Dua Puluh : Petunjuk Demi Petunjuk

592 110 141
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Karena tak mendapatkan apapun di pesisir, lima orang dalam mobil itu kini berganti haluan menuju ke tempat-tempat yang belum mereka datangi. Ketika itulah, Vin berpura-pura memasang wajah resah. Pemuda itu menendang-nendangkan kaki di bangkunya, membuat semua temannya saling pandang tak mengerti.

"Berhenti, Ta!" ujar Vin sebelum salah satu dari mereka sempat melemparinya pertanyaan.

Genta menurut karena dirasa, Vin memang sedang sangat suntuk. Tepat ketika mobil menepi dan mesinnya dimatikan, Vin segera keluar dari sana. Disusul yang lain dengan segera. Masih memandang bingung pada pemuda yang kini menendang kerikil-kerikil tak berdosa di tepi jalan.

"Vin, lo kenapa sih?" tanya Novan tanpa menunggu lagi.

Vin menoleh, tetap dengan memasang muka gelisahnya. "Gue turun disini, kalian jalan aja."

"HA?" kaget Salfa, Genta, Novan, dan Gopal secara serempak.

Terdengar Vin berdecak pada mereka semua. "Gue serius. Kepala gue serasa mau pecah tau nggak?! Gue butuh waktu sendiri!"

Mendengar itu, tentu saja tak terdengar suara karena semua masih mencoba mencerna yang barusan dibilang Vin. Yang benar saja? Kinara saja masih belum ketemu, ini Vin malah ingin pergi sendirian?

"Kalau ada apa-apa sama lo gimana, Vin?" tanya Salfa kemudian. "Kayak kata Pak Beni, belajar dari yang sudah-sudah. Lo nggak bisa pergi sendirian."

"Gue nggak apa-apa, Sal. Malu sama tattoo gue nih kalau gue nggak bisa jaga diri," balas Vin sambil tangannya menepuk dada. Semua temannya pun sudah tahu bahwa disana terdapat tattoo.

Genta melihat raut Vin yang tampak meyakinkan, sepertinya temannya yang satu itu memang benar bisa jaga diri. Ia melirik ke Novan dan Gopal yang masih diam. Mereka sama-sama dapat melihat raut Vin yang tak sedang main-main. Sudah jelas bahwa yang jayus di rombongan ini hanya Gopal, tak ada duanya.

"Lo yakin kan tapi?" tanya Gopal pada akhirnya, memastikan sekali lagi.

"Yakin. Jaman udah canggih kali, gampang ngasih kabar mah. Gue juga tau jalan balik kok," balas Vin masih mencoba meyakinkan. Ia benar-benar butuh waktu sendirian untuk memecahkan teka-teki kamar hotel.

Setelah menimang-nimang, tiga pemuda itu pun pasrah melepaskan Vin sesuai dengan kemauan temannya tersebut. Berbeda dengan Salfa yang masih tampak tak rela Vin pisah dengan mereka kali ini. Rautnya jelas sangat berat hati, dan Vin mengerti itu. Segera ia mendekat dan menarik hidung gadis itu.

"Gue bisa jaga diri, Nyet. Nggak usah khawatir."

Raut Salfa berubah jadi cemberut setelah merasakan hidungnya sakit. "Apaan sih. yaudah, yaudah, sana. Tapi ingat, jaga diri beneran. Kalau ada apa-apa langsung hubungin kita-kita. Ngerti?"

Vin menghela pelan dengan tersenyum singkat. Ekspresi Salfa yang seperti itu sudah jadi makanan sehari-hari untuknya. Sementara itu, suara Novan memecah suasana. "Lo tuh apaan sih, Vin. Pake narik-narik hidung si Salfa lagi? Nggak lihat Genta udah jadi batu di sebelah lo?"

Mendengar itu pun, secara otomatis Vin langsung memutar kepalanya sembilan puluh derajat menghadap Genta. "Ampun, Ta! Nggak maksud deh sumpah!"

Genta hanya melirik dengan ekspresi dinginnya. "Lebay, siapa yang cemburu?"

AWAKENED [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now