Pergi

13.4K 602 16
                                    

Den Haag, Belanda, pukul 9 malam

Lampu di salah satu balkon kamar di lantai 3 di mansion bergaya Eropa kuno itu tampak baru saja dinyalakan. Sebuah sofa panjang yang tampak nyaman ada di balkon itu, dilengkapi dengan sebuah meja bundar kecil yang di atasnya berisi segelas susu, jam pasir, dan sebuah buku yang diatasnya ada kacamata baca. Sebuah selimut rajut berukuran sedang tersampir disandaran sofa.

Beberapa menit kemudian, seorang perempuan dengan gaun tidur putih yang panjangnya hampir menyapu lantai muncul dibalkon. Rambut panjangnya yang berwarna coklat hampir menyentuh pinggang dibiarkan tergerai.

Sejenak perempuan itu menatap kearah langit malam sebelum kemudian duduk di sofa. Ia mengambil selimut kecil yang tersampir diatas sandaran sofa setelah itu Ia mengangkat gelas yang berisi susu lalu meminumnya seteguk.

Perempuan itu kemudian mengenakan kacamatanya, mengambil buku lalu membuka bagian yang sudah ditandainya lalu tangannya terulur membalik jam pasir dan mulai membaca.

.

.

Pagi hari

Perempuan itu menggeliat saat merasakan angin berhembus pelan mengenai pipinya. Perlahan, inderanya menyesuaikan diri untuk bekerja.

Telinganya menangkap bunyi burung dari luar jendela, gemerisik daun dan juga bunyi angin yang tidak biasa.

Hidungnya menangkap bau tanah dan pepohonan yang dibawa oleh angin masuk melalui jendela yang dibiarkan terbuka semalaman itu.

"Musim gugur." Ucapnya lirih.

Namanya Maxima. Lengkapnya, Maxima Elizabeth Alexander. Perempuan keturunan Eropa, berkewarganegaaran Amerika Serikat yang tiga tahunan ini menetap di Den Haag, Belanda.

Maxima berumur 22 tahun, dan dia seorang janda. Maxima dinyatakan pengadilan resmi menjanda beberapa minggu setelah ulang tahunnya ke 19. Hanya berselang setahun, lebih sedikit sejak pernikahannya berlangsung. Cukup singkat.

Menjadi janda diusia muda saat itu tentu tak mudah, apalagi ayah angkat Maxima seorang figur politik yang cukup dikenal. Banyaknya hujatan dan tekanan batin yang dialami oleh Maxima membuat kakeknya memindahkannya ke tempat lain, tidak tanggung-tanggung, ke luar benua.

Orang tua angkat Maxima sendiri tampak tidak terlalu peduli dengan akibat yang dirasakan anak angkat mereka pasca perceraian itu. Mereka hanya sibuk mencari citra baik, bahkan seakan berusaha mengaburkan keberadaan Maxima sebagai anak mereka.

Ayah angkat Maxima saat itu menjadi calon senator di salah satu negara bagian di Amerika Serikat, sehingga berusaha sebisa mungkin membuat berita perceraian Maxima tak mempengaruhi reputasinya.

Menikah saat berusia 18 tahun dan bercerai saat berusia 19 tahun. Sungguh ironis.

Pernikahan setahun yang dijalani Maxima bukanlah pernikahan tanpa cinta. Di dalamnya ada cinta dan cinta itu adalah cinta dari seorang Leonardo Bloomberg.

Leonardo sangat mencintai Maxima selama mereka menikah. Bahkan sebelum menikah. Walau sikap Maxima selalu terkesan dingin, datar dan tak peduli padanya, namun cinta putra tunggal konglomerat dalam bisnis perdataan itu tetap tak sirna pada istrinya.

Leonardo berusia 28 tahun saat menikahi Maxima yang berusia 18 tahun. Leonardo tentu memahami jika perbedaan usia mereka membuat Maxima tak bisa dengan mudah dekat dengannya, belum lagi Maxima masih terbilang sangat muda.

Leonard saat itu dengan sabar menjalani kehidupan rumah tangga mereka walau tanpa cinta dari sang istri.

Satu hal selain cintanya yang membuat Leonardo bertahan adalah Maxima tak pernah menolak saat Ia menginginkan kebutuhannya sebagai seorang suami. Maxima yang kaku terkesan polos melayani Leonardo di atas ranjang walau tanpa cinta.

Let It GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang