7. Biological Parents

5K 289 0
                                    

Vote yah:)
<^•^>

Maxima berdiri menatap Bobby dengan heran. Belum genap dua bulan Ia tiba di Den Haag dan Bobby sudah kembali mengunjunginya pagi ini dengan jaket tebalnya. Musim dingin memasuki puncaknya di Den Haag pada bulan February.

Maxima masih merasa kesal. Bobby sama sekali tak pernah mengangkat telfonnya akhir-akhir ini, padahal Maxima khawatir. Ia hanya ingin mencari tahu kabar Bobby.

"Kakek tak mengangkat telfonku satu minggu terakhir ini. Katakan ini tak ada hubungannya dengan kedatangan tiba-tiba ini."

"Selamat pagi juga, sayang. Kabar kakekmu sangat baik, hanya saja, ada apa dengan cuaca dingin diluar?"
Bobby memeluk Maxima dengan sedikit menggerutu tentang suhu dingin Den Haag menjelang akhir February.

Maxima sedikit kaget atas pelukan Bobby. Kakek tua itu tidak biasanya memeluknya saat tiba di Den Haag. Ia menunduk, pipinya terasa panas. Saking kesalnya, Ia melupakan sopan santunnya.

"Jadi kau sudah bisa kesal seperti ini sekarang? Kemajuan yang bagus. Sangat bagus." Bobby terbahak membuat Maxima makin menunduk.

"Maafkan aku kakek."
Maxima masih menunduk. Tak percaya Ia mengekspresikan rasa kesalnya dengan hal yang memalukan.

"Tidak masalah. Lebih baik sarapan dulu. Kau baru bangun bukan?"

Maxima hanya bisa mengangguk pelan lalu berjalan mengikuti Bobby ke meja sarapan, seakan dirinya yang baru tiba.


<^•^>

Dua pekan sudah Bobby tiba di Den Haag. Tak ada tanda-tanda jika kunjungannya kali ini tak seperti kunjungannya yang biasanya. Hanya saja, kali ini lebih lama dari biasanya. Bobby biasanya hanya tinggal seminggu bersamanya lalu kembali ke Amerika.

Disisi lain, Maxima semakin dibuat kesal. Kedatangan Bobby kali ini tampaknya berniat untuk menguji batasannya.

Bagaimana tidak, beberapa hari terakhir Bobby bertemu dengan rekan bisnisnya di Amsterdam namun selalu menyeret Maxima bersamanya.

Makan siang atau makan malam pun, Bobby mengajak Maxima ke restoran. Hal yang lebih tak disukai Maxima adalah Bobby mengenalkannya pada setiap rekan bisnis yang ditemuinya dengan terlalu berlebihan, seakan Maxima mengenal dunia bisnis.

Aneh memang.

Mencoba meredam kekesalannya, Maxima memasuki ruangan khususnya.

Biasanya, perasaannya akan kembali tenang walau hanya sekedar duduk dan memandangi guci berisi abu itu.

Namun belum lagi kedamaian itu datang, sebuah suara yang familiar menyuruhnya untuk keluar dan mengikutinya ke taman belakang.

Menghela nafas dan menyediakan stok kesabaran, Maxima mengikut Bobby.

Halaman belakang mansion itu sangat hijau. Dipenuhi bunga-bunga, berbagai macam tanaman herbal, pohon-pohon berukuran sedang dan tanaman merambat. Sangat mendukung untuk menjadi tempat melepas penat, lelah, letih, lemah, lunglai ataupun stres.

"Kau makin pandai mengekspresikan kekesalanmu Maxima, kakekmu ini bangga padamu."

Dengan senyum merekah, Bobby menyuruh Maxima untuk duduk bersamanya di sebuah bangku besi.

"Baiklah aku mengerti. Kau masih enggan untuk membuka diri bagi dunia luar. Tapi Max, kakek ini sudah tua. Kesehatan pun makin menurun.

Let It GoWhere stories live. Discover now