Dody yang sudah lemah kembali meronta namun apa daya, ia tak bisa pergi karena jin yang membawanya kemari telah mengunci pergerakannya. Ya Tuhan, jika ini memang akhirku, maka kembalikan aku ke keluargaku. Jangan biarkan aku tetap disini.

Langkah gontai dari seorang wanita mengambil alih fokus Dody. Wanita yang sudah sebelas tahun tak pernah ia temui lagi. Wanita yang ia beri perasaan sepenuh hati, namun justru perasaan tersebutlah yang membawanya sampai kemari. Perasaan yang menempatkan putri kesayangannya dalam marabahaya. "Mayang…?"

Di depan jeruji besi yang menjadi ruangan dimana Dody ditempatkan, wanita cantik dengan wajah pucat itu memandang dengan diam. Memperhatikan bagaimana buruknya keadaan Dody atas apa yang Widji lakukan. Tangan Mayang memegang jeruji besi itu, ditatapnya Dody dengan memelas. Sebenarnya tempatnya bukan disitu, namun ia datang hanya untuk meminta maaf.

"Maafkan aku, Mas…" lirihnya, namun dapat didengar oleh Dody. "Aku tidak mengira semuanya akan sampai seperti ini… Maafkan aku…"

Mayang menangis, menumpahkan kesedihannya atas segala yang terjadi. Ingin ia membantu Dody untuk keluar dari sana, namun ia tak punya kuasa akan hal itu. "Maaf," hanya itu yang terus ia ucap, hingga kemudian pelan-pelan berjalan pergi.

"MAY? MAYANG?" panggil Dody dengan volume suara yang naik. "MAAFKAN AKU, MAY! TOLONG BANTU AKU KELUAR DARI SINI, MAY! MAY…?!"

Kembalilah Dody menangis, meluruhkan segala luka yang terasa. Mengingat semua hal yang terlewat dan segala kebodohannya. Wajar jika Mayang tak mau menolongnya, sebab ia sudah sebegitu keterlaluannya meninggalkan Mayang sebelas tahun lalu. "Maafkan aku, May…" tangisnya makin pecah seketika itu.

●●●●

Kyai Sa'id dan Pak Aji mengusap muka setelah prosesi selesai. Salfa dan Wira telah kembali dan ketika membuka mata, keduanya langsung berpelukan dengan tangis sesenggukan meratapi kegagalan atas usaha mereka. Meski Pak Aji sudah berkali-kali menegaskan bahwa itu bukan salah mereka, memang cara tersebut sudah diperkirakan berhasil dalam skala prosentase yang kecil. Terlebih, jika masuk ke pintu itu, malah semakin beresiko.

Setidaknya Dody sudah mendengarkan anak-anaknya, kini hanya tinggal menyerahkannya pada Tuhan, agar menunjukkan jalan pulang untuk Dody.
Nilam bergegas mendekat dan mendekap anak-anaknya. Air matanya sudah habis. Sekarang ia hanya berusaha menenangkan Salfa dan Wira karena bagaimanapun juga, menguatkan anak-anaknya adalah tugasnya sebagai orang tua. "Kak, sudah, Kak… jangan disesali lagi, semua sudah terjadi…"

"Tapi… S-Salfa gagal, Buk…" balas Salfa dengan terbata karena dadanya terasa amat sesak. Terlebih, melihat sang adik yang tak mengatakan apapun, hanya diam dengan air mata yang belum juga surut, makin membuatnya bersedih.

Mata Salfa kemudian melirik ke Genta yang posisinya tak jauh. Mata basah nan merah miliknya menyorot Genta dengan rasa perih yang terpancar. Segera Genta datang dan mengambil alih gadis yang ia sayang ke dalam peluknya. Mengusap rambut Salfa yang berantakan, dengan mata memejam. Bahkan dalam masalah ini bukan hanya dia yang kehilangan, namun juga Salfa. Mereka jadi dua orang yang sama-sama terluka.

AWAKENED [Sudah Terbit]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ