22. The Chance

3.7K 244 27
                                    

Vote yah:)
<^•^>

Sudah 1 bulan ini waktu yang digunakan Maxima untuk memantau sendiri lokasi dari pameran yang akan dilakukannya.

Sudah paruh ketiga musim semi dan Maxima berharap bisa melakukan pamerannya sebelum pergantian musim.

Tahap pengerjaan sudah 75 persen dan Ia berharap bisa merampungkan sisanya dua atau tiga minggu kedepan.

Maxima memeriksa kembali beberapa spot yang didepannya diberi tali pembatas, dimana Ia akan memasang lukisan-lukisannya nanti menjelang pembukaan.

"Jika nanti ada yang menawar lukisanmu, apa kau mau menjualnya?"

Maxima menaikkan alisnya.

"Bukankah kita sudah sepakat jika ini hanya ajang perkenalan lukisanku supaya dikenal orang? Ada apa kakek?"

Bobby menghela napas. Ia sudah sangat yakin ada yang akan tertarik menawar lukisan Maxima. Oleh karena itu, Ia harus siaga satu.

"Baiklah. Mari kita buat kesepakatan."

Perasaan Maxima tidak enak. Pria tua pasti menginginkan sesuatu.

"Semua lukisan yang akan kau pamerkan tidak ada yang boleh dijual. Kalau pun kau ingin menjualnya, orang pertama yang harus kau tawari adalah kakekmu ini ah! Satu-satunya, kau hanya boleh menjual lukisan-lukisan yang akan dipamerkan nanti itu hanya padaku. Sepakat?"

Tak perlu memikirkannya lagi, Maxima menggeleng.

"Maxima?"

"Aku tidak mengerti apapun maksud kakek. Kalaupun kakek ingin memiliki lukisanku setelah pameran, kakek boleh mengambilnya aku tak akan menjual lukisan-lukisan itu."

Maxima meninggalkan Bobby yang tersenyum cukup lebar ditempatnya.

Ada-ada saja kakek tua itu.

Maxima menghampiri tasnya disebuah meja lalu mengeluarkan ponselnya.

Akhir-akhir ini, ponselnya tak pernah lagi dalam mode silent.

Sudah tak ada lagi nama Leonard Avery Bloomberg yang biasanya memenuhi panggilan tidak terjawab ataupun kotak masuknya.

Sebenarnya hal itu membuat hari-hari Maxima menjadi lebih tenang. Tak ada lagi keributan dari ponselnya dari pagi hingga malam hari.

Tapi yang jadi masalah adalah, hadirnya gangguan lain dalam pikiran Maxima.

Ada apa dengan pria itu?

Lima kata ini bahkan lebih buruk dari gangguan bunyi ponselnya karena kata ini seperti tertanam dalam alam bawah sadarnya. Tak sadar Ia kembali bertanya-tanya dalam hati kenapa pria itu tak membuat gangguan diponselnya kembali


<^•^>

Leonard sedang merasa sangat terganggu. Bagaimana tidak Ia ingin terus memandangi foto seseorang yang terpajang dengan indah diatas meja kerjanya tapi beberapa teman kantornya malah mengganggu.

Gangguan yang beberapa hari ini juga sampai ditelinga Leonard karena hampir diseantero lantai di kantor pusat Bloomberg ini semua karyawan membicarakannya.

"Kau benar-benar luar biasa Leo. Aku tidak percaya, kau dekat dengan seorang wanita tapi malah mengurungnya untuk dirimu sendiri selama ini."

"Benar, kupikir dia selama ini betah sendiri dan hanya doyan ONS setelah perceraiannya, tapi ternyata...wah! Kau memang sesuatu Leonard!"

Let It GoWhere stories live. Discover now