Para Alexander

7.5K 449 10
                                    

Gadis berambut pirang berkilau itu mengerjap-ngerjapkan matanya saat melihat Maxima. Ia membuka sedikit mulutnya dan melengkungkan bibirnya membentuk senyuman yang lebar hingga kematanya yang tampak berbinar.

Maxima mengenalnya tentu saja. Gadis didepannya ini masih berusia 10 atau 11 tahun kah saat Ia meninggalkan Atherton dulu?

Bobby pun sering memperlihatkan foto gadis itu sehingga Maxima bisa melihat pertumbuhannya setiap tahun.

"Halo Maxi, lama tidak bertemu."

Sebuah suara lain yang juga dikenali Maxima membuatnya mengalihkan pandangan dari gadis pirang yang terus tersenyum didepannya ke arah seorang pria. Yah, memang sudah lama tidak bertemu.

"Halo paman Murphy." Ucap Maxima dalam satu tarikan nafas. Sangat ringan, tanpa beban.

"Paman?" Murphy mengangkat alis lalu menatap Bobby dan Maxima bergantian.

Bobby hanya mengangkat bahu sambil menyilangkan kaki di sofa dan menikmati tehnya. Apakah sudah sejak tadi mereka tiba? Maxima melihat teh di gelas Bobby sudah berkurang setengah.

"Kami belum menyerahkan surat adopsimu kesiapapun Maxi. Aku masih ayahmu, Brianna masih ibumu, dan si kecil Cassie ini, masih adik perempuanmu."

Maxima tersenyum, tak terlihat kaget atau marah.

"Ayah, apa kau mengatakan sesuatu pada Maxima?" Murphy menatap Bobby penuh selidik.

"Tentu saja. Tak hanya sesuatu, aku mengatakan banyak hal pada Maxima. dia cucuku, kau ingat?"

Murphy berdecak, "Kau tahu maksudku, yah."

Bobby berdehem sejenak lalu mengangkat dagunya, "Kau tahu Maxima. Ia tentu saja mengerti jika kalian tak lagi menyayanginya dengan cara yang sama saat Cassidy lahir. Ia menyimpulkannya sendiri, dan oops ternyata benar. Aku sama sekali tidak ada sangkut pautnya."

Bobby berucap terlalu santai sambil mengangkat kedua tangannya d iudara lalu memberi kedipan berarti pada Maxima yang mengangkat sedikit sudut bibirnya. Pria tua itu....

Murphy kembali menatap Maxima. Wajahnya tampak dipenuhi penyesalan.

"Ooh, jangan mulai lagi, nak. Itu menjijikkan. Minta maaf saja dengan sungguh-sungguh dan semuanya selesai. Maxima Alexander, cucuku yang baik itu tidak menyimpan dendam."

Murphy mendengkus kesal sementara Bobby hanya terkekeh menikmati ekspresi kesal putranya.

Murphy dengan ragu beranjak mendekati Maxima yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.

Murphy menggenggam kedua tangan Maxima yang tampak sedikit kaget lalu menatap putri angkatnya itu dengan mata berkaca-kaca.

"Bisakah kita memotong ke bagian intinya? Maksudku langsung saja, astagaaaa. Kau membuatku jijik melihat dramamu itu."

"Tolonglah yah! Diam sejenak atau keluar saja dulu dari sini." Murphy tidak senang karena Bobby sepertinya sedang menikmati kekesalannya.

Murphy menghela napas panjang, mencoba mendalami momen saat itu.

Tiba-tiba saja Bobby yang tak bisa menahan tawanya, tertawa terbahak-bahak membuat Murphy tambah kesal.

"Demi Tuhan yah, aku akan—"

"Baiklah-baiklah, ayah diam. Silahkan lanjutkan. Ayo Cassie sayang, sini duduk dengan kakek. Kita nonton opera sabun ayahmu."

Cassidy yang tampak tidak terlalu memperdulikan drama ayahnya, mendekat ke arah Bobby dan duduk bersamanya di sofa.

Murphy lagi-lagi menghela napas untuk mengembalikan momen yang tadi sempat dirusak Bobby.

"Maxi.... ah, sialan, ini benar-benar menyedihkan. Baiklah, sebelum kakek tua di sana kembali merusak momen ini, ayah....aku minta maaf. Aku minta maaf sudah membiarkanmu sendiri saat kau butuh kami dan aku membiarkan diriku sendiri dipengaruhi oleh is-istriku untuk—"

Let It GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang