ARAZKHA 1. | PONDOK PESANTREN

5.4K 190 3
                                    


Haiiii

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Haiiii ... jadi cerita ini aku repost lagi dengan versi yang lebih seger dari sebelumnya. Kemarin aku unpublish karena revisi dan sempet kepikiran buat nerima tawaran dari penerbit, ada 2 penerbit yang nawarin, tapi setelah dipikir - pikir nanti dulu aja, nunggu cerita yang lain tamat wkwkw sekalian istirahat gitu maksudnya. Buat kalian yang mau baca, silahkan dibaca sebelum nanti cetak bakalan aku hapus sebagian. 

SOooo, happy reading teman - teman Cimol sekalian ...

make sure kalian udah VOTE DAN KOMEN cerita ini...

Remaja berusia lima belas tahun itu terus mengamati dengan teliti setiap sudut bangunan di sekitarnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Remaja berusia lima belas tahun itu terus mengamati dengan teliti setiap sudut bangunan di sekitarnya. Seperti pesantren pada umumnya, bangunan-bangunan yang saat ini berdiri kokoh di sekelilingnya juga menggunakan warna hijau sebagai warna utama, ditambah tulisan kaligrafi terlukis di setiap tembok. Bentuk bangunannya memang mirip rumah minimalis tapi cukup lebar. Benar-benar seperti kubus diberi atap genteng tanpa ada sentuhan arsitektur ternama seperti rumahnya.

Mata Ara—si remaja lima belas tahun—terus berpindah dari bangunan satu ke bangunan lain, sampai akhirnya, pandangannya berhenti pada wanita cantik di sebelahnya. Aristya, mamanya. Keningnya mengerut bingung, hingga kedua alisnya menyatu di bagian tengah.

"Mama ngapain senyum?" tanya Ara, aneh.

"Adek suka gak?" alih-alih menjawab pertanyaan anaknya, Mama Tya justru berbalik tanya dengan pertanyaan yang sudah jelas tidak ada korelasinya dengan pertanyaan Ara sebelumnya.

"Hah? Maksud Mama apa sih?"

Ara merasa ada yang aneh dengan anggota keluarganya hari ini. Papa Mahes tiba-tiba saja mengajak istri beserta anak-anaknya berkunjung ke sebuah pesantren. Sepanjang eksistensi seorang Arabella Maheswari Ardjasa, ia sama sekali tidak pernah menginjak tanah pondok pesantren. Apalagi kepikiran untuk membayangkan bagaimana bentukan sebuah pondok pesantren, yang digadang-gadang sudah mirip penjara versi lebih islami. Ketat dan penuh peraturan.

Ditambah koper hitam yang mereka bawa dari rumah tadi, semakin membuat Ara bingung. Satu koper berukuran besar tidak akan cukup menampung keperluan lima orang dewasa selama beberapa hari di sini. Entah keanehan apalagi yang akan terjadi setelahnya.

ARAZKHA (END)Where stories live. Discover now