Enam Belas : Hilang

703 130 128
                                    

[Kalau berkenan, jangan lupa follow author agar dapat notifikasi dan info seputar update-an, terima kasih]

Cerita ini hanya fiktif belaka. Semua kejadian yang terjadi hanya karangan bebas penulis, tidak benar-benar terjadi di tempat dan lokasi yang disebutkan.
.
.
.
.
.

Kicau burung yang terdengar bersamaan dengan deburan ombak terasa sangat damai menyapa telinga. Dari lain tempat yang tak jauh, tampak para nelayan baru saja kembali dari lautan, usai mempertaruhkan hidup di tempat yang bisa saja tak mengizinkan mereka pulang. Ikan hasil tangkapan dibawa turun untuk kemudian diantar ke pasar. Banyak juga anak kecil berlarian menyambut ayah mereka dengan riang.

Salfa menatap ke mereka dari tempatnya duduk. Tersenyum simpul, yang hanya ia saja yang mengerti artinya. Keharmonisan ayah dan anak disana seperti tak dapat ia rasakan. Pikirannya mulai berimajinasi jauh, membayangkan jika saja ia yang tinggal disini. Andai anak itu dirinya dan laki-laki yang tertatih turun dari kapal itu ayahnya. Barangkali, hidupnya tak akan sehampa ini. Juga mungkin, laut akan menjadi tempat pelarian paling menyenangkan setelah semua rasa sakit yang dirasakan, bukan tempat yang ia takuti.

"Hufftt," gadis berambut keriting itu menghembuskan napas berat. Kepalanya lantas menoleh, melihat Gopal dan Genta masih menunggu Pak Beni di warung tak jauh dari pantai, duduk di kursi panjang sembari menikmati kelapa muda yang tampak segar.

"Kinara kemana, Vin?" tanya Salfa sambil beranjak dari bangku mobil yang pintunya ia biarkan terbuka. Sementara Vin yang sedang main bareng game online dengan Novan hanya menatap sekilas dengan bingung. "Kinara kemana?" tanya Salfa lagi mengulangi pertayaannya.

Barulah ketika itu, Vin ber-oh ria dan menjawab. "Jalan-jalan bentar katanya."

Salfa yang kaget buru-buru memindai sekitaran. Dadanya yang sedikit tertekan langsung melega ketika mendapati sahabatnya itu tengah duduk-duduk di bawah pohon kelapa. Baru hendak menyusul, suara Novan membuat langkahnya terhenti.

"Biarin dia sendiri dulu, Sal. Dia butuh tenang."

Salfa menoleh ke Novan, dalam hati membenarkan itu. Ia menatap ke Kinara lagi, merasa iba. Harusnya mereka kesini senang-senang, tapi semuanya malah jadi seperti ini. Kinara pasti sangat pening merasakan semuanya secara bersamaan, dan ia sangat mengerti akan hal itu. Setelah menghela pelan, Salfa menyusul duduk di sebelah Vin, mengintip layar ponsel pemuda itu yang posisinya miring. Salah satu hal yang Salfa inginkan selain punya kuda, adalah bisa main game online. Tampaknya sangat seru dan menyenangkan. Orang-orang yang ia kenal, banyak yang bilang jika ada masalah, maka game adalah pelarian yang paling instan. Jelas itu tampak menggiurkan untuknya.

"Vin, ajarin gue main game dong," celetuk Salfa tiba-tiba yang tak hanya membuat Vin menoleh kaget, namun juga Novan. "Pengen bisa. Susah nggak sih?"

Vin dan Novan pun saling lirik. "Yakin lo?" sahut Novan dengan heran.

"Yakin lah, kenapa emang?"

Lagi, dua pemuda itu saling lirik namun kali ini dengan durasi yang sedikit lebih lama. Setelah sama-sama menyipitkan mata, keduanya kembali menoleh ke Salfa dan berujar secara bersamaan. Sangat kompak. "LO NGGAK ADA SKILL!!"

Anjir, umpat Salfa dalam batinnya. Ia tak membalas dan hanya bersidekap menatap ke pantai yang deburan ombaknya terdengar sampai ke tempatnya duduk saat ini. Sedetik kemudian, ia dengan tak sengaja menoleh warung. Rupanya, Pak Beni baru saja datang, tengah bersalaman dengan Gopal dan Genta.

"Pak Beni udah datang!" serunya.

Secara otomatis, Novan dan Vin pun ikut menoleh, mendapati hal yang sama. Orang yang mereka tunggu akhirnya datang. Memang setelah terjadi kesepakatan usai berembuk tadi pagi, mereka berencana untuk ke pelabuhan, menanyakan kesiapan kapal untuk kembali. Adanya Pak Beni yang juga merupakan orang lokal akan sangat membantu mereka saat menemui pihak kapal.

AWAKENED [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now